Tujuh

109 12 0
                                    

Brakkkk

Vanya membuka pintu kamar Melli dengan kasar. Dirinya yang baru pulang langsung mendengar suara teriakan dari kamar adiknya. Benar saja, trauma adiknya kambuh.

Vanya berusaha menyadarkan Melli dari dunia halusinasinya. Ia mulai menggenggam tangan Melli, "Melli dengar kakak!"

"BUKAN, ITU BUKAN AKU. DIA JATUH SENDIRI, BUKAN AKU YANG MENDORONGNYA!"

"AYAH, JANGAN PERGI!"

"HATI-HATI. KAMU TERLALU JAUH..."

Vanya Menyerah, akhirnya dia memilih untuk mendekap Melli sambil mengucapkan kata-kata penenang.

Perlahan Melli mulai tenang dan tersadar akan dunia imajinasinya. Dirinya mulai menyenderkan kepalanya pada bahu Vanya dan menangis sambil menyebut nama sang kakak.

"Kak Vanya..." lirih Melli

"Iya, ini kak Vanya, kakak disini sayang. Semuanya baik-baik saja." ucap Vanya

"Kak jangan pergi, jangan."

"Enggak, kakak gak kemana-mana. sekarang lihat kak Vanya."

Melli hanya menurut dan menatap wajah kakaknya, sungguh hatinya sakit saat melihat kakaknya seperti ini hanya karena dirinya.

"Kak Vanya ada disini, didepan kamu. Kakak gak akan kemana-mana. Kakak akan selalu ada untuk kamu," ucap Vanya sambil menghapus air mata Melli.

"Kak, aku takut. Mimpi itu selalu datang. Aku benar-benar takut," keluh Melli

"Gak perlu takut, itu hanya mimpi okey. Jangan khawatir, ayo sekarang tidur lagi ini masih larut. Kakak akan tungguin disini sampai kamu tidur."

Melli mengangguk. Tubuhnya sangat lemas, entah kenapa setiap traumanya kambuh Melli akan bersikap seperti tadi. Melli kesal dengan dirinya yang selalu takut hujan, dirinya kesal pada dirinya yang tidak pernah bisa mengendalikan diri saat hujan tiba. Seolah setiap hujan turun adalah titik terlemah pada dirinya yang bisa kapan saja bisa terjadi.

***

Hari ini Melli dilarang ke sekolah mengingat kondisinya belum memungkinkan. Sebenarnya Melli merasa lebih baik tetapi Vanya bersikeras agar Melli tidak berangkat.  Tentunya mendengar hal itu membuat Melli senang karena dirinya tidak perlu berada ditengah-tengah keramaian.

Namun meski tidak pergi ke sekolah Melli tetap menghabiskan waktunya untuk belajar. Bahkan dirinya sampai lupa makan karena asik membaca buku. Ya seperti inilah dunia Melli, tenang tanpa adanya keributan dan keramaian. Hanya ada kata sepi dan damai, tidak ada yang lain.

Hingga perhatiannya teralihkan pada sosok kakaknya yang tengah berdiri sambil membawa nampan berisikan makanan, "Sudah berapa kali kak Vanya bilang untuk tidak melewatkan jam makan."

Melli hanya diam dan mengambil nampan yang ada ditangan kakaknya, "Maaf aku terlalu asik belajar."

"Kakak tau, tapi tidak melewatkan makan."

Melli memilih diam agar perdebatan antara kakaknya tidak terlalu panjang. Perlahan makanan yang ada dihadapannya mulai masuk kedalam mulut Melli, melihat sang adik sudah mulai memakan makanannya Vanya pun kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Kak Vanya akan pergi sebentar dan jika ada apa-apa segara telfon kakak." ucap Vanya

"Hm.."

Ya, seperti itulah Melli jika sudah kembali seperti dulu akan irit bicara meski pada kakaknya sendiri. Namun meski begitu Vanya tidak mempermasalahkannya, karena baginya itu lebih baik dari pada harus melihat Melli yang tengah kambuh traumanya.

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang