Tiga belas (FLASHBACK 2)

52 9 0
                                    

Part ini masih Flashback ya Okey..Happy reading^_^

***

Meningat hari ini Melli sudah lebih baik maka dirinya memutuskan untuk pergi kesekolah. Awalnya Vanya masih melarangnya karna ia khawatir jika hujan turun nanti, tapi melihat hari ini cerah menderang akhirnya Vanya pun mengizinkannya. Tidak, Melli tidak berangkat sendiri. Dirinya tetap harus berangkat bersama Vanya.

Vanya bersyukur setidaknya ia sudah lulus sehingga akan mempermudah dirinya untuk merawat Melli sekaligus menjalankan perusahaan ayahnya. Ya meski umurnya masih terbilang muda, tapi Vanya mampu memegang kedua peran itu. Tapi bukan masalah perusahaan yang menjadi kendala dipikirannya, melainkan Melli adiknya. Karna jika perusahaan, Vanya masih bisa mempelajarinya sedikit demi sedikit tapi kalau soal adiknya dan traumanya, tentu itu yang akan sulit. Bagaimana caranya Vanya menyembuhkannya. Entahlah biar waktu yang menjawabnya nanti.

"Ingat jangan pulang dulu sebelum kak Vanya jemput."

Melli mengangguk sebagai jawabannya. Ia meraih tangan Vanya dan mencium punggung telapak tangan kakaknya itu. Setelah aktivitasnya selesai, Melli memilih untuk masuk kesekolahnya begitu pula dengan Vanya yang memilih pergi.

Ini aneh, kenapa orang-orang menatapnya tajam. Apa ada yang salah dengan pakaiannya. Melli menunduk sejenak menatap seragamnya. Tidak, ini benar. Seragam hari ini baju putih merah dengan rompi bukan. Lalu apa yang mereka lihat, kenapa melihatnya seperti itu seolah dirinya adalah hal yang wajib jadi tontonan.

Melli menghela nafas sebelum memilih untuk menghiraukan mereka. Namun sesampainya dikelas, Melli masih merasakan hal yang sama. Kenyataan bahwa orang-orang menatapnya dengan tajam, tidak lebih berkesan tidak suka. Dalam hati Melli bertanya, ada apa ini. Ayolah satu orang tolong beritahu Melli, alasan yang membuatnya dilihat hingga seperti itu. Jujur Melli risih dengan tatapan-tatapan itu.

"Hei teman-teman jangan ada yang menemani Melli. Dia adalah anak pembawa sial, yang ada kalian kena sialnya juga."

Melli tersentak saat salah satu teman dikelasnya berucap seperti itu. Pembawa sial, kenapa kalimat itu tidak pernah pergi jauh dari hidupnya. Kenapa teman sekelasnya bisa tau kalimat itu. Tidak, mereka memang pasti tahu dengan kalimat itu. Hanya saja kenapa temannya mengatakan hal itu padanya sama seperti neneknya yang selalu menyebut dirinya. Tunggu apa jangan-jangan alasan orang menatapnya seperti tadi karna...

"Eh, dengar-dengar teman dekatnya kecelakaan karena dirinya. Memang benar kata yang lainnya, kalau dia adalah anak pembawa sial."

"Iya benar, bahkan satu sekolah udah tau Melli yang bikin Farel koma."

Lagi-lagi Melli mendengar fakta bahwa dirinya yang telah mencelakai Farel. Tidak, dirinya tidak boleh mengingat kejadian itu.

"Kenapa dia masih disekolah ini sih, jadi takut saja jika ada dia dikelas ini akan menularkan sialnya itu."

Melli menunduk, ia tidak kuat mendengar suara teman-temannya yang mencibir dirinya. Bahkan kedua tangannya sudah ia pakai untuk menutup telinganya agar tidak mendengar suara teman satu kelasnya. Melli sudah terisak sendirian ditengah keramaian. Semuanya hanya tertawa melihat Melli yang ketakutan seperti itu.

Suara gaduh itu hilang setelah seorang guru masuk. Tentunya guru itu kaget melihat Melli yang sudah ketakutan dibangkunya. Bahkan dari depan kelas sang guru dapat melihat tubuh Melli yang bergetar hebat. Tanpa berfikir panjang sang guru menghampiri Melli yang sudah ketakutan itu.

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang