Enam

116 16 0
                                    

Setelah pulang sekolah Melli kembali mengurung diri di dalam kamarnya. Sementara Kakaknya kembali ketempat kerja dan mungkin akan pulang larut.

Melli mendudukkan dirinya di atas kasur sambil mendengarkan musik, sesekali dirinya bergumam lagu yang didengarnya.

Melli sengaja mendengar musik dengan suara keras agar tidak mendengar suara rintik-rintik hujan diluar. Gadis itu sama sekali tidak terusik dengan suara hujan diluar. Pikirannya sedang melayang jauh entah kemana, hingga akhirnya tangan gadis itu berhenti tepat disebuah foto yang di ponselnya. Foto yang menggambarkan dirinya tengah digendong oleh ayahnya dan disebelahnya ada kakaknya. Foto yang sudah sangat lama diambil, foto yang diambil sebelum Melli masuk sekolah dasar, foto yang diambil sebelum semua masalah terjadi
Pada hidupnya. Tanpa sadar air matanya sudah jatuh begitu saja yang mengakibatkan kedua pipinya basah.

Melli mulai melepas headsetnya, menarik selimut untuk membungkus dirinya dari dinginnya angin malam, bahkan dia sudah tidak memikirkan hujan diluar sana. Pikirannya benar-benar kacau setelah melihat foto tadi.

"Ayah aku rindu masa itu," lirih Melli sebelum akhirnya ia memejamkan mata untuk tertidur.

Tidak lama setelah Melli tertidur, seseorang masuk dengan rasa khawatir. Namun sayang orang yang sedang dikhawatirkannya ternyata sudah berada di alam mimpi.

Seseorang itu tersenyum kemudian mendekat dan mencium kening sang adik cukup lama. Setelah dirasanya cukup, Vanya kembali pergi meninggalkan Melli dan tidak lupa menutup pintunya kembali.

***

"Hari ini lo gak lupakan kalau kita kerja kelompok?"

Melli mengalihkan pandangannya saat merasa ada seseorang yang mengajaknya berbicara. Melli hanya menatap sosok cowok yang kemarin menunggunya piket, "Iya."

Setelah berucap Melli kembali memfokuskan dirinya pada buku ditangannya, tidak lupa dengan telinga yang disumpal. Namun lagi-lagi Melli harus menatap sosok cowok dihadapannya saat cowok itu menarik headsetnya sebelah.

"Nama lo siapa? Kita satu kelompok tapi gak tau nama."

"Melli." Jawab Melli

"Panjangannya?"

"Mellita anggraini."

"Nama lo bagus, sekarang lo harus tau nama gue."

Melli mulai mengacuhkan orang dihadapannya dan melanjutkan membacanya.

"Nama gue, Farel agustio."

Melli memutar matanya malas. Ayolah bahkan dirinya tidak menanyakan siapa namanya. Namun sedetik kemudian Melli mengalihkan pandangannya menatap orang di hadapan nya.

Tunggu, apa namanya tadi Farel agustio. Itu tidak mungkin bagaimana bisa...

"Apa kabar sahabat kecil," Ucapnya dengan sambil tersenyum indah.

Melli terdiam, berusaha mencerna apa yang terjadi. Bagaimana bisa orang yang katanya sudah meninggal kini ada dihadapannya, bahkan kondisinya baik-baik saja.

Senyum itu, bahkan Melli masih sangat mengingatnya. Apa dirinya salah mendengar nama, tapi kenama bisa sangat mirip. Perlahan bayangan dimasa lalunya mulai membentuk layanyak vidio dipikirannya.

Melli memejamkan matanya tidak lupa dengan tangannya yang menggenggam rok sekolahnya sehingga membuatnya kusut. Kepalanya berdenyut sangat kencang, bagaikan batu yang menghantam kepalanya.

"Ayo kita main hujan-hujanan."

  "Ayo kejar."

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang