25

4.2K 329 18
                                    

Jeno mengerjapkan matanya kala cahaya terang menusuk indera penglihatannya. Matanya memandang sekeliling ruangan putih itu, namun pandangannya terhenti ketika melihat sosok yang sangat ia kenali itu, Jung Jaemin.

"Jeno? " Sapa Jaemin, bibirnya membentuk garis lengkung yang cukup manis, mampu membuat siapa saja yang melihatnya akan merasakan kehangatannya.

Jeno tetap diam, tak ada orang lain selain Jaemin disini, dimana ayah, ibu dan kakaknya? Apakah mereka semua sibuk dengan Jisung? Ah iya Jeno melupakan keadaan adiknya.

"Jeno, kamu butuh sesuatu? " Lanjut Jaemin.

Lagi-lagi tak ada jawaban dari Jeno, pemuda Jung dibuat heran oleh sikap pemuda didepannya itu.

"Jeno, kenapa diem aja? Kamu gapapa kan? " Jeno terdiam, tak lama atensinya beralih pada pintu ruangannya yang terbuka tiba-tiba dan menampilkan pemuda lain yang masuk kedalam ruang rawatnya.

"Nana ayo. -" Ucapnya terjeda. "Jeno udah sadar? Sejak kapan? Baik-baik aja kan? " Tanyanya panjang lebar, siapa lagi kalau bukan Haechan tentunya.

"Kalian bisa diem ga sih? " Sentak Jeno, hal tersebut mampu membuat Haechan dan Jaemin dibuat heran dengan sikap Jeno yang berubah.

"Jen, kamu gapapa kan? " Tanya Jaemin.

"Ga usah sok baik! "

"Apa sih Jen? " Bentak Haechan.

"Bisa keluar sekarang? " Tanya Jeno.

"Maksud kamu? " Sahut Jaemin.

"Kalian keluar dari sini sekarang! "

"Apaan sih Jen? Nana udah nungguin kamu daritadi sampe kamu sadar kaya gini, terus tiba-tiba kamu usir Nana ga jelas kaya gini? " Ucap Haechan.

"Apanya yang ga jelas, udah jelas kok, aku mau sendiri. "

"Udah Chan, ayo keluar, Jeno pasti butuh istirahat. " Ucap Jaemin.

"Engga! Kamu udah tunggu dia daritadi, Na. Terus waktu dia udah sadar balesan dia kaya gitu ke kamu, aku ga bisa terima." Sahut Haechan tidak terima.

"Apa? Maksud kamu ngomong kaya gitu apa, Chan? " Jawab Jeno.

"Tau kan cara ngehargain orang, Jen? " Balas Haechan. "Harusnya kamu tau cara ngehargain Jaemin. " Lanjutnya.

"Ngehargain? Apa yang harus aku hargain? Dia? Cih. " Ucap Jeno sembari menunjuk pada Jaemin.

"Jeno, Echan, kok malah berantem sih? Jeno udah ya, kamu istirahat aja. Maafin Nana Jen, ayo keluar Chan. " Sahut Jaemin.

"Aku bingung sama kamu Jen. " Balas Haechan.

"Apa yang harus di bingungin? "

"Kenapa tiba-tiba sifat kamu kaya gini? "

"Echan, Jeno udah! Kita ini temen, jangan pada berantem gini dong. " Lerai Jaemin.

Jeno terkekeh sembari menampilkan senyum miring nya. "Temen? Kamu bilang kita temen? "

"Iya. "

"Jaemin, Jaemin. Temen mana sih yang bisa-bisanya ngilang  waktu temennya lagi susah? "

"Maksud kamu apa Jeno? "

"Kemana kamu pas aku butuh kamu? "

"Jen, itu a-aku. -"

"Apa? Mikir alesan apa yang mau dikeluarin ya? Udahlah ga usah munafik, Jaem. Kamu bilang kita temen tapi kaya gitu, percuma tau ga? "

"Jeno kamu salah paham! " Sahut Haechan.

"Salah paham gimana? Kamu sama Jaemin itu sama aja, dimana kamu waktu aku telpon kamu waktu aku butuh bantuan kamu, Chan? Dimana juga kamu Jaemin waktu aku butuh kamu? "

"KAMU SALAH PAHAM JENO! "

"ECHAN! "

Haechan menoleh pada Jaemin yang meneriakinnya.

"Plis Udah, Jeno itu butuh istirahat, ayo pergi! " Ucap Jaemin sembari menarik tubuh Haechan untuk keluar dari ruang rawat Jeno.















***

Hanya tersisa Jeno sendiri saat ini, tak ada seorangpun disana yang menemani Jeno. Ia menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, lututnya ia tekuk, kepalanya ia tenggelamkan diantara dua lututnya, dan ia menangis.

Jeno bingung, Jeno takut, Jeno kecewa, Jeno terluka. Tubuh dan batinnya sedang tak baik-baik saja, ia butuh seseorang yang mampu membuatnya tenang, biasanya ada Jaemin dan Haechan yang membantunya untuk bangkit, namun baru saja keduanya lah yang membuat dirinya jatuh, lalu dimana sosok kakaknya yang sebagai penopang dirinya saat ia terjatuh seperti ini? Dimana semua orang?

"Aku ingin mati hiks. " Lirihnya.

Pintu ruang rawatnya terbuka, dua pria tinggi dan tampan itu mendekat kearah Jeno yang sedang terisak. Salah satunya menyentuh tubuh Jeno sehingga membuat sang empu mendongak.

"Ayah." Dialah orang yang menyentuh tubuhnya lembut.

"Jeno sayang, ada ayah disini. " Donghae mendekap tubuh Jeno lembut berharap agar anaknya segera merasa tenang.

Taeyong yang berada disebelah Donghae pun tersenyum, hatinya terenyuh kala melihat pemandangan yang sudah lama tak ia lihat.

Berterimakasih lah pada Taeyong yang sudah menyadarkan Donghae seberapa berharganya Jeno. Taeyong, anak itu telah menceritakan semua tentang Jeno, tentang trauma yang Jeno alami dan semuanya, atas tragedi yang baru saja menimpanya dengan ditambah cerita dari Taeyong mampu membuat Donghae tersadar bahwa anaknya itu butuh sosok dirinya.

"Maafin ayah ya, nak. Maaf ayah lalai sama kewajiban ayah sebagai seorang ayah, maaf ayah udah nelantarin kamu, udah jahat sama kamu, ayah nyesel, maafin ayah, ya. " Ucap Donghae sembari mengusap lembut surai hitam Jeno. Alih-alih membuat Jeno tenang, kalimat yang Donghae ucapkan semakin membuat Jeno semakin terisak.

"Hei, udah ga boleh nangis, udah ada ayah disini, ayo dong sambut ayah dengan baik, Jeno. " Sahut Taeyong.

Jeno mendongak menatap sang ayah. "Ayah makasih, Jeno sayang ayah. " Ucapnya kembali mendekap Donghae.

Donghae melepas pelukannya perlahan, menatap wajah anak sulungnya dan tersenyum. "Ada yang sakit, nak? " Tanyanya kala melihat Jeno yang memegangi kepalanya.

Jeno menggeleng dan tersenyum pada Donghae. "Engga, obat Jeno udah disini, tinggal sedikit lagi dan Jeno bakal sembuh total. "

"Maksud kamu? "

"Ada satu lagi obat yang bisa bikin Jeno sembuh total, yaitu bunda, Jeno bakal tunggu bunda bisa nerima Jeno lagi kaya ayah sekarang. "

"Kamu harus kuat ya? "

"Pasti, selagi ada kalian, Jeno bisa kuat. "

"Jeno, kakak bakalan bantu kamu berjuang buat balikin bunda lagi. " Sahut Taeyong sembari mengusap lembut bahu Jeno. "

"Apapun bakal Jeno lakuin buat keluarga Jeno. "





























Tbc.

Dikit lagiii heheheheee^^

Happy ending atau sad ending?

OMNIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang