❀ BAB 023 ❀

949 118 27
                                    

"Apa?" kata Shinobu ketus begitu telepon tersambung. Ia berhenti menyapu dan sedikit menjauh dari kelompok kebersihan reguler Jumat. Supaya tidak terlalu menarik perhatian.

"Lo masih di koridor?"

"Iye nyet. Cepet, apaan?"

"Ambilin buku Detik-Detik gue di laci dong,"

"Anak setan."

"Gue tunggu di Akabane, ya? Babay!"

Shinobu terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya menghela napas lelah. Mitsuri selalu lupa begini, sudah kebiasaan. Shinobu juga sama pelupanya, sih.

Shinobu langsung mematikan sambungan telepon. Ia berjalan masuk ke kelas. Mengambil buku persiapan ujian di laci, lalu langsung berjalan keluar lagi.

"Ta, ntar kalo Pak Daikoku patroli, bilang gue lagi nganterin buku detik-detiknya Mitsuri yang ketinggalan di kelas." pamit Shinobu menepuk pundak Sakuta.

"Titip es degan kalo ada yang jualan, ya." balas Sakuta kemudian naik ke kursi dan mengelap kaca jendela kelas. "Minta sirup, jangan gula aren."

"Iye ah, bawel." sahut Shinobu beranjak pergi. 

Gadis itu melangkah hati-hari menuruni tangga. Tetesan kecil gerimis dari luar membuat lantai menjadi licin. Tapi Shinobu tetap memasang wajah galak. Sudah siap dengan segala ragam omelan dan umpatan kasar kalau sampai bertemu dengan Mitsuri.


❀❀❀


"Eh sat, roknya Depe nyangkut di rantai motor lo, anjir!"

Giyuu menghela napas, berusaha menyabarkan diri. Ia dan beberapa orang di belakang harus menunggu rombongan kelas 11 Bahasa 3 yang memadati satu-satunya jalan keluar parkiran menuju ke gerbang kendaraan keluar di bagian utara area sekolah.

Giyuu menipiskan bibir, kemudian sedikit menunduk. Ia melirik pada tetes hujan yang jatuh di atas adometer motornya. Sebelum perlahan ia melirik ke spion.

Jok belakang yang kosong.

Ada perasaan yang mengusik benak Giyuu. Bayang senyuman seseorang yang pernah duduk di sana terlintas dan terus berputar seperti film hitam putih dalam benak dan pikiran. Pergi ke sana kemari bersama, seperti film romansa. 

Tapi itu dulu. Kalau saja, kalau saja waktu itu Giyuu tidak memilih untuk putus tanpa pikir panjang. 

TIN! TIN!!!

Klaksonan dari belakang menyadarkan Giyuu dari lamunan. Rupanya rombongan 11 Bahasa 3 sudah maju. Giyuu langsung saja melajukan motornya meninggalkan parkiran menuju gerbang timur. 

Tapi Giyuu malah berhenti di depan selasar aula. Ia diam beberapa saat, lalu turun dan mendekati seorang gadis berambut pirang dengan tubuh yang menggigil. Seragamnya basah kuyup. Ia berdiri bersandar pada pilar aula, seperti menunggu sesuatu.

"Nunggu jemputan, Ri?"

Kaori mengerjap kaget saat melihat Giyuu melepas jaket. Jaket biru tua, bukan lagi hoodie biru yang pernah ia pinjam dulu.

"Kak, nggak us—"

"Atasan pramuka lo basah."

Kaori tertegun begitu Giyuu menyodorkan jaket itu. Entah sudah berapa lama Kaori mencoba lari dari semua ini. Tapi hari ini, saat Giyuu kembali berdiri di depannya, Kaori membeku. Tetesan air hujan yang jatuh dari rambutnya, tatapan dingin, serta uluran tangan itu.

Ya Tuhan.

"Saya nggak apa-apa, Ka—"

"Napa jadi formal sih," sambar Giyuu cepat. Ia langsung menyampirkan jaket biru miliknya ke pundak Kaori. "Pake sendiri."

Sungguh, Kaori tidak ingin menangis. Kaori tidak ingin menangis saat melihat Giyuu datang lagi dan menghancurkan pertahanannya. Kalau boleh egois, Kaori ingin cowok sebaik Giyuu tidak bertemu Shinobu Kocho.

"Bisa nggak?" 

"Bisa kok, bisa." Kaori berusaha bersikap tenang. Namun cerobohnya, ia malah tidak sengaja merusak resleting jaket Giyuu. 

"Tuh kan, sini gue benerin."

Kaori refleks menahan nafas saat Giyuu maju selangkah. Giyuu meraih resleting jaket yang sudah terpasang di tubuh Kaori. Kaori termundur kaget, tapi saat ia mendongak, tatapan serius Giyuu membuatnya membeku.

Gerimis yang membekukan. Kaori jadi gemetar sendiri saat beberapa kali jemari Giyuu tidak sengaja menyapa jemari Kaori. Membuat gadis itu semakin salah tingkah dan melepas genggamannya sendiri pada resleting itu.

"Nah, baru bener, kan." Giyuu menatap jatuh pada Kaori setelah selesai membetulkan resleting. "Nunggu supir? Mau gue temenin nggak?"

Kalimat hangat itu. Kalimat setahun lalu. Kalau saja Giyuu tidak jatuh cinta pada orang lain, Kaori bisa mendengarnya setiap hari.


Dan, Shinobu tertawa pelan.

Dari pos satpam, Shinobu sedikit bersyukur. Dengan patah hati yang ini, Shinobu harap ia sudah yakin bahwa ini memang waktunya. Sudah waktunya untuk pergi.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ps: scenenya gue potong sampe shinobu, sisanya gw spill di lapaknya kaori. Hehe bye

Re-Hi | Giyushino✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang