Aku menatap kosong makanan di dekat pintu. Makanan yang selama beberapa waktu terakhir selalu keluar melalui pintu keluar masuk binatang yang terdapat di bagian bawah pintu kamar. Mark membuatkannya sewaktu ia hendak pergi ke Shanghai dan menitipkan anjingnya, Monggu, selama beberapa hari di apartemenku.
Aku mengatakan beberapa waktu terakhir karena sejak aku terbangun satu hari setelah hari pernikahanku, aku tidak pernah menghitung hari karena semuanya terasa sama. Tidak ada Senin yang sibuk dan tidak ada Sabtu yang romantis.
Aku terkurung dalam kamarku sendiri dengan Jaemin yang setiap jam makan selalu mengirimiku makan melalui pintu binatang tersebut. Hey, bukankah aku terlihat seperti tahanan di rumahku sendiri?
Aku meraih remote televisi dan mulai menyalakannya tanpa berniat menyaksikannya dengan seksama, karena aku hanya memindah-mindahkan saluran televisi. Tanganku berhenti menekan tombol remote ketika aku melihat berita prakiraan cuaca. Tak disengaja, mataku melirik tanggal yang tertera disana. Betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa aku sudah tiga minggu berada di kamar ini.
Biar ku ulangi, TIGA MINGGU!
Dengan marah, aku pun mematikan televisi dan melemparkan remotenya ke sudut kamar.
Mengapa tidak ada yang membantuku? Ayah dan Ibuku, apakah mereka tau bagaimana keadaanku tanpa mereka? Aku ingin menangis, tapi rasanya air mataku sudah tidak bisa mengalir lagi. Rasanya sudah seperti orang gila saja sekarang. Rambut berantakan, muka kusam, dan bahkan pakaian kusam yang hanya kuganti setiap tiga hari sekali.
Aku merenyit ketika perutku tiba-tiba bersuara. Ya, aku lapar. Dengan gontai, aku pun berjalan menuju pintu untuk mengambil makanan yang sudah dingin tersebut. Aku membawanya ke kasur, karena entah kenapa akhir-akhir ini setelah makan aku selalu mengantuk.
Makananku telah habis setengah, namun ternyata aku tak kunjung mengantuk. Ini aneh, tidak seperti biasanya.
"Chan?"
Aku menghentikan kunyahanku ketika mendengar suara Jaemin yang memanggilku. "Ya?" jawabku benar-benar parau. Ini pertama kalinya aku kembali menggunakan pita suaraku yang aku yakin sudah mulai berkarat di dalam sana karena jarang ku gunakan.
"Kau sudah bangun?" tanya Jaemin terdengar tak percaya.
"Memang kenapa?" tanyaku kesal.
Setelah itu, tak ada lagi suara Jaemin yang terdengar. Dari pada berbicara dengan lelaki aneh itu, aku memilih untuk melanjutkan aktivitasku sambil mendengarkan musik melalui kotak musik yang pernah Mark berikan kepadaku saat ulang tahunku tahun lalu.
Baru beberapa detik kotak musik itu berputar, aku sudah mulai merasa bosan. Tubuhku sedikit terperanjat ketika tiba-tiba ponselku berbunyi.
Chan, aku menyayangimu. Percayalah. Tapi maaf, aku harus pulang hari ini. Terima kasih karena telah mau memberikanku tumpangan tempat tinggal. Aku mohon, jangan sakiti dirimu sendiri lagi setelah kepergian Mark karena aku yakin dia telah damai disana.
Aku kebingungan setelah membaca pesan dari Jaemin tersebut. Ada apa ini? Kenapa dia pergi secara tiba-tiba?
Dengan tergesa aku pun beranjak menuju pintu. Lagi-lagi aku dibuat terkejut ketika ternyata pintuku tidak terkunci sama sekali. Entah kapan dan siapa yang membetulkannya, aku bahkan tidak menyadarinya. Namun aku sadar akan sesuatu, terdapat kunci diluar pintu kamarku.
Ini bukan hari ulang tahunku, tapi kenapa Tuhan memberikan aku banyak kejutan? Kali ini aku melihat tumpukan bunga putih di ruang tengah. Beberapa dari bunga itu membawa surat bela sungkawa atas kematian Mark.
Tanganku meraih sebuah amplop yang terdapat di pojok kursi yang sepertinya memang sengaja dipisahkan dari tumpukan bunga.
Aku mematung, menatap nama korban-korban kecelakaan pesawat itu. Dan di paling bawah, aku menemukan namanya, Mark Lee. Tapi tidak ada keterangan apapun mengenai jasadnya.
Aku pun merogoh ponsel dan berusaha menghubungi Bubu. Awalnya dia mematikan panggilannya, tapi setelah aku mencobanya lagi akhrinya ia mau mengangkatnya.
"Bubu, kenapa jasad Mark tidak memiliki keterangan?" tanyaku to the point.
"Apa pedulimu?! Mark tidak ditemukan, apa kau puas?! Bukankah sekarang kau bisa mengambil alih hartanya dan berfoya bersama teman-teman mu?!" teriak Bubu penuh emosi.
Aku menggeleng pelan. "Tidak mungkin. Bagaimana jasadnya bisa tidak ditemukan?!" seruku.
"Bagaimana lagi?! Semua relawan sudah mencarinya selama berminggu-minggu dan hanya jasad Mark saja yang tidak ditemukan," jawab Bubu dengan nada amarah yang belum menurun. "Aku tidak tau apa yang telah kau rencanakan terhadap putraku, tapi jika aku sampai menemukan bukti maka penjara akan menunggumu dengan senang hati."
Setelah mengatakan hal itu pun panggilan terputus secara sepihak. Aku menatap layar hitam ponselku. Padahal jika memang Mark akan pergi selama-lamanya, kenapa jasadnya tidak bisa ditemukan? Aku bahkan ingin menatap wajahnya untuk yang terakhir kali.
🍁
×
🍁
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wishing Tree | Markhyuck
FanfictionMark sudah pergi untuk selama-lamanya. Itu adalah kenyataan pahit yang harus ku telan bulat-bulat. Demi menyambung kehidupanku yang sempat terdampak badai, aku memutuskan untuk memulai semuanya dari awal. Hingga akhirnya, "Aku Minhyung." Lelaki berw...