Seungyoun merasa, Seungwoo semakin hati-hati dalam memilih kata untuk berbicara dengannya. Tadi pagi saat sarapan misalkan, lelaki itu beberapa kali mengoreksi perkataannya karena tidak mau terdengar seperti memaksa kepadanya. Padahal hanya bilang beberapa jenis makanan yang ada di hotelnya terasa enak, tetapi dari caranya yang terus mengoreksi perkataannya yang membuat Seungyoun menghela napas.
"Kak, it's okay," Seungyoun akhirnya mengatakan hal yang ingin dikatakannya sejak tadi pagi. Membuat Seungwoo yang duduk di sampingnya, menoleh, "Gak usah mencoba terlalu keras untuk mengubah perkataanmu, kak. Aku enggak sebodoh itu untuk gak bisa bedain mana yang terdengar memaksa mana yang cuma opini."
"Ah, maaf ya Sangyeon."
Nama itu entah sejak kapan membuatnya merasa muak. Namun, Seungyoun hanya bisa tersenyum dan berkata, "Gapapa, kak. Makasih ya udah berusaha untuk berubah."
"Sangyeon, aku hanya ingin membuatmu nyaman bersamaku."
"Kakak bisa melakukannya tanpa harus berubah seperti tadi pagi," Seungyoun tersenyum, "Lagipula jangan berubah demi orang lain, kak. Karena berubah demi seseorang bisa membuatmu kecewa pada akhirnya."
"Kamu bukan orang lain," Seungwoo menatapnya dan mengenggam sebela tangan Seungyoun, "kamu orang yang aku cintai, Sangyeon."
Lagi-lagi nama Sangyeon yang didengarnya membuatnya merasa terganggu. Seungyoun menarik tangannya dari Seungwoo sembari tetap mempertahankan senyumannya. "Kakak kenapa bisa cinta sama aku? Kita bahkan belum mengenal selama ini."
Sepertinya pertanyaan Seungyoun itu tidak diduga oleh Seungwoo dan membuat lelaki itu salah tingkah. Mengusap tengkuknya dan telinganya langsung memerah, membuat Seungyoun mengangkat sebelah alisnya, merasa heran. Padahal pertanyaannya sederhana, tetapi kenapa reaksinya seperti itu?
"Kamu pasti akan menertawakanku."
"Kenapa yakin sekali aku akan melakukannya, kak?"
"Karena alasannya konyol."
"Orang jatuh cinta menurutku tidak pernah konyol," Seungyoun tersenyum dan menatap Seungwoo yang juga menatapnya, "Jadi, kenapa, kak?"
"Waktu itu, saat umurku sepuluh tahun dan aku bermain ayunan sendirian...," Seungwoo menggantung perkataannya dan menunggu reaksi lawan bicaranya. Namun, tidak ada tanda-tanda ditertawakan yang membuatnya akhirnya melanjutkan, "Lalu, aku terjatuh dan kamu menolongku. Pasti kamu gak inget, tapi hari itu aku menangis dan kamu malah menenangkanku. Bahkan bilang kalau aku berhenti nangis, nanti kamu mau menikahiku kalau sudah besar."
"Oh...," Seungyoun menganggukkan kepalanya, tetapi entah kenapa rasanya seperti familiar? Sepertinya dulu sekali, dia pernah menolong seseorang yang menangis karena terjatuh karena bermain ayunan, "Lalu kakak tahu namanya aku karena berkenalan?"Seungwoo menggelengkan kepalanya dan Seungyoun mendengarnya, mengkernyitkan kening, "Aku tahu ini terdengar menyeramkan, tetapi aku mengikutimu dan kembaranmu memanggilmu dengan Sangyeon saat menjemput di taman."
"Ooh."
"Kamu ... kamu tidak merasa aku aneh dan menyeramkan?"
"Kenapa harus?" Seungyoun menatap Seungwoo heran. "Cinta itu tidak pernah di duga dari mana munculnya dan jatuh kepada orang yang mana."
"Aku pikir, kamu marah padaku begitu mendengar ceritaku ini."
"Sebenarnya, sedikit marah," Seungyoun memberikan gestur jarinya memperlihatkan maksud sedikit dengan jempol serta telunjuknya yang ditekuk dengan berjarak, "Seperti ... kenapa kakak tidak mencoba berkenalan denganku dulu dengan cara yang normal? Bukan tiba-tiba datang kepadaku dengan membawa pernikahan."
"Aku pikir ... kamu masih ingat dengan perkataanmu waktu itu."
"Perkataan yang kukatakan kepada orang asing," Seungyoun melengos, tetapi kepalanya justru merasa bisa membayangkan dengan jelas kejadiannya, meski katanya nama kembarannya yang disebut, "Aku bahkan tidak tahu nama kakak dan kakak tahu namaku dari panggilan kembaranku."
"Aku takut ditolak olehmu."
"Memangnya sudah dicoba?" Pertanyaan Seungyoun itu hanya bisa mendapatkan jawaban diam dari Seungwoo. "Kak, berhenti mengasumsikan segala sesuatu yang belum terbukti kebenarannya. Pada akhirnya, semua itu hanyalah ketakutan di kepala aja, realitas enggak sekejam itu."
Seungwoo menatapnya cukup lama, lalu berkata, "Maaf ya, Sangyeon karena semuanya menjadi seperti ini. Aku janji akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu sebagai penebusan dosa."
Seungyoun tidak menjawab karena baru tersadar dengan perkataannya. Seharusnya dia memojokkan Seungwoo karena menjebak kembarannya di pernikahan, bukan memberikan pengertian dan sekarang justru mendengar suami adiknya itu ingin mencoba memperbaiki semuanya. Memang benar, kalau seseorang seperti Seungyoun sedang tidak stabil, emosinya yang akan mengambil alih dan pada akhirnya menyesali yang dilakukannya.
Benar, Seungyoun sekarang menyesal telah mengatakan semuanya dan begitu dia pulang, hal yang diinginkannya adalah kembali ke kehidupannya. Sangyeon pasti bisa menemukan caranya sendiri untuk bercerai, karena mengacau adalah nama tengah adiknya itu.
Sepanjang kegiatan mereka di luar hari itu, Seungyoun tidak benar-benar menikmatinya. Mungkin kegiatan ini cocok untuk Sangyeon yang menyukai tantangan dan bertemu dengan orang-orang baru, tetapi tidak untuk Seungyoun. Dia biasanya lebih suka kegiatan yang cukup tenang seperti mengunjungi museum, taman botani atau ke perpustakaan nasional. Namun, mana mungkin Seungwoo tahu hal itu karena semua ini pasti dipersiapkan untuk membuat Sangyeon terkesan kepada lelaki itu.Sayang sekali, Sangyeon sejak awal ingin mengenyahkan Seungwoo dari hidupnya dan Seungyoun juga tidak terkesan karena ini bukanlah seleranya.
"Capek?" Seungwoo bertanya saat mereka beristirahat di sebuah kafe dan dia hanya menganggukkan kepala, terlalu malas untuk berbicara karena tidak ingin menggunakan tenaga yang tersisa hingga habis. "Sudah aku duga, kamu jadi lebih diam dan wajahmu memucat. Apa kita kembali ke hotel saja untuk istirahat?"
"Boleh," Seungyoun menganggukkan kepala, lalu melihat tatapan kecewa Seungwoo yang membuatnya tidak enak, "Maaf ya, kak, kalau omonganku bikin kecewa. Aku bisa lanjut kalau kakak ingin."
"Gak ... gak usah," Seungwoo menggeleng pelan dan tampak sedikit panik, "Kalau kamu capek, gapapa kalo kita berhenti. Masih ada hari esok, Sangyeon."
Nama itu lagi yang membuatnya tersenyum. Seungyoun tidak tahu alasan hatinya yang semakin lama semakin tidak suka mendengar nama adiknya itu, padahal sepanjang hidup mereka sudah sering bertukar peran dan membuatnya di posisi mendengar nama Sangyeon dan bukan namanya. Lalu, tiba-tiba dia teringat Lea yang pernah bercerita tentang ide ceritanya yang tentang saudara kembar yang saling menyayangi, tetapi salah satunya perlahan berubah menjadi membenci kembarannya karena selalu menjadi orang yang mengalah dan menyelesaikan segala masalah kembarannya.
Apa ini yang adik perempuannya maksud? Batas cinta dan benci yang begitu tipis dan Seungyoun merasa dia perlahan melangkah ke arah membenci Sangyeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambush on All Sides | Seungzz [✓]
FanfictionSeharusnya Seungyoun tahu batasan untuk mengiyakan pertukaran peran menjadi Sangyeon untuk hidup bersama suami kembarannya, Seungwoo. DISCLAIMER: • X1 Fanfiction [Seungzz] • Untuk monthly fanwork Hanchozone bulan November #PetrichoRsszVember • Multi...