Balik kerumah dengan muka masam. Itulah salah satu cara Papa Zailani mengetahui bahwa putri sulung nya sedang di rundung kesedihan.
Zailani Papa Mitra mengalihkan mata yang semula fokus pada laptop menyelesaikan pekerjaan, kini ia malah berdiri bangkit menghampiri sang anak malang. Duhh anak malang!
"Mitra." panggil sang Papa.
Tas yang tampak enteng ketika kata malas tak ada, kini tas itu tampak sangat berat seakan di dalam nya menaruh 2kg bawang merah.
Mitra menoleh malas dengan pelupuk mata yang berat untuk ia buka lebar.
"Ada apa Pa?"
"Pulang nya kok lama?"
Papa meraih pundak Mitra, merangkul tas nya lalu menyuruh Mitra duduk terlebih dahulu. Mitra pernah dulu waktu umur beranjak dewasa, situasi nya juga sama seperti ini. Seumur hidup Mitra hanya menampilkan muka masam ketika hati nya benar-benar berantakan.
"Duduk ya! Papa ambilin kamu minuman segar." seru Papa dengan senyum semangat nya untuk Mitra.
Mitra kembali menghempaskan tubuh mungil di sofa berwarna putih bersih. Di depan Mitra terpampang jam dinding berukuran besar terdapat bingkai foto yang mengingatkan nya kepada sang Mama.
Mitra tersenyum kecut mengingat betapa besar rasa cinta yang hatinya punya untuk seseorang. "Mama pernah ngga sakit hati karna di tinggalkan oleh orang yang kita cintai pergi?"
Mitra bertanya bak seperti sosok sang Mama berada di depan nya. Mitra kembali tersenyum pahit mengingat dalam akhir-akhir ini sudah berapa kali ia mendengar kata maaf dan kata menyakitkan hati.
"Maa..." kata nya lirih.
"Mitra udah besar. Tapi Mitra masih bisa nangis kok. Maafkan Mitra."
Setetes air mata luruh dari ujung mata lentik Mitra di susul air mata berikutnya yang mengalir dengan perasaan hati yang sakit
"Mitra pernah cinta sama seseorang. Dulu waktu Mitra masih menganggap cinta itu hanya hal biasa. Setelah sekarang Mitra sadar bahwa cinta harus menggunakan perasaan. Di situlah Ma Mitra ngerasa cinta udah ngga layak berada di hati Mitra."
Foto sang Mama tampak tersenyum manis. Berbeda dengan sang anak yang sekarang sudah merasakan bermacam perasaan aneh di hidupnya.
Ingin Mitra bercerita panjang lebar pada sang Mama. Tapi terlihat Papa nya sudah datang dengan membawa minuman beserta camilan.
Zailani menatap putri kesayangan nya lekat-lekat. "Sayang. Kamu pilek ya? Mata kamu kok merah? Abis nangis?"
Mitra menjatuhkan tubuh nya ke dalam pelukan sang Papa. Tidak ada orang lain lagi yang bisa menguatkan hati seorang anak jika bukan orangtua.
"Hei kamu kenapa nak?"
"Mitra lagi banyak masalah Pa."
Dengan ucapan yang tersendat-sendat. Sang Papa berusaha menenangkan putri nya.
"Cerita sama Papa. Apa yang membuat kamu jadi sedih?"
Masih memeluk sang Papa, Mitra mulai menceritakan masalah nya mulai dari Ando yang pergi, lalu Bastian yang meninggalkan. Di antara kedua nya sulit untuk Mitra tentukan siapa yang benar-benar ingin ia salahkan di depan Papa nya.
"Bastian yang pernah Mitra suka sekarang dia malah pergi Pa."
"Bastian? Siapa itu?" tanya Papa.
Tentu nya Papa tak pernah tau. Karna Mitra sering membawa teman ke rumah, tapi Papa yang sering ngga ada di rumah.
"Dia dulu teman Mitra. Tapi setelah lama berteman Mitra jadi suka sama dia," ujar nya berterus terang.
"Dia suka ngga sama kamu?"
"Kata nya sih suka. Tapi dulu Mitra pernah main-main sama dia. Setelah Mitra menaruh hati, dia malah sebaliknya."
"Intinya sekarang dia masih suka ngga sama kamu?"
Mitra berfikir lagi. Setau Mitra perlakuan Bastian selama ini memang menunjukkan perhatian pada nya. Mereka juga kadang dekat walau sedang bermasalah dengan hati nya masing-masing.
"Kayak nya sih iya. Kalau Mitra udah serius sama perasaan Mitra sendiri. Kata nya sih gitu Pa. Maksud nya apasih?"
Ternyata selama ini Mitra sama sekali belum paham mengenai kata serius yang sering kali Bastian ucapkan.
"Cinta itu memang perlu keseriusan sayang. Jika kamu memang suka sama Bastian, maka kamu mantapkan hati kamu cuma satu orang."
"Hanya boleh satu orang?"
"Iya. Karna itulah tanda bahwa kamu memang serius dalam hubungan."
"Pantesan. Mitra suka sama Ando juga. Jadi Mitra harus suka nya sama Bastian aja ya Pa?"
"Benar." bela Papa.
"Jadi?" tanya kepo Mitra untuk kelanjutan nya. Sikap dan perilaku apa selanjut nya akan ia lakukan agar Bastian yakin Mitra akan menyukai satu pangeran saja.
"Kamu pikir sendiri."
Papa seraya menampilkan muka berkerut tua nya. Senyum itu lagi-lagi membuat Mitra bangkit bersemangat kembali. Sang motivator andalan Mitra.
"Kasih cara dong Pa. Biar Mitra bisa deketin Bastian lagi."
"Kenalin dia sama Papa."
Mitra mengkerut mundur. Dikenalkan dengan Papa nya? Apakah tahap yang ia jalani sekarang memang sudah masuk ke dalam tahap serius.
"Haruskah?" tanya Mitra
Sang Papa mengangguk.
"Baiklah." jawab ragu Mitra.
Ukiran senyum kembali tersungging di bibir Mitra yang baru saja di kasih saran oleh sang Papa.
Menjelang sore, kekosongan waktu Mitra isi dengan menjelajahi dunia internet.
Mitra mencari informasi terkait tentang masalah perasaan dan cinta. Ia ingin merubah kelakuan serta sifat nya yang tak mengaggap serius suatu masalah. Dari sekian banyak nya Mitra membaca, ada salah satu halaman yang membuat ia tertarik. Mitra membaca dengan teliti secara langsung memahami.
***
Malam ini Mitra telah tampil beda. Baik itu penampilan ataupun cara ia berbicara. Dari sepulang sekolah hingga malam menjelang ia terus mempelajari apa yang tertulis di menurut informasi yang ia baca di google.
Mitra sempat pergi ke salon untuk memotong rambut menjadi pendek setara dengan tengkuk. Muka cantik Mitra tampak membulat semangkin imut terlihat. Sekarang ia mencoba mempelajari cara bica orang dewasa yang bukan seperti anak kecil.
Ya Mitra menjadari nya sekarang. Akhir-akhir ini ia sering ngomong absurd dan tak masuk akal, bahkan konyol sekalipun. Mitra juga marathon nonton beberapa drama mengenai permasalahan anak sekolah yang sedang di landa cinta. Banyak energi negatif yang bahkan tak Mitra ketahui dari drama yang ia tonton.
"Gue akan milikin lo seutuhnya. Hingga laut mengering, hujan tak lagi turun, dan gunung menjadi datar. Cinta gue tetap kukuh buat lo seorang."
Mitra bercengkrama dengan cermin besar yang menampilkan muka serius nya mengenai perkataan yang ia tuturkan barusan.
"Ayo Mitra mulai semua nya dari nol. Anggap saja Mitra yang dulu hanyalah imajinasi semata. Sekarang Mitra yang asli telah lahir ke bumi."
Satu persatu peralatan yang berserakan bekas ia mempercantik diri telah Mitra bereskan. Malan semangkin larut, hingga Mitra merasa ngantuk semangkin lama memikirkan tampilan yang baru pada diri nya.
Mitra segera membasuh muka yang sempat ia poles dengan berbagai macam make up simpanan legend yang tak pernah ia pakai. Setelah itu ia langsung merebahkan tubuh mungilnya di atas kasur empuk.
"Selamat malam Mitra. Semoga lo bisa jalani hari baru lo dengan baik," ucap Mitra seraya memejamkan mata memeluk satu guling kesayangan nya.
Author ingin nya ini cerita cepat selesai. Tapi bingung ending nya mau yang happy ato yang lebih ngena nya ke sad. Bantu saran nya dong😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Tidak Serius [ END ]
Teen FictionKata polos bahkan sering kita dengar di dalam kehidupan nyata, entah itu tentang cewek polos atau lugu. Lalu bagaimana dengan kata polos yang hinggap pada seorang cewek yang mengaku diri nya adalah bidadari. Apakah tingkah polos yang ia perlihatkan...