16

1.7K 241 26
                                    

Pagi ini aku disambut oleh hujan salju yang tidak begitu lebat. Udara terasa sangat dingin hingga tak terlihat satu makhluk pun keluar dari rumahnya. Aku yakin mereka semua malas beraktivitas, karena aku pun merasa seperti itu.

Aku memilih untuk sarapan dengan harapan agar tubuhku menghangat. Pandanganku menyapu seluruh rak, mencoba mencari bahan untuk sarapan. Tapi aku hanya bisa melihat bahan-bahan untuk membuat curry ramyeon. Aku menghela napas kesal. Apa tidak ada makanan lain di rumah ini?

Dengan gontai aku pun berjalan ke ruang tengah, kemudian menghempaskan diri di atas sofa. Mengapa akhir-akhir ini hidupku seperti tak bertujuan?

Biasanya di pagi natal, aku selalu mengomeli Mark. Lelaki itu biasa datang di malam natal dan menginap dengan alasan kesepian, padahal kesehariannya memang sendirian. Dan kenapa aku selalu mengomelinya? Itu karena pasti saat ini Mark tengah menelusup masuk ke kamarku untuk tidur di kasur bersamaku. Dia pasti mengambil alih selimutku dan menggunakannya sendirian. Setelah dia memejamkan mata, maka hanya bom lah yang dapat membangunkannya.

"Hey, jangan ambil selimutku!" seruku dengan suara yang parau.

Mark tidak menjawab. Ia malah menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Karena kesal, aku pun menarik selimutnya. Namun Mark menahannya dari dalam. Dan pada akhirnya aku hanya bisa berdecak dan kembali tidur memunggunginya.

Namun tahun kemarin kekesalanku tidak begitu memuncak, karena Mark nampaknya mau membagi selimutnya—ralat, selimutku. Bahkan aku bisa merasakan kulitnya yang terasa dingin, karena dia juga memelukku di dalam selimut itu. Aku rasa itu adalah pagi natal yang sangat menyenangkan.

Tapi kesenangan itu tidak berlangsung lama. Aku kembali mengomelinya ketika ia tidak mau bangun untuk sarapan.

"Mark! Bangunlah! Kenapa kau seperti beruang yang selalu berhibernasi di musim dingin?!" seruku saat menyajikan makanan di meja.

"Bukankah aku memang beruang?" Terdengar Mark yang menjawab seperti orang mengigau.

"Jika kau memang beruang, pergilah dari sini. Aku tidak mau dimakan oleh beruang jelek sepertimu!" kataku dengan nada yang sudah tidak bersahabat.

Aku mengira Mark akan menyerah dan keluar dari kamar, namun dugaanku salah karena Mark malah tertawa mengejek. "Aku memang jelek, tapi kenapa kau mencintaiku?"

"Mark—"

"Lima menit lagi," potongnya. Dan aku menyerah. Aku memilih untuk membersihkan dapur bekas memasak tadi. Hingga tanpa aku sadari, aku telah menghabiskan sekitar lima belas menit di dapur namun belum terdengar tanda-tanda jika Mark sudah bangun.

Dengan perasaan yang sangat kesal, aku pun memasuki kamar hingga lupa melepaskan apron yang kugunakan. Kekesalanku semakin memuncak kala melihat Mark yang tengah tertidur nyenyak dengan selimut yang membungkus tubuhnya dari ambang pintu kamar.

"Mark Lee." Jika kalian pikir aku memanggilnya dengan berteriak, maka kalian salah. Aku memanggilnya dengan nada yang sangat dingin. "Aku tau kau mengantuk dan kedinginan, tapi kau harus mengisi perutmu agar tubuhmu sedikit menghangat. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan karena kau dengan enaknya tidur bertemankan selimut, bantal, guling, dan kasur yang empuk. Sedangkan aku harus memasak di dapur bersama kompor, cipratan minyak, serta apron yang kotor. Tapi minimal kau harus bangun untuk sarapan. Jangan bangun demi menghargai masakan dan usahaku, tapi bangunlah untuk dirimu sendiri."

Setelah mengatakan pidato singkat itu, aku langsung keluar kamar. Aku akan berjalan menuju dapur dan memilih untuk melanjutkan pekerjaanku disana. Dengan perasaan yang masih kesal, aku mulai mengeringkan alat-alat masak yang sudah ku cuci dengan lap kering.

Selang beberapa lama, aku dapat mendengar suara langkah seseorang mendekat. Dan sudah pasti itu adalah Mark.

"Chan—"

"Maaf jika makanannya sudah mendingin. Jika kau ingin sesuatu yang hangat, aku bisa membuatkan—"

"Haechan. Maafkan aku."

Setelah saling memotong pembicaraan, kami saling terdiam. Aku pura-pura sibuk dengan pekerjaanku, padahal aku ingin sekali menangis karena kesal. Bahkan air dipelupuk mataku pun sudah menumpuk. Terdengar sangat cengeng ya?

Aku pura-pura tidak peduli ketika Mark melepaskan ikatan apron yang melekat di tubuhku. Bahkan ketika apron itu sudah seluruhnya terlepas, aku pun masih sibuk dengan aktivitasku. Hingga akhirnya ia membalikkan tubuhku, membuat kami saling berhadapan.

Aku menunduk, menatap tangan Mark yang dengan perlahan meletakkan gelas termasuk lap yang kugunakan untuk mengeringkannya.

"Kau juga harus sarapan. Aku tidak mau kau sakit karena terlalu sibuk mengurusiku," katanya lembut. Dan ketika itulah aku pun terisak.

"Maaf," ucapku. "Aku tidak seharusnya marah karena hal sepele seperti itu."

Dapat aku rasakan Mark mengelus rambutku lembut. Dia kemudian mendekapku dengan begitu erat. "Aku memang satu-satunya lelaki yang paling beruntung karena memiliki seseorang sepertimu. Tapi aku akan mejadi orang yang paling rugi karena telah mengabaikanmu. Terima kasih karena telah mau merawatku yang jelek ini dan maaf karena sudah membuatmu selalu kesal."

"Tidak." Aku melepaskan pelukannya. "Aku senang melakukannya, tapi sungguh aku tidak ingin kau sakit," kataku sesenggukan.

"Don't cry," pintanya sambil mengusap air mata yang mengalir di pipiku. "Sekarang ayo kita sarapan. Sebagai tanda permintaanku, aku akan menyuapimu sarapan. Oke?"

Perlahan senyum diwajaku pun mulai terbentuk, dan anggukan kepalaku menjadi tanda jika aku menyetujui tawarannya.

Air mataku pun kembali mengalir dengan perlahan. Aku yang merasakannya pun buru-buru mengusapnya. Tidak, aku tidak boleh menangis lagi.

Perhatianku teralihkan oleh ponselku yang berbunyi di meja. Aku merenyit ketika ternyata Bubu mengirimiku pesan.

"Jangan lupa untuk makan, jika kau memang ingin mati maka jangan menyusahkan orang-orang di apartemenmu."

Aku tersenyum miris. Ini sebuah perhatian yang selalu ditunjukkan oleh Bubu. Jika orang lain bilang setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkan rasa sayangnya, maka Bubu selalu menunjukkan rasa sayangnya kepadaku seperti ini.

Tanganku hendak menekan tombol kembali, tapi pandanganku tersedot pada profil Bubu yang sudah berubah lagi. Aku sebenarnya bukan tipe orang yang penasaran dengan hal-hal kecil seperti itu. Tapi kali ini aku merasa penasaran, lantaran aku melihat itu seperti sebuah foto pernikahan.

Dan ponselku pun terjatuh dengan cepat ke lantai setelah melihat foto tersebut. Foto Mark dengan tuxedo hitam tengah menggandeng Jaemin yang mengenakan tuxedo bewarna senada di sebuah acara yang terlihat seperti acara pernikahan.

🍁

×

🍁
TBC

The Wishing Tree | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang