Sepertinya hari ini, untuk pertama kalinya Annasya Syafa Nafeeza atau biasa dipanggil Acha, harus di hukum karena terlambat datang kesekolah. Membayangkannya saja membuatnya merinding, dikarenakan yang menjabat sebagai guru BK sangat galak dan suaranya sangat keras seperti toa masjid.
Setiap murid yang terlambat akan dihukum lari 20 putaran atau hormat bendera di tengah lapangan yang panas, tidak hanya itu setelah pulang sekolah murid yang terlambat diwajibkan membersihkan toilet yang bau, itu semua dilakukan agar murid yang selalu terlambat kapok.
Bagi murid yang sering bikin rusuh, nakal, atau lebih tepatnya badboy dan badgirl biasa saja dan menganggap bodoh amat dengan hukuman yang diberikan guru bagi murid yang terlambat. Bahkan mereka sering kabur dan bolos daripada harus di hukum, nilai turun tidak masalah itu sudah biasa.
Tapi Nasya bukan murid yang nakal dan badgirl, walaupun otak tidak pintar-pintar banget, setidaknya Nasya tidak mau membuat masalah yang mengakibatkan nilainya turun drastis. Nasya malahan ingin masuk tiga besar, walaupun masuk lima besar sudah Alhamdulillah banget dan untungnya Papa dan Abangnya tidak pernah mempermasalahkan peringkat yang dia dapat. Tapi Nasya punya mimpi untuk membuat mereka bahagia dengan peringkat yang Nasya dapat.
Balik lagi ke masalah terlambat. Sepertinya apa yang tidak Nasya inginkan bakalan terjadi, pasalnya mobil Rasya atau Abang Nasya tiba-tiba bocor di tengah jalan, jarak sekolah juga masih jauh, kendaraan umum tidak ada yang lewat, kalau pesan taksi online atau ojek online pasti lama.
"Bang Rasya, masih lama gak?" tanya Nasya yang sudah kesekian kalinnya.
Rasya menghembuskan nafas. "kayaknya masih lama Dek," ucapnya tanpa menghentikan kegiatan mengganti ban mobil.
Nasya melirik jam, di pergelangan tangannya. "Ya... gimana dong bang?, udah lewat setengah 7 lagi."
"Coba kabari teman kamu Dek, suruh anter kamu atau pesen taksi online aja Dek."
"Temen Acha udah pada berangkat bang, trus kalau pesen taksi online keburu telat. Mana hari senin."
"Yaudah tunggu ini aja, gak papa kali kalo telat Dek. Belum pernah kan rasain telat?, satu kali telat gak masalah kali Dek."
Belum sempat Nasya menanggapi ucapan Rasya, terdengar suara klakson motor yang berhenti tepat di depan mobil Rasya, otomatis fokus Nasya dan Rasya teralihkan kepada si pengendara motor besar.
Pengendara turun dari motor dan melepas helmnya, Nasya sempat kaget melihat wajah si pengendara motor, tapi dengan cepat Nasya berusaha biasa saja. Ternyata dia Daffa, si ketua basket yang punya banyak penggemar disekolahnya, karena wajahnya yang tampan dan menawan, tapi sayangnya sifatnya cuek dan dingin, satu lagi wajanya selalu datar.
Daffa berjalan menghampiri Rasya dengan wajah datarnya sembari mengucap salam.
"Waalaikumusalam."
"Eh, lo Daf," ucap Rasya sambil tersenyum ramah yang dibalas senyum tipis oleh Daffa, sangat tipis hampir tidak terlihat.
"Bocor bang?"
"Iyya."
"Biar gue bantu bang," ucapnya menawarkan bantuan.
"Gak usah deh, lo kan mau sekolah entar telat," Daffa mengangguk.
Berasa jadi makhluk gaib, dari tadi berdiri disini, Nasya di cuekin, malah ngobrol bukannya lanjutin ganti ban bocor, bisa telat beneran. Tapi yang membuat Nasya heran, kenapa mereka kelihatan saling kenal? mereka juga kelihatan sangat akrab.
Nasya berdehem cukup keras, untuk mengalihkan fokus mereka berdua, dan berhasil. Mereka berdua menatap kearahnya, ah, bukan. Cuma Rasya yang menatap, sementara Daffa hanya melirik sebentar, setelahnya dia menatap lurus kedepan lagi.
Terlihat berpikir sebentar, setelahnya menatap dua orang di sebelahnya secara bergantian, itulah yang dilakukakan Rasya sekarang.
"Lo mau bantuin gue kan?" pertanyaan Rasya yang ditujukan kepada Daffa, yang ditanya mengangguk saja sebagai jawaban.
"Gantiin gue buat anter Adek gue kesekolah,"
"Yang bener aja, masa gue bareng sama dia," batin Nasya.
"Gak deh bang, masalahnya kita gak saling kenal," Nasya berusaha menolak.
"Masa sih?" Rasya mengerutkan alisnya. "Kalian 1 sekolah, kelas berdekatan, lo IPA 1 kan Daf?"
"Iya bang."
"Tuh Dek, masa gak kenal sih."
Bingung mau menjawab apa. "Ya... bukan gitu bang maksud Acha, kita kenal nama sama muka doang, gak pernah ngobrol atau pun bertegur sapa," ucap Nasya pelan.
"Daffa anaknya baik kok, tenang aja, Abang juga kenal dia."
Abangnya ini memang bener-bener, permasalahannya Nasya malu dan merasa kurang nyaman harus boncengan dengan Daffa. Dia juga tidak mau ditatap sinis dan dilontarkan dengan pertanyaan dan perkataan pedas oleh penggemar Daffa, tapi Nasya bingung mencari alasan apa lagi, lagi pula tidak enak juga, nanti Daffa tersinggung.
"Abang gimana?," Tanyanya setelah dia dan Daffa mengiyakan perkataan Rasya.
"Tenang aja Dek, Abang bisa ganti bannya sendiri, mending kalian berangkat keburu telat," Nasya mengangguk saja menanggapi perkataan Rasya.
Gimana cara naiknya?. Motornya besar banget, susah naiknya, Nasya pakai rok panjang. Tidak ada pilihan lain, terpaksa Nasya memegang bahu Daffa, setidaknya kulit mereka tidak saling bersentuhan, di tengah-tengahnya juga ada tas Daffa yang menghalang, jadi jarak Nasya tidak terlalu dekat dengan Daffa. Setelah berhasil naik, Daffa melajukan motor setelah sebelumnya pamit dengan Rasya.
####
Untung ada Daffa, kalau tidak ada dia, Nasya bisa telat dan dihukum, Nasya merasa berhutang budi dengannya. Walaupun badan terasa pegal-pegal sehabis menaiki motor, tadi diperjalanan kesekolah Daffa bawa motornya dengan kecepatan tinggi, dan hampir saja Nasya terjungkal kebelakang untung refleksnya bagus, jadi Nasya langsung memegang tas Daffa. Maklum juga sih, kalau tidak ngebut bisa-bisa mereka telat.
Dan yang lebih beruntungnya lagi, tadi di parkiran agak sepi, tinggal beberapa murid laki-laki saja yang hampir terlambat yang berada di parkiran. Untung murid laki-laki kalau saja perempuan, sudah pasti Nasya jadi bahan perbincangan satu sekolah. Jangan sampai terjadi, bisa-bisa Nasya di bully para penggemar si ketua basket itu, karena tidak rela idolanya membonceng perempuan.
Pemikiran yang terlalu berlebihan, tapi bisa sajakan itu terjadi, sebagian besar kaum Hawa penggemar ketua basket atau penggemar Daffa, memang terkadang berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
"Cha."
suara putri menyadarkanku dari lamunan. "Eh, Iyya. kenapa Put?"
"Kantin yuk."
Menengok ke segala arah, mencari seseorang. "Santi sama Rara mana?"
"Mereka duluan, katanya mau ke toilet dulu, habisnya kamu dari tadi melamun, lamunin apa sih?"
"Hm. Bukan apa-apa."
Merasa kesal dengan Nasya yang tidak ada tanda-tanda untuk beranjak dari posisi duduknya, tanpa mendapat persetujuan, putri langsung menarik tangan Nasya menuju kantin, sedari tadi Putri tidak pernah berhenti mengoceh hingga mereka sampai di kantin.
"Biar gue yang pesen, kamu duduk manis aja di sini, mau pesen apa?"
"Samain aja."
Setelah mendengar jawaban dari putri, Nasya pergi memesan makanan. Sedangkan Santi dan Rara sudah memesan makanan duluan, tapi belum mereka makan, menunggu pesanan Nasya dan Putri datang dulu baru mereka makan bareng.
Lima menit lagi jam istirahat berakhir, keempat bersahabat itu sudah selesai makan, jadi mereka memutuskan kembali ke kelas. Kelas mereka berada di lantai dua, kelas XI IPA 2. Cukup melelahkan harus naik tangga, tapi karena perut lapar mau gimana lagi, daripada tidak makan.
.....
Mohon maaf jika menemukan kesalahan dalam penulisan kata dan tanda baca.
Maaf ya... jika ceritanya gaje dan gak nyambung😌😌🙏🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Daffa, My Cold Husband
Teen FictionNasya Syafa Nafeeza gadis cantik berwajah imut yang masih duduk di bangku SMA kelas XI di jodohkan dengan Daffa Dzaky Alfarizi teman satu sekolahnya, cowok dingin, cuek dan berwajah datar. Walaupun begitu dia cukup populer di sekolah karena dia adal...