Tiga puluh empat

40 7 0
                                    

"Ayo masuk."

Melli mengangguk, gadis itu memilih berjalan dengan pelan. Mengikuti Farel dari belakang. Matanya terus menatap sekelilingnya. Dalam hati Melli bertanya, bagaimana caranya membersihkan rumah sebesar ini.

"Lo tunggu sini gue mau ke kamar dulu. Lo bisa ambil apapun di kulkas kalau mau."

Melli masih diam, memperhatikan Farel yang masuk kedalam kamarnya. Perhatianya teralih pada sebuah bingkai di meja ruang tamu. Melli semakin mendekat, tangannya mulai berani mengambil bingkai tersebut. Di sana terlihat jelas Farel tengah tertawa di antara Maya dan ayahnya. Melli memang mengenal Maya namun tidak dengan ayahnya. Sejak kecil Melli tak pernah bertemu dengan ayah Farel bahkan setelah kejadian tabrakan itu.

Farel beruntung memiliki kedua orang tua yang masih lengkap juga sayang padanya. Tidak seperti dirinya, bahkan dirinya pun sampai tak tahu wajah ibunya seperti apa jika tak melihatnya dalam sebuah foto.

Farel memang belum menceritakan alasan ayahnya tak pernah pulang, namun cowok itu pernah bilang jika ayahnya sangat sibuk dengan pekerjaannya sampai jarang pulang.

"Lo ngapain di sana?"

Melli tersentak, lamunannya buyar ketika suara Farel masuk ke gendang telinganya. Melli menaruh foto itu, mendekat kearah Farel. "Gue boleh tanya?"

"Tanya apa?" Farel mengintruksikan Melli untuk duduk disebelahnya.

"Lo, gimana lo bisa gak jadi pergi?" tanya Melli.

"Gue gak tau, tapi pas mendekati waktu-waktu kereta berangkat. Mama bilang gue gak perlu ikut, awalnya gue tetap maksa pulang tapi mama bilang gue gak papah netap disini. Lagian kenapa nanya, lo mau pergi beneran?"

"Bu--bukan gitu!!" sargah Melli.

Farel mengangguk, ia bangkit mengajak Melli berdiri. "Lo bisa masakan?"

"Sedikit."

"Kalau gitu lo harus ajarin gue masak, gue kan sekarang tinggal sendiri. Jadi gue harus bisa masak buat makan gue," ujar Farel.

"Kan ada bibi, kenapa gak minta masakin."

"Gue gak bisa ngandelin bibi, kasian dia tugasnya udah banyak. Ayo, lo mau kan ngajarin gue."

"Jangan berharap banyak dari gue," ucap Melli.

"Kenapa?" tanya Farel.

"Gue sendiri gak begitu pinter."

"Kalau gitu lo juga harus belajar. Kita minta ajarin sama bibi."

Melli mengangguk sambil tersenyum.  Sesampainya di dapur, Melli menatap bahan masakan yang ada dimeja lengkap dengan bibi dihadapannya. Melli menatap ragu pada bahan masakan dimeja. Selama ini Melli memang mengandalkan kakaknya atau bibi dirumahnya untuk memasak, jadi hanya sedikit yang bisa ia masak. Mungkin mie instan dan juga nasi goreng.

"Sekarang bibi bakal ajarin kalian masak yang mudah-mudah dulu."

Melli dan Farel mengangguk. Keduanya sangat serius saat bibi memberitahu cara memasaknya. Farel hanya mengangguk namun otaknya masih belum sampai dengan penjelasan bibi. Berbeda dengan Melli, gadis itu mengangguk memang karena mengerti apa yang dijelaskan bibi. Mereka memang hanya akan memasak semur telur, namun bahan-bahannya sudah sangat banyak sehingga embuat Farel bingung dengan nama bahan-bahannya.

Setelah bibi selesai menjelaskan, Melli mulai bergerak begitu juga dengan Farel. Tidak, lebih tepatnya hanya Melli. Cowok itu hanya fokus melihat Melli yang tengah memasak telur tersebut. Awalnya Melli biasa saja namun saat tau dirinya tengah diperhatikan oleh Farel barulah Melli diam dari aktivitasnya itu.

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang