Dua

195 20 0
                                    

Ketakutannya selama ini ternyata benar-benar terjadi padanya. Kakaknya benar-benar menepati ucapannya untuk memasukkan dirinya disekolah umum. Dan lagi, hari ini adalah penerimaan siswa baru, semoga saja semuanya tidak seperti yang terakhir kali.

Diam-diam Vanya melirik adiknya yang tampak fokus memperhatikan jalan. Bisa dibaca dari raut wajah Melli jika anak itu sangat ketakutan. Mengingat hari ini sangat dingin dan adiknya justru malah berkeringat seperti orang kepanasan.

Vanya Manarik tangan Melli dan menggenggamnya dengan sangat erat. Dan saat itu Vanya sadar bahwa adiknya sangat ketakutan, karena tangan adiknya terasa Sangat dingin.

Melli diam, tak merespon apapun saat Kakaknya menggenggam tangannya. Pandangannya masih tetap berfokus pada jalanan. Namun setidaknya tindakan Kakaknya saat ini dapat memberikan kenyamanan padanya dan genggaman ini pun terasa lebih hangat, seolah Kakaknya sedang mengisi energi positif pada dirinya.

Detak jantung Melli berdetak dua kali lebih kencang saat mobil yang ditumpanginya berhenti. Wajahnya kini terlihat sangat pucat. Entah kenapa perasaan takutnya kini bertambah lima kali lipat, sedikit demi sedikit bayangan dimasa lalunya terlintas di pikirannya.

"Tidak perlu takut, semuanya akan baik-baik saja."

Melli mengalihkan pandangannya, menatap Vanya dengan tatapan sendu, seolah berkata dia tidak bisa. Vanya dapat membaca arti tatapan itu, namun saat ini Vanya tak bisa luluh karena hanya cara ini yang harus dilakukan agar adiknya tidak berlarut-larut dalam masa lalunya.

"Cepat masuk, penerimaan murid baru akan segera dimulai. Ingat, jangan nakal."

Melli terdiam, kini dengan badan yang sedikit bergetar Melli memberanikan dirinya untuk turun dari mobil. Sementara Vanya masih terdiam dan memerhatikan adiknya yang tengah jalan memasuki gerbang dengan langkah yang sedikit pelan.

Vanya ingin melihat bagaimana adiknya itu melawan takutnya, namun sayangnya dirinya hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

  "Pak, tolong jemput Melli setengah jam lebih dulu dari jam pulangnya. Saya takut terjadi apa-apa dengannya." Ucap Vanya pada pak Yudi sopir mereka.

"Baik Bu."

Setelah dilihat adiknya sudah menghilang dari pandangannya, Vanya memilih untuk langsung berangkat berkerja.

Sementara ditempat Melli, gadis itu masih bergetar hebat tanpa ada yang mengetahuinya. Semua ini sangat menakutkan baginya. Bagaimana tidak, dirinya harus berada diantara ratusan siswa baru yang jelas-jelas tak dikenalnya.

Melli sempat terdiam beberapa saat untuk menatap pintu gerbang sekolah. Gerbang yang akan membawanya mengenal dunia luar, gerbang yang akan dilewatinya setiap hari.

Melli menghela nafas panjang sebelum akhirnya memilih masuk, Sesantai mungkin Melli melangkahkan kakinya menuju orang-orang yang sudah berdiri di lapangan. Melli bahkan ia lupa kapan terakhir kali melihat lapangan disekolah. Dan yang pasti, sudah sangat lama sekali.

Melli melihat sekelilingnya, semua siswa disini tampak sudah sangat mengenal satu sama lain, dan terlihat sangat nyaman satu sama lain. Sementara dirinya merasa tidak nyaman dengan keadaan ramai disekelilingnya.

Acara mulai berlangsung dan mungkin untuk beberapa jam kedepan. Dan mungkin juga hari yang membosankan baginya.

***

Ah, dirinya bingung ingin melakukan apa di jam istirahat. Semua orang terlihat menikmati waktu istirahatnya, sementara dirinya sama sekali tidak menikmati waktu istirahatnya.

Entahlah, jika murid yang lainnya sekarang tengah berada di kantin justru tidak dengannya. Dirinya memilih untuk tetap di aula dan melakukan rutinitasnya yang lain adalah mendengarkan musik.

Ombrophobia (COMPLATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang