14: sangyeon, seungsik dan di antara mereka

202 21 3
                                    

"Apa benar ini dengan Seungsik? Saya manajer dari kelab malam Shangrila dan pemilik HP ini tidak sadarkan diri. Apa Anda bisa menjemputnya?"

"Saya akan segera ke sana, tolong jaga Sangyeon untuk saya."

Seungsik tahu, kalau Sangyeon menyerah melarikan diri, maka orang pertama kali yang dihubungi adalah dirinya. Hanya saja, dia tidak menduga kalau harus membuatnya masuk ke salah satu kelab malam terkenal di kotanya lantaran manager tempat itu menelepon dengan menggunakan HP Sangyeon karena terus merancaukan namanya. Saat dia sampai, Sangyeon tertidur di mejanya dan beberapa botol alkohol yang bergelimpang di atas meja. Membuat Seungsik menghela napas dan mendekati Sangyeon.

"Sangyeon ... hei, bangun." Seungsik mengguncang pelan tubuh Sangyeon, tetapi reaksi lelaki itu membuatnya terkejut lantaran menepis tangannya.

"Pergi! Aku maunya Seungsik kemari, bukan kalian!"

"Buka matamu, bodoh." Seungsik menghela napas dan saat pandangannya bertemu dengan Sangyeon yang telah membuka mata, dia berkaca pinggang. "Bagus ya, udah lama menghilang dan sekali datang membawa masalah."

"Berisik!"

"Orang yang kamu katain berisik ini nyatanya yang kamu cari," Seungsik melengos, "Sudah bayar minumanmu belum?"

"...belum."

"Sudah kuduga." Seungsik kembali melengos. "Diam di sini, aku urus bill punyamu."

Seungsik meninggalkan meja dan kemudian mencari tempat untuk membayar minuman. Begitu mendengar nominal yang telah dihabiskan oleh Sangyeon, membuat Seungsik hanya bisa menghela napas dan mengeluarkan kartu debitnya. Uang yang bisa menjadi biaya hidupnya selama sebulan, menguap hanya untuk membayar kebodohan orang yang tidak bisa dibilang dekat pada hidup Seungsik. Kembali ke meja Sangyeon dan melihat lelaki itu berusaha untuk terjaga, meski beberapa kali terlihat matanya tertutup. Seungsik menghela napas dan mengguncang pelan bahu Sangyeon, membuatnya melihat tatapan sayu lelaki itu.

Harusnya, tatapan itu tidaklah memberikan efek apa pun, tetapi nyatanya tubuhnya tidak bekerja seperti itu, lantaran tanpa permisi debaran jantung Seungsik yang menjadi abnormal.

"Bisa jalan, gak?"

"Buka mata aja susah, enggak yakin aku bisa jalan."

Seungsik hanya berdecak, kemudian memutuskan untuk berjongkok di depan Sangyeon. "Naik sebelum gue berubah pikiran."

"Gue berat, Siki."

"Gue anggap lo gak mau digendong."

"Aku bahkan enggak bilang gamau!" Sangyeon cepat-cepat menghampiri Seungsik. Mengalungkan tangannya di leher lelaki itu dan merasa kedua kakinya Sangyeon dipegang oleh Seungsik. Begitu Seungsik berdiri, Sangyeon terkejut dan memeluk leher Seungsik sedikit lebih erat. "Kalau mau gerak bilang dong, Siki."

"Dasar kagetan."

Sangyeon mendengarnya tentu melayangkan protesannya. "Siapa yang enggak kaget tiba-tiba langsung berdiri?!"

Seungsik tidak mengatakan apa pun dan berjalan menuju pintu keluar. Tentu sikap mereka memancing perhatian orang-orang yang berpapasan dengan keduanya, tetapi baik Seungsik mau pun Sangyeon tidak peduli. Tepatnya, Sangyeon yang sudah benar-benar jatuh ke dalam ketidak sadarannya karena alkohol. Seungsik sebenarnya benci bau alkohol, meski itu alkohol untuk mengobati luka, sehingga dia hampir tidak pernah masuk ke tempat seperti ini.

Hampir, karena ini adalah kali pertama Seungsik masuk ke kelab malam dan mencium aroma alkohol yang bercampur dengan asap rokok di ruangan yang pengap seperti ini. Begitu keluar dari kelab malam, Seungsik tanpa sadar menghela napas lega. Udara di luar jelas lebih baik daripada di dalam kelab dan langkahnya membawanya ke parkiran mobil. Benda yang agak jarang digunakannya lantaran lebih suka mengendarai motor besarnya, tetapi tetap dimiliki kalau sewaktu-waktu membutuhkannya untuk hal tertentu.

Namun, membawa pulang Sangyeon dalam keadaan mabuk tentu bukanlah hal yang ingin Seungsik fungsikan mobilnya itu.

"Seungsik ... Seungsik...," igauan Sangyeon hanya ditanggapi olehnya dengan gumaman, "Seungsik ... jangan pergi."

"Permintaan bodoh," Seungsik menggumamkan jawabannya, tetapi tidak tahu kalau Sangyeon membuka matanya dan mengamatinya yang tengah menyetir, "Gue bakalan pindah bareng Seungyoun akhir bulan ini."

"Jangan pergi."

"Lo udah nikah, Sangyeon. Gak ada gunanya juga gue ada di sini."

"Jangan pergi."

"Kalau lo cerai, mungkin akan mempertimbangkan lo sebagai orang yang bikin gue jatuh cinta."

Seungsik benar-benar tidak tahu gumamannya itu benar-benar didengarkan oleh Sangyeon. Tidak tahu pula kalau Sangyeon selama perjalanan pulang ke rumahnya memutuskan untuk terjaga dengan sisa tenaganya untuk menatapnya. Saat akhirnya sampai dan Seungsik menoleh, yang dilihatnya adalah Sangyeon yang terlelap dan kepalanya bersandar pada kaca jendela. Membuatnya menghela napas dan membuka sabuk pengamannya. Mematikan mesin mobil, mencabut kuncinya dan keluar dari mobil. Kemudian berjalan ke sisi penumpang dan membuka pintu, kemudian berjongkok di depan Sangyeon. Melepaskan sabuk pengaman yang sejak tadi menahan Sangyeon dan membuat lelaki itu jatuh ke pelukannya.

Dia tidak tahu selain bau alkohol yang dibencinya ada pada Sangyeon, samar bisa mencium aroma mint dari kepala Sangyeon dan aroma melati yang membuat Seungsik teringat dia memang memberikan kepada lelaki itu karena waktu itu ada promo beli 1 gratis 1 di salah satu mall. Tentu waktu itu Seungsik mengikuti permainan Sangyeon dan Seungyoun yang bertukar peran menjadi satu sama lainnya.

"Bodoh," gumam Seungsik dan menggendong Sangyeon, "Kenapa ya orang semodelan lo yang harus bikin gue repot-repot nyediain tempat di kepala dan hati gue?"

Rumah Seungsik itu hanya ada 1 kamar karena kamar lainnya menjadi tempatnya bekerja, meski sudah memiliki studio sendiri. Kadangkala Seungsik tidak ingin keluar rumah dan melakukan pekerjaan dari rumah. Meletakkan Sangyeon di satu sisi ranjang king size dan Seungsik melakukan perenggangan karena lelaki itu benar soal ucapan dirinya berat. Ya setidaknya membuktikan kalau selama masa pelariannya, Sangyeon tidak lupa makan.

Seungsik tidak seperti orang lain yang akan tidur di sofa begitu tempat tidurnya diinvasi oleh orang lain. Lagipula Sangyeon sudah terlelap, tidak akan terjadi apa pun dan Seungsi mau tidur dengan nyaman setelah jam tidurnya diinterupsi. Namun, baru memejamkan mata, Seungsik kembali membuka matanya karena merasa Sangyeon berguling ke arahnya dan embusan napasnya ke bajunya jujur membuatnya sedikit merasa terganggu.

"Gue bukan guling, Sangyeon," Seungsik tahu protes kepada orang yang tidak sadarkan diri itu perbuatan bodoh, tetapi biarlah dia melakukan kebodohan ini, "Lagipula, seharusnya lo bukan sama gue sekarang. Lo udah punya suami, Sangyeon."

"Hmm ... Seungsik."

"Nama suami lo bukan Seungsik, tapi Seungwoo."

Seungsik tidak pernah merasa patah hati selama hidupnya, tetapi entah kenapa setelah mengatakan nama lelaki lain, rasanya ada sakit yang tidak kasat mata yang meremas jantungnya.

Ambush on All Sides | Seungzz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang