Dua puluh satu

57 8 0
                                    

Semua berjalan dengan baik, Melli tidak lagi menutup diri pada Farel meski kadang-kadang sifat pendiamnya datang, tapi itu lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Bukan hanya kepada Farel, bahkan Arya pun merasa bahwa Melli lebih terbuka dari pada sebelumnya. Namun meski begitu, phopianya masih tetap terjadi saat hujan terdengar, berdoa saja agar Melli tidak kambuh saat disekolah.

Kerin diam-diam menatap Melli tak suka, perlahan rasa irinya mulai kembali. Melli sendiri tak tahu alasan kenapa selalu diperlakukan seperti itu oleh Kerin. Dan beruntungnya Intan selalu datang saat Kerin mulai berbuat iseng pada Melli. Intan memang tak begitu dekat dengannya, namun gadis itu selalu ada saat Melli merasa kesusahan.

Awan terlihat mendung, membuat Melli gemetar ketakutan. Berada ditempat ramai tanpa ada yang tahu kalai dirinya tengah ketakutan, berdoa saja hujan tidak benar-benar turun.

Setiap detik, setiap menit Melli terus dilanda rasa takut. Perlahan hujan mulai terdengar di atas atap, membuat gemercik airnya terdengar keras. Bayangan masa lalunya mulai kembali berputar di otaknya bagai sebuah vidio yang tak bisa dimatikan. Lagi dan lagi, selalu seperti ini saat hujan datang. Ayolah ini bukan dirumahnya dan sekarang rasa takutnya malah menjadi-jadi.

Melli menatap luar jendela dimana ia melihat langsung awan mendung itu. Bahkan cahaya kilat pun terlihat sangat jelas, membuatnya merasa lebih takut dari sebelumnya.

"TIDAK, JANGAN..."

"AGGHHH."

"ITU BUKAN AKU, BUKAN!!!"

Semua yang ada dikelas spontan menengok ke sumber suara, dimana suara itu berasal dari Melli. Membuat orang yang melihatnya ada yang takut juga ada yang kasihan. Melli tak peduli itu, pikirannya sudah tak ada lagi disekolah, imajinasinya sudah membawanya kembali ke saat itu.

"BUKAN!!!! BUKAN AKU. DIA SEPERTI ITU BUKAN KARENA AKU!"

"YA AKU INI ANAK PEMBAWA SIAL.."

"..KENAPA AKU HARUS LAHIR. SEHARUSNYA DOKTER MENYELAMATKAN IBU, BUKAN AKU!"

"AGHH...."

Satu pun orang tak ada yang berniat untuk menghampiri Melli, meski gadis itu berteriak sekalipun. Saat ini tengah jam istirahat sehingga tak ada guru dan hanya siswa yang berada disini. Tapi di detik berikutnya, Melli merasa ada orang yang memegang tangannya. Ia tak begitu tahu siapa orang itu karena saat ini posisinya tengah memejamkan mata sambil menutup kedua telingannya.

"SIAPA SAJA TOLONG PANGGILKAN BU FITRI!!"

Intan berteriak karena kesal tak ada satu pun orang yang berani mendekati Melli. Hingga salah satu dari mereka berlari meninggalkan kelas untuk memanggil Fitri. sementara itu, Intan masih menenangkan Melli.

Intan bergeser saat seseorang menarik tangan Melli dari telingannya. Awalnya Intan fikir itu adalah Fitri, namun dugaannya salah. Karena yang sebenarnya adalah Farel, bukan Fitri.

"Biar gue aja."

Intan mengangguk, menjauh dari Melli, membiarkan Farel mendekat. Dengan gerakan lembut, Farel melepas tangan Melli yang masih menutupi telinganya. Farel panik melihat Melli ketakutan, namun cowok itu berusaha tenang agar tak mempengeruh keadaan.

"Mel, tenang. Ini gue Farel, gue baik-baik aja."

Melli menggeleng, matanya masih tertutup, tangannya kini mulai menjambak rambutnya. Sekarang bayangan Farel yang terpental saat itu terus memasuki otaknya, membuat otaknya dipenuhi dengan bayang-bayang darah dan juga suara tabrakan yang begitu kencang.

"JANGAN!!!JANGAN!! ITU TERLALU JAUH!!"

"AWAASSS!!"

"TIDAK, TERTABRAK, FAREL, JANGAN!!"

Farel menarik tangan Melli dengan paksa, menggenggamnya dengan erat, menyalurkan rasa nyamannya. Tak lupa menyebutkan kata-kata penenang.

"Melli, buka mata lo. Lihat, gue ada didepan lo. Gue disini, didepan lo, gak kemana-mana."

Melli terdiam, tidak lagi berteriak. Otaknya mulai memproses ucapan Farel. Perlahan mata yang tadi terpejam kini terbuka, Melli menatap Farel sendu, lalu mengindahkan pandangannya ke penjuru kelas. Semua mata kini menatapnya, membuat Melli kembali merasakan panik. Tubuhnya kembali bergetar, namun tak lama hanya sampai Fitri masuk.

Melli menatap Fitri saat pundaknya sedikit di gunjangkan. Sekarang didepannya bukan lagi Farel melainkan Fitri.

"Melli kamu dengar kakak?"

Melli mengangguk, meski tak lagi berteriak tapi Melli masih merasakan takut karena hujan diluar.

"Sekarang ikut kakak ya." ajak Fitri namun dengan cepat Melli menggeleng.

"Kenapa, apa kamu masih takut?"

Lagi-lagi Melli mengangguk, membuat Fitri menghela nafas. "Baiklah."

Fitri berdiri, menghadap murid yang tengah menatap Melli. "Untuk saat ini, bisa kalian tinggalkan kelas ini. Hanya sebentar, sampai bel masuk. Setelah itu, kalian boleh masuk lagi."

Farel sebenarnya berat meninggalkan Melli, namun ia tak bisa melakukan apapun selain mengikuti perintah Fitri, mengingat Melli yang masih ketakutan.

"Kamu sudah baik-baik saja?"

Melli masih menggeleng, membuat Fitri menghela nafas. Jujur Fitri bingung menghadapi Melli yang seperti ini, karena ini adalah pertama kali untuknya.

"Kak Fitri telfon kak Vanya ya."

Kali ini Melli mengangguk, membuat Fitri menghela nafas lega. Sungguh Fitri sangat takut saat menghadapi Melli seperti tadi. Sekarang Fitri mengerti bagaimana sulitnya menjadi Vanya. Mengurus Melli saat kambuh dan Fitri harus acungkan jempol karena kesabaran Vanya.



















Tbc...

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang