23

1.5K 204 6
                                    

"Haechan!"

Aku menoleh, menatap Minhyung yang baru saja menyapaku dari depan rumahnya. Ia terlihat melambaikan tangannya dengan sangat ceria. Tanpa berniat ikut melambaikan tangan, aku punya hanya tersenyum kearahnya.

Entah apa yang sedang dilakukan Minhyung disana. Aku tidak pernah mengerti apapun yang dilakukan lelaki itu. Semuanya terasa aneh dan ... entahlah.

"Kak," panggil Chenle sambil berjalan ke arahku. Dia tiba-tiba menunjukkan layar ponselnya ke depan mukaku. Aku heran, namun pada akhirnya aku terkejut. "Kak Mark mengirimiku pesan," kata Chenle memperjelas hal yang kulihat.

"Jaga dirimu baik-baik"

Aku menaruh penyiram tanaman yang semula berada di genggamanku. Dengan penasaran aku pun mengambil alih ponsel Chenle untuk menghubungi Mark. Entah dorongan dari mana mataku malah menoleh ke arah Minhyung yang masih terduduk di tempatnya bertemankan koran.

Aku merenyit ketika operator mengatakan jika nomor itu sudah diblokir. "Apa kau mempunyai nomor Minhyung?" tanyaku pada Chenle.

Lelaki itu mengangguk. "Tapi beda dengan nomor Kak Mark," jawabnya seolah mengerti apa yang sedang ku pikirkan saat ini.

Aku memutuskan panggilan dan memilih untuk mengecek profil Mark. Fotonya sudah diganti dengan sebuah gambar pemandangan sebuah pantai di siang hari. Padahal terakhir kali dia memasang foto kami berdua.

Aku ingin berpikir sesuatu yang baik, tapi rasanya kali ini aku benar-benar harus mengatakan jika Mark memang masih hidup dan dia telah membohongiku.

Dengan perasaan campur aduk, aku terduduk lemas di rerumputan. Chenle terlihat terkejut, namun setelah memastikan aku baik-baik saja ia kemudian memelukku.

"Aku sangat menyayangi kak Mark, tapi kenapa dia seperti ini?" tanyanya dengan suara yang bergetar.

Aku memejamkan mata, menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mataku. "Kita harus melupakan dia. Sekarang kau memiliki aku. Jadi jangan khawatirkan apapun lagi, oke?" kataku berusaha menguatkannya sekaligus menguatkan diriku sendiri.

Tanpa sengaja, mataku melirik Minhyung yang masih fokus dengan koran di genggamannya. Aku berharap wajahnya akan berubah dalam semalam, karena setelah ini aku tidak ingin lagi melihat wajahnya.

Tapi sepertinya Tuhan memiliki rencana lain. Sorenya aku terjebak hujan bersama Minhyung di depan toko roti. Aku sempat mengumpat pada diriku sendiri yang tiba-tiba menginginkan roti dari toko milikku sendiri, padahal aku bisa memintanya kapanpun aku mau.

"Wah, ternyata kau pandai berbisnis juga," kata Minhyung yang tengah memakan rotinya di hadapanku. Sedangkan aku hanya tertawa renyah mendengarnya. Ini benar-benar menyebalkan!

Hatiku tak henti-hentinya berterima kasih ketika Jisung ternyata datang untuk menjemputku. Setidaknya dia menyelamatkanku dari neraka dunia. Aku baru akan bangkit menghampiri Jisung, tapi tiba-tiba aku merasa tidak enak pada Minhyung. Bagaimana pun kami adalah tetangga, Minhyung tidak bersalah disini. Aku hanya membencinya karena fisiknya yang menyerupai Mark.

Aku terdiam sebelum akhirnya menarik napas panjang. "Belilah lagi satu payung," kataku pada Jisung. Dengan sedikit bingung, lelaki itu pun menghampiri minimarket yang berada di seberang jalan untuk membeli payung.

"Kenapa kau tidak pulang?" tanya Minhyung yang sepertinya ikut kebingungan. Dan aku hanya menarik kedua bahuku untuk menjawab pertanyaan itu. Memang terkesan tidak sopan, tapi aku rasa dia akan mengerti suatu saat nanti.

Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Jisung kembali dengan tiga buah payung di genggamannya. Aku mengambilnya dua untuk diberikan pada Minhyung satu.

"Untukku?" tanya Minhyung terkejut.

Aku menatapnya kesal. Memang dia pikir untuk siapa lagi?

"Terima kasih," kata Minhyung sambil mengambil payung yang ku sodorkan. Setelah itu aku berjalan mendahului keduanya, aku harap Jisung mau menjelaskan keadaanku pada Minhyung. Sehingga kami tidak perlu bertengkar karena hal sepele seperti ini.

🍁

×

🍁
TBC

🍁TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

The Wishing Tree | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang