[10]

1.2K 144 33
                                    

"Mas, bener-bener ga ada cara lain selain nikahin Taeyong? Rumah tangga kita mas taruhannya. Salah-salah bisa hancur!"

"Ten... nasib Taeyong jadi begini itu juga gara-gara mas. Semua penderitaan yang Taeyong alami itu secara ga langsung karena mas yang ninggalin dia dulu. Oke, mas akui mas emang masih cinta sama Taeyong. Tapi ada alasan yang lebih urgent dari itu. Dengan nikahin Taeyong, mas yakin bisa lindungin dia sepenuhnya, terutama dari si brengsek yang udah ngerusak Taeyong. Sekarang saatnya mas menebus kesalahan mas ke Taeyong dulu. Mas mau bayar tahun-tahun penuh penderitaan Taeyong dengan tahun-tahun penuh kebahagiaan. Kamu yang harusnya paling paham itu, Ten."

Ten paham. Ya, ia sangat paham. Meski tak menyebut dirinya sama sekali, Jaehyun pasti ingin mengatakan karena Jaehyun memilih dirinya dululah Taeyong mengalami nasib yang mengenaskan. Iya, ialah yang salah di sini. Ia yang egois dulu. Ialah yang harusnya tahu diri. Ia tak boleh lagi menghalangi kebahagian Taeyong dan Jaehyun.

'Begitu kan maksudmu mas?'

.
.
.

Ten mendapati dirinya terbangun dengan linangan air mata di pipi. Sudah seminggu dan tidurnya masih terusik oleh mimpi buruk yang sama. Jaehyun menduakannya. Harusnya itu memang hanya mimpi buruk, tapi nyatanya tidak.

Ten mendapati tempat kosong di sebelahnya yang terasa dingin. Tentu saja karena tempat itu telah kehilangan penghuninya. Memang tidak setiap malam. Tapi setiap pagi ia terbangun tanpa teman tidur, hatinya terasa diremas dengan kuat. Sakit.

Ten memaksa tubuhnya untuk bangkit. Bahkan di keadaan paling menyedihkan sekali pun, seorang ibu harus kuat. Ia harus membuatkan sarapan untuk putra tercintanya. Mungkin juga untuk suaminya, dan madunya. Ah, Ten kadang masih tak rela menyebut itu. Laki-laki baik yang sudah ia anggap adik sendiri ternyata diam-diam menusuknya dari belakang.

Inikah karma untuknya?
.
.
.

"Wah, nasi goreng! Jeno, sini deh. Kamu belum pernah cobain ini kan? Nasi goreng bunda aku yang paling enak loh!"

Jaemin menarik tangan Jeno yang masih setengah terpejam dengan antusias. Anak itu akhir-akhir ini menjadi lebih bahagia karena mendapati temannya kembali tinggal serumah dengannya. Ia memang tidak terlalu paham soal apa yang terjadi di antara orang tua mereka. Yang ia tahu hanya mereka akan tinggal bersama lagi mulai sekarang. Itu sudah cukup membuatnya merasa bahagia. Terlebih setelah kedua orang tuanya selalu membantah setiap kali ia meminta seorang adik.

"Iya Jaemin, iya..." Jeno hanya membalas sekenanya sambil mengikuti yang lebih pendek duduk di meja makan.

Kehadiran dua bocah kecil itu diikuti oleh dua orang dewasa lainnya yang tampak segar. Segar karena baru memadu kasih sayang semalam.

"Hmm, baunya enak banget, Ten. Kapan nih buka restoran nasi goreng?" Canda Jaehyun sambil menyendok sesuap penuh ke mulutnya.

Ten seperti biasa selalu lemah akan pujian dari Jaehyun, tapi ia mati-matian menyembunyikan senyumnya. Ia sudah cukup berbangga karena memiliki satu kelebihan dibanding si istri kedua. Setidaknya ia pandai memasak nasi goreng.

"Enak banget, kak. Ini nasi goreng Thailand ya? Kasih tau resepnya dong, kak?"

Ten mendecih dalam hati. Mana mungkin ia mau berbagi kelebihan itu dengan madunya. Tapi tentu saja bukan kalimat itu yang keluar dari mulutnya, melainkan kata-kata manis. "Iya nanti ya kalo kamu libur. Aku ajarin bikin nasi goreng begini."

Yang lebih muda bersorak dengan senyum lebarnya. Ia bersorak bukan hanya karena akan diajarkan memasak, tapi juga karena sosok kakak yang dikaguminya itu telah kembali. Ten telah berhenti bersikap dingin padanya. Mungkin ini memang saatnya mereka berdamai dan hidup bahagia bersama.

In Between [JaeYong version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang