Empatpuluhempat 🍁

21 4 0
                                    

Hari pertama aksi baru dari rencana Aziz dan Eca. Rencana ini mereka rencanakan tanpa sepengetahuan Mitra.  Mereka hanya berdua saja yang tau.

Di sekolah, Eca tak menemui Mitra seharian. Dia malah mencari Lisa dan juga Vivi pasangan dari kedua belah pihak. Kayak mau nikah aja.

Yang pertama Vivi. Adik kelas Eca, cewek yang cantik nya di bawah Mitra itu harus di ajak kerja sama. Eca mencari tau kelas dan juga kantin yang sering Vivi nongkrong. Di sinilah dia, kelas lps.

Eca masuk tanpa mengetuk pintu.

"Hai." sapa Eca lirih.

Seisi keles terlihat menunduk dengan kertas di depan mereka. Kelas itu sunyi tiada kegaduhan seperti anak lps lainnya. Wajar sih. Ini itu jam pelajaran sedang berlangsung. Matilah Eca Evalinda, di depan sana sudah ada guru killer yang memiliki mata empat.

"Anak kelas mana kamu? Tidak tau sopan santun," ucap pak guru.

"Anak kelas pintar pak. Sorry salah masuk tak kirain toilet."

Tanpa aba-aba langsung saja Eca keluar lagi. Ia lupa kalau jam pelajaran masih tinggal beberapa menit. Lain hal dengan kelas nya yang sedang kosong di akhir bel kemenangan.

"Kamvret nya elo Ca. Gimana si main nyelonong aja ke kelas orang." beo Eca menjitak kepala nya sendiri.

Di lain sisi. Mitra sang sahabat sedang marayakan hari kamis, hari dimana ia harus tersenyum manis. Ia bisa melupakan masalah yang dari level tingkat tinggi hingga ke rendah dengan hitungan detik saja.

Bel istirahat baru saja berbunyi. Mitra melenggang keluar menenteng satu buku novel, lalu dengan bahagia menuju taman belakang sekolah. Tempat diamana keluh kesah akan Mitra curahkan dengan senang hati.

Perjalanan menuju taman belakang sangat menyenangkan, dimana Mitra mendapat pujian dari beberapa cowok yang melintas. Hari ini Mitra tampil beda dari sebelum nya. Yah, intinya berbeda dari model jala nya, hingga model rambut nya. Kini tampak lebih dewasa, dan feminim banget. Entah mimpi dari mana. Mitra hanya ingin memulai semua nya dari awal.

Ketika di persimpangan antar menuju kantin dan taman belakang sekolah, Mitra bertemu pandang dengan Bastian. Dia sendirian, untung saja Mitra bisa mengatur sikap di depan nya.

Mereka yang sama-sama berhenti, dengan saling menatap tapi tanpa pembicaraan. Melirik sebentar lalu, Mitra melintas begitu saja.

Bastian yang sadae dengan Mitra yang cuek, berbalik badan lalu ia menarik lengan Mitra sedikit lebih kuat. Sehingga Mitra jatuh ke pelukan sang pangeran nya lagi.

Cepat-cepat Mitra menjauhkan badan nya, lalu menatap datar.

"Ada apa narik-narik. Gue bukan kambing ato sapi."

Bastian senyum tipis. Bahkan nyaris tak terlihat, tapi ganteng kok.

"Lo emang bukan kedua nya. Tapi lo bidadari kan?"

"ADA APA?" segah Mitra cepat.

Ia tak mau mendengar kata bidadari dari mulut yang bukan pangeran nya lagi.

"Galak amat sekarang."

Mitra membuang muka ke lain arah. Oke Bastian paham. Mitra lagi tak suka berbasa-basi.

"Lo mau ke taman ya? Gue ikut boleh? Tapi gue beli es crem dulu." tawar Bastian menggiurkan telinga yang mendengar nya.

Es crem? Kok rasanya hati gue pengen banget bilang lya.

"Iya. Gue tunggu."

Tukan. Mulut gue bilang mau, liat aja Bastian malah menang hari ini. Ahh gue kalah telak sama es cream.

***

"Nih."

Satu es cream rasa coklat sudah ada di depan Mitra, dengan Bastian yang membawakan nya. Langsung saja Mitra meraih nya, hingga melepaskan novel yang sedang ia baca.

"Lo masih bisa di suap pake es cream?" tanya Bastian di sela ia memakan es cream.

Mitra masih terdiam. Dia sibuk ngomel sendiri di dalam hati sambil menghayati kenikmatan es cream.

"Mit. Pulang sekolah bareng siapa?"

Mitra menoleh, ia tau pasti Bastian akan ngajak Mitra barengan.

"Bareng Eca. Kenapa?"

"Kalo bareng gue gimana?"

"Lo gimana si? Kalau ngajak cewek itu satu-satu. Jangan dua-dua nya sekaligus lo embat." cerca Mitra mulai kesal.

"Maksud lo?"

Masih aja banyak tanya.

"Vivi mau lo taroh di bakasi ha?"

"Gue..nggak ngajak Vivi. Gue cuma ngajak lo doang."

"Kalo Vivi sakit hati lit lo dekat gue gimana? Gue tau rasa nya kek gimana. Nggak kayak lo."

Bastian paham sekarang. Mitra yang di kenal nya dulu tak punya perasaan, sekarang cewek di hadapan Bastian sedang merasakan tak enak hati bila Bastian dekat dengan cewek selain Mitra.

"Lo suka sama gue Mit?" tanya Bastian.

Mitra malah mengangguk tapi ia tak berani berucap.

"Vivi bukan siapa-siapa gue. Tapi lo orang yang spesial bagi gue," ungkap nya.

Mitra melirik menatap haru melihat Bastian yang benar-benar mengungkapkan perasaan nya. Kedua bola mata nya tampak serius, raut wajah Bastian juga tampak tidak sedang bercanda.

"Sebenarnya gue emang sayang sama lo Mit tapi gue berusaha mengalihkan perasaan gue buat lo, karna yang gue tau lo itu ngga pernah serius sama seseorang."

Sejahat itukah penilaian orang lain terhadap Mitra.

"Tapi gue juga bisa sayang sama seseorang Bas," kata Mitra.

"Dan lo juga baru sadar sekarang kan? Setelah gue dan Ando ninggalin lo."

Mitra menggeleng. Tidak benar! Dari awal bukan kah Mitra sudah punya rasa sayang pada Bastian cuma saja Mitra tak berani menuturkan. Perasaan memang tak bisa di bohongi.

"Lo masih sayang ngga sama gue Bas?" tanya Mitra haru.

Kedua mata Bastian tampak meredup. Bagaikan melihat pesona bintang di siang hari, tidak terlihat karna kalah oleh sinaran matahari. Begitu pula harapan Mitra untuk mendapatkan sosok pangeran di hati nya.

Bastian menggenggam tangan Mitra erat, lalu tersenyum kecut.

"Maaf gue udah mati rasa sama lo. Selama ini gue berharap tapi selalu sia-sia. Lo bahkan sering menganggap perasaan gue ngga penting bagi lo."

Tangan yang semula ia pegang, kini telah lepas. Seakan-akan Bastian memang benar ingin pergi dari kehidupan seorang Mitra.

Pelupuk mata Mitra mulai basah. Air mata nye perlahan menetes dengan kondisi tubuh yang seakan lemah tak berdaya. Bukan ini yang Mitra inginkan. Bukan perpisahan! Tidak adakah kesempatan kedua untuk dirinya memperbaiki sifat buruk yang terus melekat pada raga nya.

"Lo...ng...ngga..kk ng..asih gue ke..sempatan Bas?" tanya gugup Mitra.

"Lain waktu Mit, sampai hati gue benar-benar punya perasaan sama lo. Sampai di mana lo bisa mengbargai perasaan orang lain," ujar Bastian memalingkan mata yang sempat berkaca-kaca.

Mungkin ini kenyataan pahit baginya, bukan hanya bagi Mitra seorang.

Bastian pergi meninggalkan Mitra, meninggalkan luka yang tak sempat ia balut dengan sayang. Bahkan Mitra baru sadar bahwa dari dulu luka yang di sembunyikan pangeran nya memang ada.



















TBC

Tidak Serius [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang