Enam belas

57 7 0
                                    

"Melli ayo maju."

Melli menoleh saat suara Fitri terdengar. Dapat dilihat bahwa raut wajahnya sangat antusias. Fitri terus menatap dirinya bahkan tanpa sadar murid dikelas ini pun sudah menatapnya. Melli bingung harus apa, disisi lain ia ingin maju agar tak mengecewakan Fitri tapi pada kenyataannya Melli tak bisa maju karna dirinya terjebak di kursi dengan sebuah lem yang menempel di roknya.

"Melli, kenapa masih diam?"

Lagi-lagi suara Fitri membuatnya sadar jika dirinya masih ditunggu untuk maju kedepan. Melli memejamkan matanya sambil menghela nafas.  "Maaf bu, saya tidak bisa."

"Kenapa tidak, apa kamu belum mengerti tentang penjelasan ibu tadi. Yang mana yang belum kamu ngerti."

"Semuanya."

Jawaban Melli sontak mengagetkan Fitri maupun Farel. Ayolah itu semua bohong. Melli tau semua jawaban yang ada dipapan tulis. Dirinya hanya berbohong agar lolos untuk tidak maju. Melli tau Fitri kecewa padanya, tapi ia tak bisa melakukan apapun saat ini selain diam ditempat. Dalam hati Melli mengruti Kerin atas apa yang dibuatnya. Melli tersenyum saat dia menemukan satu ide yang melintas diotaknya, tentu saja membuat Kerin jera.

"Tapi bu, Kerin bilang dia bisa menjawabnya."

Merasa namanya disebut, Kerin pun menatap Melli kesal. Dapat dilihat bahwa raut wajah Kerin seperti orang ketakutan. Melli tau jika Kerin tak bisa menjawab pertanyaan itu mengingat sejak tadi Kerin hanya mengobrol tanpa mau memperhatikan. Lupakan itu sejenak, yang terpenting sekarang bagaimana cara ia bebas dari lem dibangkunya ini tanpa merobek roknya.

Melli berusaha tenang meski sebenarnya tidak, ia hanya acuh saat Kerin menatap dirinya dengan smirik tajamnya. Masa bodo yang penting Melli dapat membalas perbuatan Kerin dengan impas. Melli yakin Kerin tidak hanya akan sampai disini, mungkin akan ada hal gila lagi yang akan dilakukannya. Dan Melli, ia hanya perlu berhati-hati itu saja.

Perlahan murid dikelasnya mulai berpergian, tentu saja kekantin. Helaan terdengar jelas dari Melli. Ia benar-benar lapar, namun juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mengingat dirinya yang terjebak dibangku dan lupa membawa bekal, semakin lengkap rasa laparnya. Andai saja ada satu orang yang ingin berteman dengannya, mungkin saat ini Melli sudah menitip makanan yang ada dikantin.

Ngomong-ngomong tentang teman sudah tiga bulan ia sekolah disini dan belum memiliki teman. Mengingat dirinya yang selalu menutup diri, mana mau ada orang yang berteman dengannya, kecuali Farel. Entah kenapa cowok itu terus mendekatinya meski Melli menghindarinya. Tapi sudahlah tujuan pertama ia sekolah adalah untuk belajar bukan memiliki teman, jadi untuk apa repot-repot memikirkan soal teman.

Sekarang rasa laparnya berubah menjadi cemas saat ia berfikir bagaimana cara ia pulang nanti. Masa ia dirinya harus menelfon kakaknya untuk datang kekelasnya saat sekolah benar-benar sepi. Ah, kakaknya pasti bertanya macam-macam saat tau dirinya seperti ini. Mungkin juga akan memindahkan sekolahnya seperti dulu, ralat bukan sekolah tapi tempat tinggal.

Perlahan atensinya teralihkan bersamaan seseorang yang duduk dihadapannya. Seseorang yang tersenyum padanya. Cewek dengan tampilan yang sedikit trendi tapi juga sedikit centil menurutnya. Teman sekelasnya yang menurutnya juga tidak terlalu baik.

"Lo gak kekantin?"

Melli menggeleng sebagai jawaban, matanya sama hanya sejenak menatap sosok tersebut hingga atensinya kembali pada ponselnya. Melli mengacuhkan orang didepannya membuat sosok itu berdecak sebal.

"Ngomong-ngomong. Lo deket ya sama Farel. Gue perhatiin setiap hari Farel pasti bareng sama lo."

Melli menghentikan aktivitasnya sejenak. Menatap cewek dihadapannya. Ah, sekarang Melli yakin tujuan cewek itu hanya ingin mencari informasi tentang Farel.

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang