Lembar Ketujuh Belas || Best Brother

5.8K 417 28
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Selamat membaca 💛

Lembar Ketujuh Belas || Best Brother

Cintanya mungkin tertutupi dengan sikap jahilnya, namun bukti dari cintanya sudah dia tunjukkan dari bagaimana sedihnya dia untuk pergi dan melepas adiknya.

- (Bukan) Imam Impian -
Written by AayuuSR

🍂🍂🍂

Pagi ini aku sudah sibuk berkutat dengan alat-alat dapur setelah sholat subuh dan juga tilawah singkat di pagi hari. Aku memang selalu berusaha untuk menyempatkan membaca Al-Qur'an setelah subuh walaupun hanya sebentar karena aku juga harus masak sebelum Mas Irsyad pergi ke rumah sakit. Tapi, kegiatan tilawah subuh berusaha aku lakukan dengan Istiqomah karena aku ingin yang pertama kali aku lihat dan baca adalah firman Allah selain itu aku juga pernah membaca jika membaca Al-Qur'an setelah subuh atau Maghrib maka akan menambah kepintaran hingga 80%.

Aku berhenti ketika dua tangan melingkar di pinggangku dan seseorang itu juga mengecup pipiku singkat. Aku tersenyum dan berbalik, lalu mencium tangan Mas Irsyad. Mas Irsyad tersenyum manis dan mengusap kepalaku singkat.

"Assalamualaikum, sayang."

"Waalaikumussalam, Mas. Kha udah selesai masak, sekarang Mas ganti baju dulu dan Kha mau nyiapin makanan di meja makan."

"Mas masih kangen sama Kha." Mas Irsyad berucap dan selanjutnya memelukku.

Aku terkekeh. "Kangen apa sih, Mas? Kita pisah cuman tadi pas sholat subuh. Lebay nih!"

Mas Irsyad melepaskan pelukannya.

"Ya sudah, kalau gitu Mas naik dulu mau ganti baju."

"Mas ngambek?"

"Gak."

"Mas, kalau Mas marah sama Kha Allah juga marah sama Kha loh Mas. Mas mau Allah marah sama Kha?"

Mas Irsyad akhirnya mengukir senyuman, tangannya lagi-lagi mengelus kepalaku lembut.

"Gak marah kok sayang."

Aku hampir saja tersenyum, namun tiba-tiba Mas Irsyad mengecup bibirku cepat dan berlalu pergi. Aku meneriaki namanya kesal. Namun, dia hanya tertawa. Pipiku terasa panas, tapi bibirku melengkungkan senyuman.

***

"Assalamualaikum, Kha."

"Waalaikumussalam warahmatullah, Papa, Mama."

Aku memeluk mama dengan segera. Rasanya rinduku begitu membuncah padanya karena sudah beberapa bulan kami tidak bertemu. Mama mengelus pipiku, aku bisa melihat air mata mengalir dari pipinya. Siang ini keluargaku memang datang untuk menjengukku sekaligus katanya ada sesuatu yang ingin disampaikan. Aku mengajak papa, mama, dan bang Musa untuk masuk terlebih dahulu.

"Papa sama Mama udah makan?"

"Nanti aja sayang, duduk dulu ayo!"

Aku mengangguk dan duduk di samping mama. Aku menoleh ke arah bang Musa yang dari tadi hanya diam dan menunduk, bahkan dia belum menyapaku sama sekali berbeda dari biasanya yang selalu ribut dan mengoceh. Aku memukul kepala bang Musa pelan membuatnya mendesis, lalu menatapku. Aku tertawa ketika bang Musa terlihat kesal.

(Bukan) Imam Impian✓ (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang