[11]

1.1K 143 46
                                    

"Coba pake ini." Ten menyerahkan kemasan kotak kecil berwarna putih pada Taeyong.

"Ini... test pack, kak?"

"Iya, coba kamu periksa. Dokter bilang ada kemungkinan mas Jaehyun ngalamin morning sickness karena istrinya lagi hamil. Aku ga mungkin, berarti mungkin itu kamu."

Taeyong terdiam. Apa benar ia hamil? Tapi ia yang paling tahu tubuhnya. Kalau ia benar hamil, pasti ia pun merasakan tanda-tandanya. Lagipula ia sudah berjanji pada Ten agar tak memiliki anak dengan Jaehyun dalam waktu dekat. Ia sudah mencoba berhati-hati, meskipun ada satu-dua kali ia dan Jaehyun kelepasan, tapi masa iya langsung...?

"Ga mungkin, kak." Taeyong menyodorkan kembali kotak test packnya pada Ten. "Dokternya salah kali. Aku ga mungkin hamil secepet itu. Lagian aku juga ga ngerasain apa-apa."

Ten memutar mata. "Apanya yang ga mungkin, Yong? Kalian aktif berhubungan kan? Lagian kamu orangnya subur. Buktinya kamu bisa dihamilin sampe tiga kali sama mantan kamu!"

Yang terakhir dikatakan Ten itu fakta, tapi entah kenapa rasanya begitu menyakitkan didengar Taeyong. Seperti Ten sengaja menyinggung aibnya. Bagaimana kalau didengar anak-anak? Mereka mungkin belum mengerti, tapi mereka bisa bertanya-tanya. Apalagi Jeno. Bagaimana perasaannya jika ia tahu ia lahir dari kesalahan orang tuanya?

Karena Taeyong tampak sibuk dengan pikirannya sendiri, Ten memaksakan kembali kotak test pack itu ke dalam genggaman Taeyong. "Kamu coba dan kamu buktiin, kamu masih pegang janji kamu ke aku atau ngga."

.
.
.

Seharian itu Taeyong tidak fokus bekerja. Banyak lamunan yang terselip di antara kerjanya. Dan itu tak luput dari perhatian Johnny.

"Woy, mikirin apa?" Sentak Johnny seraya mengagetkan Taeyong. Yang dikageti tentu saja terkejut. Ia bahkan sampai menjatuhkan berpuluh-puluh lembar kertas yang baru saja difotocopy.

"Eh, kamu beneran kaget ya? Maaf deh, maaf." Dengan sigap Johnny membantu Taeyong membereskan kertas-kertasnya. Setelah berdiri lagi, barulah Taeyong membalas perkataan Johnny.

"Gapapa Pak, emang saya lagi ngelamun aja."

"Banyak pikiran lagi?" Entah kenapa Johnny merasa sering mendapati Taeyong banyak pikiran, memangnya hidupnya seberat apa sih?

Taeyong tidak memberikan jawaban lain selain gelengan lalu berlalu dari hadapan Johnny. Tapi rasa penasaran membuat laki-laki jangkung itu mencekal lengan Taeyong dan dengan tampang tak bersalahnya ia menawari, "ngopi yuk?"

.
.
.

"Pernah ga sih Pak ngerasa harus ngelakuin sesuatu tapi takut sama hasilnya nanti? Kayak kalo dapat hasil A, lega sih tapi kecewa juga, kalo dapet hasil B, seneng tapi merasa bersalah. Tapi kalo ga dilakuin jadi bikin kepikiran terus."

"Kamu mau nembak orang ya?"

"Astaga, mana berani saya bunuh orang, Pak!"

"Nembak nyatain perasaan Taeyong, bukan bunuh orang duh, please lah, kopinya diminum dulu deh jangan cuma diputer-puter aja. Biar fokus."

"Hehe..." Taeyong meneguk sedikit cairan hitam itu sebelum melanjutkan. "Ya bukan nyatain perasaan juga sih. Intinya ada lah, tapi maaf saya ga bisa kasih tau bapak."

"Taeyong bisa ga, ga usah manggil aku bapak? Kayaknya aku ini tua banget loh. Panggil mas kek, atau abang juga okelah."

"Bang Johnny?"

"Nah gitu lebih enak. Kayak baru kenal aja, gausah formal-formal lah di antara kita."

"O-oke, bang."

In Between [JaeYong version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang