24

1.5K 209 22
                                    

Aku terdiam menatap foto yang terselip di notebook milikku. Bukan tanpa tujuan aku menyimpannya disana, karena setiap aku melihat foto itu hatiku selalu terasa menghangat. Mengingat betapa bahagianya aku saat pertunangan itu.

Rupanya aku sudah sangat terbutakan oleh Mark, hingga aku merasa jika dia adalah hidup dan matiku. Dulu aku bahkan berharap kami dipersatukan kembali di kehidupan selanjutnya. Kini semuanya terasa monokrom, bahkan nyaris tak berwarna.

Pelukan kami merenggang. Aku mendongak, menatap mata tegasnya. "Katakanlah jika kau memiliki sebuah masalah. Aku tidak akan menuntutmu untuk menceritakannya padaku, karena aku tau jika yang kau butuhkan hanyalah sebuah sandaran. Lalu, untuk apa keberadaanku disini jika tak ada manfaatnya bagi hidupmu?"

Ya, keberadaannya memang begitu bermanfaat untuk hidupku. Tapi hanya sementara dan aku membencinya.

"Seberapa banyak kau mencintaiku?" tanyaku tiba-tiba. Entahlah, sepetinya aku sedang bosan sehingga bertanya hal-hal yang sebenarnya tidak harus ditanyakan.

"Kau lihat," katanya sambil menunjuk ribuan bintang di langit. "Kau akan mengetahuinya dengan menghitung mereka."

"Sangat banyak?" kataku ragu dengan jawabanku sendiri.

Mark menggeleng membuatku kecewa. "Cahaya serta jumlah mereka tidak ada apa-apanya di bandingkan rasa cintaku kepadamu."

Aku bahkan tidak pernah menyangka jika ucapan semanis itu merupakan sebuah kebohongan yang sialnya aku pun terbuai oleh sikapnya.

Terdengar Mark menghela napasnya dengan tangan yang masih mengaduk bubur dihadapannya. "Aku sudah melarangnya. Kenapa kau masih berdiet?" tanyanya yang terdengar begitu kecewa sekaligus cemas.

"Aku hanya tidak ingin kau menanggung malu ketika berjalan bersamaku jika tubuhku melebar walau sedikit saja," jawabku dengan nada yang masih sangat pelan.

"Aku mencintaimu apa adanya, Fullsun. Aku bukan laki-laki berhidung belang yang memusingkan masalah bentuk tubuh kekasihnya," katanya selembut pergerakan tangannya di kepalaku.

Memang ku akui jika Mark belum pernah 'menyentuh'ku seperti pasangan pada umumnya dan aku cukup merasa terhormat akan hal itu dulu. Tapi entah kenapa sekarang aku berpikir, dia tidak pernah 'menyentuh'ku karena dia memang tidak mencintaiku. Sebagai gantinya dia selalu mencium bibirku untuk menunjukkan jika dia benar-benar mencintaiku.

"Berjanjilah untuk selalu menghubungiku?" kataku akhirnya dengan jari kelingking yang kuarahkan kepadanya.

Mark tersenyum. Ia menyambut kelingkingku dengan kelingkingnya. "Janji!"

"Jangan pernah meninggalkanku?!"

Bukannya menjawab, ia malah memeluk tubuhku.

"Hey! Ayo berjanji untuk tidak meninggalkanku!" kataku disela-sela pelukan yang kami lakukan.

Mark malah menggerakan pelan tubuhku didalam pelukannya. "Kau sangat cerewet!"

Aku semakin terisak. Kenapa aku sebodoh itu hingga tidak merasakan hal aneh waktu itu. Mark bahkan tidak mau berjanji dan malah mengalihkannya pada hal lain. Seharusnya aku pahami hal itu dulu!

Dengan emosi yang sudah memuncak, aku melemparkan semua barang-barang di dekatku ke segala arah. Bahkan tanpa ragu aku menghancurkan pigura yang menampilkan momen bahagiaku bersama Mark.

 Bahkan tanpa ragu aku menghancurkan pigura yang menampilkan momen bahagiaku bersama Mark

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Wishing Tree | MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang