[16]

1.1K 126 37
                                    

"Iya mas gapapa, kalau urusan kerjaan mau gimana lagi? ... Iya aku gapapa kok, ada ibu sama bibi yang bantu-bantu di sini... Jadwal operasinya baru keluar kalo donornya udah siap... Iya, selamat tidur juga mas..."

Ten memutuskan sambungan telepon dengan napas berat yang terhembus. Sepertinya ia harus bersabar lagi. Jaehyun belum bisa menyusulnya ke Singapore. Tak ada yang bisa menggantikan Jaehyun di kantor karena Taeyong sedang beristirahat. Seluruh pekerjaan di kantor harus di-handle oleh Jaehyun sendiri.

"Apa lagi alesannya sekarang?"

"Bu... Mas Jaehyun bilang bakal nyusul kalo jadwal operasinya udah pasti kok."

"Alesan dia aja itu, Ten. Pasti sekarang dia lagi seneng-seneng sama istri mudanya. Kalau kamu emang masih jadi prioritasnya, dia pasti bakal nyusul ke sini, seenggaknya sehari, buat mastiin kamu krasan dan nyaman di sini."

"Bu... Jangan mikir negatif terus ke mas Jaehyun dong. Selama aku dirawat kemarin juga dia hampir selalu di rumah sakit nemenin aku. Menurut ibu itu belum cukup?"

"Haaah... Susah ngomong sama kamu. Ibu udah ingetin berkali-kali loh. Jangan nyesel nanti-nanti."

Ten memandang sendu ibunya yang pergi meninggalkan kamar rawatnya. Ia memang masih memegang teguh kepercayaan pada Jaehyun. Tapi, terus-menerus mendengar omongan seperti itu dari ibunya, ia bisa menjadi ragu juga.

.
.
.

"Udah habis sarapannya, mas?"

Jaehyun menoleh masih dengan piring dan spons cuci piring terpegang di tangannya. "Iya, udah. Jeno juga udah selesai makan." Jaehyun mengedik pada Jeno yang sedang memakai kaus kaki sendiri.

"Udah mas biarin aja, nanti aku yang cuci-"

"Ngga, ngga, kamu duduk aja. Tadi udah maksa masak sarapan. Cucian piring urusan mas."

Jaehyun tak mungkin tega. Taeyong baru selesai muntah-muntah di kamar mandi setelah membuat sarapan, masa ia biarkan cuci piring juga.

"Mas, aku ikut masuk ya hari ini?"

"Ngga, Yong. Istirahat sehari lagi aja ya? Kamu dapet jatah cuti lima hari kok. Manfaatin baik-baik buat pulihin badan."

Taeyong mendengus karena tak mendapat inginnya. "Tapi di rumah terus malah ngerasa ga karuan. Kalo kerja pikiranku jadi teralih ke kerjaan. Gapapa ya mas?"

Jaehyun ingin menggeleng lagi, tapi Taeyong lebih dulu menyambar. "Mas kasian sama aku, tapi aku juga kasian sama mas. Weekend juga tetep berangkat ke kantor sampe ga bisa jenguk kak Ten. Aku kan sekretaris mas, kalo aku ngga ada, mas pasti kelabakan lah."

Jaehyun tak bisa melarang Taeyong lagi kalau orangnya sudah bersikeras. Lagipula Taeyong memang bukan orang yang selemah itu. Ia-nya saja yang khawatir berlebihan. Tapi usahanya memanjakan Taeyong selama beberapa hari ini sepertinya berhasil. Taeyong tak lagi menyalahkan dirinya atas kejadian beberapa hari yang lalu dan mulai kembali menjalani aktivitas normalnya. Mungkin memang sebaiknya ia biarkan saja Taeyong kembali bekerja.

"Yaudah, sana ganti baju. Masa ke kantor mau pake kolor sama kaos oblong?"

"Hehe, tunggu bentar ya mas. Mas panasin mobil aja dulu."

Taeyong bergegas ke kamar, menutup pintu rapat dan mulai memilah pakaian kerjanya hari ini. Satu hembusan panjang lolos dari bibirnya. Setidaknya hari ini ia bisa sejenak melupakan permintaan ayah Ten yang telah mengoyak hati dan pikirannya.

.
.
.

"Saya udah denger cerita kalian. Dari sisi Ten dan dari sisi Jaehyun. Saya juga mau denger dari sisi kamu..."

In Between [JaeYong version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang