Empat satu (END)

118 8 0
                                    

Melli membacanya, pesan dari Farel. Gadis itu semakin kesal pada dirinya yang tak menginginkan Farel pergi. Pesan itu dikirim kemarin itu artinya Farel akan berangkat sekarang. Melli bingung, haruskah ia menghubungi Farel sekarang. Tapi entahlah, hatinya belum bisa menerima itu. Terlalu sakit jika Melli menghubungi Farel di detik-detik akan pergi.

Melli menoleh pada pintu yang baru saja terbuka. Menampakkan Vanya disana. kakaknya mendekat, duduk disebelah dirinya, "Ada Farel didepan. Ayo temuin, dia sangat rapih sepertinya akan pergi."

Melli tak bergeming. Hatinya tengah berteriak mengatakan agar Farel jangan pergi. Membuat Vanya heran, tak biasanya Melli bersikap seperti itu saat Farel datang. Apa mungkin mereka sedang bertengkar.

"Ada apa, Kalian bertengkar?"

Melli menggeleng lemah. Vanya terus mengelus puncak kepala Melli. Memberi rasa nyaman pada adiknya, "Mau bercerita pada kak Vanya?"

"Farel, dia akan pergi. Tinggal bersama tante Maya, di rumah lamanya. Rumah dekat rumah kita yang lama. Melli gak mau Farel pindah, tapi dia bilang dia tetap mau pindah."

Vanya menghela nafas. Memang berat bagi Melli, namun Vanya juga tak bisa menyalahkan Farel. Anak itu pantas hidup bersama orang tuanya. Vanya sendiri tahu kalau Maya sudah lama sekali pindah kerumahnya yang dulu, namun tidak dengan Farel. Anak itu memilih menetap di sini.

"Melli gak boleh larang atau marah pada Farel. Kak Vanya tanya, bagaimana perasaanmu kalau jauh dari ayah, seandaikan ayah memilih tinggal bersama nenek dan meninggalkan kita berdua?"

Melli menunduk, tak ingin menjawab pertanyaan Vanya. Sudah jelas Melli akan sedih saat jauh dari ayahnya. Tunggu, apa mungkin ini juga yang dirasakan Farel saat jauh dari Maya.

"Pasti sedih bukan, jadi biarkan Farel pergi. Sekarang temui dia, kasihan sudah menunggumu sejak tadi."

Melli mengangguk. Kakinya mulai membawa dirinya keluar, bertemu dengan Farel. Benar, diruang tamu sudah ada Farel. Cowok itu terlihat sangat rapih, sama seperti yang dilihatnya di stasiun. Melli menghela nafas, kemudian mendekat kearahnya.

"Kalian ngombrol dulu, kak Vanya buatin minum dulu."

Atensi Farel teralih pada Melli. Gadis itu duduk disebelahnya. Entahlah, rasanya begitu canggung tak seperti biasanya. Melli mengalihkan perhatiannya, enggan menatap sosok disebelahnya.

"Mel, hari ini gue berangkat."

"Gue tau."

"Gue mau minta maaf, karena gak bisa nurutin keinginan lo. Itu aja, gue pergi."

Melli kaget saat Farel berdiri. Cepat-cepat ia pun bangkit, "G-gue ikut. Maksudnya, ikut nganter lo ke stasiun.."

Farel berbalik, menatap Melli lalu mengangguk, "Tunggu disini sebentar. Sepuluh menit, gue bakal kesini," ujar Melli kemudian pergi.

Farel kembali duduk. Menunggu Melli dan kebetulan Vanya pun datang dengan minuman dan cemilan dinampan yang dibawanya, "Melli mana?" tanya Vanya.

"Ganti baju katanya."

"Kak Vanya dengar kamu mau pindah?"

"Iya kak."

"Kalau gitu biar supir kak Vanya yang antar kamu ke stasiun. Mumpung kamu disini."

"Gak perlu kak, lagian barang-barang aku masih dirumah."

"Ya gak papah, kamu berangkat dari rumah kak Vanya dan supir kamu nanti tinggal membawanya ke stasiun."

"Apa gak ngerepotin kak Vanya kalau seperti itu?"

"Sama sekali enggak. Ini diminum sama dimakan dulu."

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang