Setelah pelajaran berakhir, Nasya tidak langsung pulang kerumah, Nasya dan ketiga sahabatnya mampir ke toko buku. Mereka ke sana menggunakan mobil Putri, karena Putri selalu menggunakan kendaraan sendiri ke sekolah, kecuali kalau dalam keadaan tertentu baru di antar atau dijemput.
"Kalian pada mau beli buku apa?" pertanyaan itu keluar dari mulut Nasya setelah mereka sudah berada di depan jejeran buku-buku.
"Aku mau beli buku kumpulan soal olimpiade." memang diantara mereka berempat, Putri yang mempunyai otak paling pintar jadi tidak heran kalau dia sering membeli buku seperti itu, untuk menambah pengetahuan katanya.
"Bukanya kamu udah punya?" tanya Santi yang di setujui oleh mereka bertiga.
"Ini keluaran terbaru, beda lagi, kalau punya aku gak lengkap," jawab Putri.
"Oohh."
"Kalau aku sih, mau beli novel."
"Yoi Ra, aku juga mau beli novel, di rumah udah aku baca semua," ucap Santi sambil terkekeh.
"Ye... kalian berdua kompak bener kalau lagi akur."
"Bener Put, tapi kalau lagi debat, Masya Allah berisik banget," Nasya membenarkan ucapan Putri.
Santi dan Rara itu udah seperti saudara kembar, selera mereka juga sering sama. Namun mereka selalu berdebat, kalau debat berisik banget, sampai teriak-teriak karena tidak ada yang mau mengalah.
Mereka semua sudah selesai memilih buku. Dengan kompak mereka berjalan beriringan menuju kasir. Seperti yang mereka katakan tadi, Santi dan Rara membeli tiga novel sekaligus, Putri buku kumpulan soal olimpiade dan Nasya membeli dua novel.
"Eh, Guys. kalian duluan aja bayarnya, aku juga mau beli buku kayak punya Putri, biar nilai gak jelek-jelek banget kalau soal rumus-rumus," ucap Nasya terkekeh.
"Ok."
"Cepetan Cha, tadi tinggal satu," ucap Putri memberitahukan Nasya.
Nasya menganguk, memepercepat langkahnya menuju tempat jejeran buku yang dia inginkan,senyumnya mengembang saat dua langkah lagi sampai.
"Ya... bukunya," ucap Nasya pelan, buku yang mau dibelinya sudah berada ditangan seseorang. Kalah cepat.
Daffa sedang mencari buku, saat matanya berhasil menemukan buku yang dia inginkan dia langsung mengambilnya.
"Untung masih ada satu," ucapnya lega ditambah dengan senyum tipisnya.
"Ya... bukunya."
Dengan refleks Daffa membalikkan badanya saat mendengar suara dari seseorang yang berada di belakangnya. Walaupun suaranya pelan, hanya terdengar seperti cicitan, tapi Daffa masih bisa mendengarnya.
Meski keduanya sedikit kaget, mereka tetap berusaha terlihat biasa saja. Bahkan dengan santainya Daffa berkata. "Gue duluan yang ambil."
"kamu denger ucapan aku tadi?" tanya Nasya sedikit ragu.
"Hm."
"Bukunya buat aku ya..., lagi butuh banget," pinta Nasya.
"Gue juga lagi butuh."
"Tapi aku dari tadi liatnya."
"Siapa cepat dia dapat," ucap Rasya datar.
"kamu kan udah pinter, jadi bukunya buat aku aja," Nasya hendak merebut buku di tangan Daffa, dengan cepat pula Daffa memeluk buku itu erat.
"Gue duluan yang dapat, cari aja yang lain," Daffa berkata dengan cuek.
"Tinggal itu doang."
Dengan seenak jidatnya Daffa berkata. "Yaudah cari buku yang lain aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daffa, My Cold Husband
Teen FictionNasya Syafa Nafeeza gadis cantik berwajah imut yang masih duduk di bangku SMA kelas XI di jodohkan dengan Daffa Dzaky Alfarizi teman satu sekolahnya, cowok dingin, cuek dan berwajah datar. Walaupun begitu dia cukup populer di sekolah karena dia adal...