❀ BAB 018 ❀

1K 141 13
                                    

Genya melangkah sepelan mungkin memasuki taman wisteria di pertigaan. Awalnya ia ingin mampir ke rumah Hannah yang ada di komplek sebelah, tapi malah berbelok saat melihat ada seseorang bermain ayunan di sana.

"Bang Giyuu?" kata Genya kaget sendiri. "Lo ke sini malem-malem, mana sendirian lagi. Keliatan banget kalo gak punya temen. Kalo lo kesurupan gimana coba?"

Giyuu mendongak lemah, lalu menghela napas malas. "Pantesan hawanya gak enak, ternyata elo yang dateng."

"Ck, gue ralat. Setannya lari duluan liat muka lo lebih serem." kata Genya membuat Giyuu mengumpat tertahankan. Tapi cowok itu hanya mengangkat bahu tak peduli, lalu duduk di sebelah ayunan Giyuu.

Dua remaja itu terjebak keheningan. Giyuu ingin menegur tapi sejujurnya juga tidak peduli, lebih ingin Genya pergi tapi tidak enak mengusir. Sedangkan Genya sendiri sedang menyiapkan diri untuk mengatakan sesuatu. Entah apa itu.

Kabar yang diterima Giyuu tadi sore membuat cowok itu tak berdaya. Ada gemuruh di hatinya, entah amarah atau rasa kecewa, rasanya semua jadi satu.

"Lo ngorbanin diri lo buat jadi tumbal?"

Genya tak terkejut saat melihat Giyuu tersentak kaget. Cowok itu malah menghela napas maklum saat Giyuu tertegun lalu mengerjap tersadar setelah beberapa saat.

"Gak usah kaget gitu. Gue baca chat nyokap lo ke nyokap gue. Gue tau ceritanya waktu lo liat tokek merah kebiruan di rumah lo. Waktu lo kabur, tokek itu malah makin besar dan seolah-olah ngejar lo. Udah pasti lo bakal mati gak lama lagi, tapi ajaibnya..."

Giyuu meneguk ludahnya susah payah. Ia tidak bisa mendongak apalagi menoleh. Hanya ingatannya sedikit terlempar pada kejadian beberapa hari lalu yang tidak diketahui siapa pun teman sekolah, apa lagi teman kompleknya. Hanya Sabito seorang yang tahu.

Genya benar. Apalagi yang bisa melihat tokek abnormal itu hanya Giyuu. Ibunya hanya tahu saat melihat gelagat anaknya dan mendengar ceritanya.

"Ajaibnya, lo masih hidup." Genya menekankan kata-katanya sambil mendekatkan wajah. "Jadi, apa yang sebenernya lo lakuin sama macan itu?"

Giyuu perlahan melirik, namun tak berani menjawab. Lidahnya seakan kelu, membuat ia hanya bisa diam melihat tatapan Genya yang penuh selidik. Hingga akhirnya Genya bangkit dan berjongkok di depan Giyuu.

"Tapi sebelum lo lebih jauh lagi, lo harus tau satu hal. Kalo niatannya Bang Douma baik," kata Genya mengalihkan pandangan. "Gue bilang ini karena gue adeknya Bang Sanemi. Abang gue sama Bang Douma itu orang yang paling ngerti soal macan itu lebih dari elo."

"Emangnya kenapa?" Giyuu mulai mengangkat dagu, tangannya mengepal erat seakan mulai terusik. "Emang kenapa kalo gue deket sama Shinobu?"

"Ck, jangan batu. Bang Douma gini buat ngasih lo kesempatan hid—"

"Genya Shinazugawa."

Genya dan Giyuu sama-sama terperangah saat menyadari kehadiran seseorang di belakang cowok itu. Shinobu mendekat lalu sedikit membungkuk. "Gue liat ada cewek rambut blonde di rumah lo, sama Kuroko anak basket juga."

"Hah? Mereka udah dateng? Kok kerkolnya malah di rumah gue?"

"Gak tau. Emang urusan gue?"

Genya berdecak singkat lalu beranjak meninggalkan taman. Shinobu mengikuti arah cowok itu pergi sampai Genya akhirnya sudah cukup jauh. Shinobu pun kembali melirik Giyuu sebentar. "Kalo urusan lo udah selesai, pulang. Kuping lo belum terlalu bud—"

"Lo mau pergi juga?"

"Hm?" Shinobu mengangkat alisnya tinggi.

"Di sini dulu."

Shinobu terperangah saat tangan Giyuu menggapai pergelangannya, mulutnya ternganga kecil. Shinobu memalingkan wajah lalu berdeham sambil melepaskan genggaman itu perlahan. "Jangan gini. Ini gak etis. Gue gak bisa berduaan sama pacar orang."

Giyuu menghela napas. "Pacar apa lagi? Siapa yang fitnah gue? Lo denger dari siapa?"

Shinobu tersentak kaget. Cewek itu terdiam dengan mata yang melebar selama beberapa saat. Hingga akhirnya Shinobu mengerjap tersadar dengan sendirinya. "Ehm, anu. Itu, Douma."

Giyuu mengangkat dua alisnya tinggi. Lalu memalingkan wajahnya dengan sedikit perasaan kesal. Giyuu membuang napas kasar, berarti memang bener kalo Douma mau ngejauhin. Tapi apa tujuannya?

Shinobu tersentak kecil saat Giyuu tiba-tiba berdiri dari ayunan, membuat rantai besi yang menggantung kayu tua itu tergerak pelan. Namun detik berikutnya Shinobu lebih terkejut saat Giyuu menarik Shinobu mendekat lalu menjatuhkan kepalanya di pundak.

Shinobu meneguk ludah. Ia melirik ke samping, mendadak gugup menyadari kening Giyuu yang menempel di pundak kanannya. Persis waktu di bukit dulu.

"Gue gak pernah pacaran sama orang lain. Sejak kita putus, gue belum pernah suka sama orang lain sampe detik ini."

Shinou meremas erat kemeja kotak-kotak gelapnya, tidak tahu harus menjawab apa. Baru kali ini setelah sekian lama akhirnya Shinobu kehilangan kata.

"Di sini, dulu gue pernah bilang gue bakal selalu dengerin elo." kata Giyuu semakin pelan kini. "Sekarang, mau gak lo dengerin gue?"

Shinobu menggigit bibir bawah, lalu menghela nafas singkat. " Iya,"

Giyuu tersenyum getir. Cowok itu menarik nafas dalam, "Papa terancam dipercat, Shin."




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Re-Hi | Giyushino✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang