Sooyoung memasukkan beberapa barangnya ke dalam box. Barang-barangnya tak cukup banyak. Hanya beberapa buku dan juga berkas. Senyum tipis terlukis di bibirnya, mengusap lembut sebuah papan pengenal bertuliskan Konsultan Hukum : Park Sooyoung pada salah satu sisinya.
Hari ini, akhirnya ia mengajukan surat pengunduran diri. Seperti janjinya pada Jaehyun kala itu. Berhenti dari pekerjaannya ketika mereka menikah. Gadis itu ingin menghabiskan harinya dengan merawat pria yang kini telah menjadi suaminya. Ia tak ingin membuang sebagian waktunya untuk bekerja. Ia ingin menjadi bagian terbesar dalam proses kesembuhan Jaehyun.
Walaupun pernikahan yang mereka idamkan itu belum juga terlaksana, namun Sooyoung menganggap mereka telah menikah kini. Ia bahkan telah mendaftarkan namanya dan Jaehyun sebagai pasangan suami istri.
Tentu, mundurnya Sooyoung dari pekerjaannya yang menjanjikan mendapatkan tentangan dari kedua orang tuanya. Terlebih melihat kondisi Jaehyun saat ini yang tak memungkinkan. Namun Sooyoung tetaplah Sooyoung. Jika ia sudah mengambil keputusan, tak ada yang bisa membujuknya lagi. Pada akhirnya yang bisa kedua orang tuanya itu lakukan hanyalah menyetujui keinginan putri semata wayangnya.
Senyum di bibir gadis itu kembali mengembang ketika ia meraih sebuah figura di atas meja. Figura yang menampilkan selca dirinya dan Jaehyun. Foto yang diambil di hari yang sama saat Jaehyun melamarnya. Ia mengusap lembut permukaan foto dan mengecupnya singkat.
"Suamiku tampan sekali."
Pujinya menatap lekat foto dihadapannya hingga suara pintu yang di ketuk membuat gadis itu menoleh ke asal suara. Tak lama, pintu terbuka menampakkan sosok Yerim, sang sahabat.
"Kau benar-benar akan berhenti?"
"Kau pikir aku tak akan berhenti?"
Sahut Sooyoung membuat gadis dengan rambut blonde itu mendengus sebal. Sooyoung kembali tersenyum seraya membentangkan kedua tangannya.
"Kemarilah."
"Sudahlah."
Sahut Yerim kesal dan menurunkan kedua lengan Sooyoung. Ia pun terduduk di sofa sembari mengedarkan pandangannya.
"Tidak sembarang orang bisa menjadi konsultan hukum di Gook Law Firm. Mengapa kau harus menyia-nyiakannya?"
"Karena ada yang lebih berharga dari pekerjaan ini."
"Jaehyun?"
Sooyoung tersenyum tipis dan terduduk di hadapan Yerim.
"Kau kan tidak selalu bekerja. Jam kerjamu juga hanya sampai jam empat sore. Kau bisa bersama dengannya setelah itu."
"Aku tak bisa melakukannya."
"Apa?"
"Aku tak bisa berpisah terlalu lama darinya."
"Ini gila.."
"Aku tau kau akan mengatakannya. Orang tuaku bahkan sudah mengatakannya berulang kali."
Kekeh Sooyoung.
-
Sooyoung membuka pintu perlahan, berharap ia tak akan membangunkan Jaehyun. Namun yang ia dapati adalah Yoona dengan raut sedihnya. Ia pun mengalihkan pandangannya pada Jaehyun yang menatap kosong pada langit-langit rumah sakit.
"Ada apa bu?"
Tanya Sooyoung memperhatikan yang di balas dengan helaan nafas kasar.
"Jaehyun marah padaku karena tak bisa mengerti dengan apa yang ia inginkan. Aku sudah berusaha menebak keinginannya, menunjuk tiap huruf dalam kata yang hendak ia ucapkan. Tapi tetap saja aku tak bisa menyimpulkan. Ia marah padaku."
Ujar Yoona mengusap kasar wajahnya. Sooyoung mengangguk mengerti dan mengusap pelan punggung ibu mertuanya. Meletakkan tas di atas sofa dan berjalan menghampiri. Mengusap lembut puncak kepala Jaehyun.
"Aku pulang."
Ucapnya mengecup singkat kening sang suami.
"Apa yang kau inginkan, hm?"
Pertanyaan Sooyoung membuat pria itu kembali menangis terisak. Sungguh, melihat prianya seperti ini benar-benar membuatnya hancur. Sooyoung tersenyum tipis dan menghapus air mata yang mengalir dari sudut kata Jaehyun.
"Mengapa kau selalu menangis tiap melihatku? Jangan menangis, aku sudah disini. Ya ampun suamiku ini mengapa semakin tampan saja? Apa yang kau inginkan?"
Sooyoung meraih sebuah papan huruf. Mengajak pria itu berkomunikasi. Dengan sabar, ia mengeja huruf demi huruf yang Jaehyun maksud. Gadis itu kembali tersenyum begitu menangkap keinginan prianya.
"Baiklah. Tunggu sebentar."
Ucapnya sembari berbalik.
"Jaehyun ingin berganti pakaian. Ia tak menyukai pakaian ini. Ia ingin membuangnya."
"Ah b-begitu. Maafkan ibu, ibu tak tau jika kau tak menyukainya. Ibu hanya mengambil semua pakaianmu di lemari. Biar ibu ganti."
"Aku saja."
Ucap Sooyoung yang kini telah mengambil sebuah kaus putih. Dengan telaten, ia membantu membuka pakaian pria itu dan menggantinya dengan pakaian yang telah ia pilihkan.
"Jaehyun lebih senang memakai kaus dibanding piama saat tidur bu."
Yoona mengangguk mengerti, mengusap lembut punggung tangan anaknya.
"Maafkan ibu. Ibu tak cukup peka. Padahal kau lebih lama tinggal bersama ibu."
Ucap wanita paruh baya itu nyaris menangis.
"Bu-"
"Ah aku akan mengambil air panas dulu."
Ujarnya dan berlalu pergi. Sooyoung kembali memandang Jaehyun yang kini juga menatapnya. Ia pun tersenyum tipis dan menggenggam lembut tangan sang suami.
"Tidak. Ibu tak marah padamu."
Ujarnya yang seolah mengerti dengan apa yang Jaehyun pikirkan. Pria itu pun memejamkan mata sejenak sebagai respon atas ucapan Sooyoung.
~~~
Siders, kutilan :')
Nggak serius serius banget sih
(^_^;)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Drop of Tears [END]
Fanfiction{FANFICTION} Pada sang waktu yang melebur dalam kelamnya sunyi. Saat keadaan memaksa untuk sebuah ketenangan hati. Dalam buliran bening yang mengalir di tiap kata yang telah terpatri. Kita jatuh sekali lagi. Pada lembah kelabu yang menyiksa diri.