Hari itu, andai saja...
☆☆☆☆☆
Ya andai saja hari itu mereka masih bisa bertemu kembali, mungkin mereka sudah bersama hari ini. Andai manusia bisa memutar dan mengatur jalan hidup mereka sendiri, mungkin semua orang di dunia ini ingin menempatkan dirinya hanya pada masa jaya saja. Sama sekali tidak ada perih, dan sakit nya perjuangan untuk menapaki sebuah kehidupan.
Sean mendengus lembut dan menundukan kepala nya lemah "Andai aja gue bisa ketemu lo buat yang terakhir kali".
Entah sean memiliki ikatan batin antara dirinya dengan alam atau bagaimana, seperti nya alam ini seketika ikut merundung mendung seperti dirinya saat ini. Segala sesuatu memang selalu di mulai dengan yang bersih, terang, dan putih. Saat ini pun langit yang semula dia lihat sangat bersih, terang dan putih, tiba-tiba semuanya kelabu. Angin semakin kencang meniupkan bulu matanya yang panjang terkulai pada pipi putihnya, dia mendongak "langit aja sedih liat hidup gue". Dia bergegas berdiri dan meninggalkan taman itu.
※※※※※
Sesampainya dirumah..
Mendengar suara derap kaki melangkah ke arah mereka, Zhou tahu sean sudah pulang.
"Betah amat lo baru balik jam segini, mulai betah nih kayanya" Zhou yang tengah asik bermain game dengan jiput, sama sekali tidak menatap sean saat memasuki kamar.
"Berisik, gue cape. Gue mau mandi dulu, kalo lo berdua laper, makanan ada di dapur". Sean kembali keluar dari kamarnya untuk mandi
Zhou sadar ada yang berbeda dengan sean setelah kepulangan nya hari ini. Bagaimana dia tidak paham dengan ekspresi sahabat dekat nya ini, karena hampir setiap hari mereka bersama. Zhou mungkin selalu mengekspresikan apa yang dia rasa dengan perkataannya yang terkadang menyakitkan telinga lawan nya, tapi dia selalu mengerti sean. Dia sahabatnya, sahabat kecilnya..
"Ka sean kenapa?" Lamunan zhou di buyarkan begitu saja dengan suara jiput disampingnya. Jiput juga sahabat mereka berdua, hanya saja mereka tidak berteman v sejak kecil. Mereka hanya bertemu di kampus.
"Lo laper kan, gue ambil makanan yang sean beli dulu. Lo bisa maen sendiri"
"Hm.. " Jiput hanya mendehemkan suaranya tanda setuju.
Benar saja apa yang dipikirkan zhou. Sean, temannya yang dia kenal sedang tidak baik hari ini. Dia melihat sean sedang duduk di meja dapurnya, memandang nanar makanan-makanan yang dia beli saat pulang. Zhou menepuk pundak sahabatnya "jadi apa yang bisa gue denger dari lo hari ini" Menarik satu kursi dan duduk di samping sean..
"I'm fine zhou" Jawab sean, tersenyum pada sahabatnya itu
"Gue temen lo bukan sehari, dua hari. Lo inget dia lagi? " Akhirnya kata-kata itu lolos dengan mulus dari mulut zhou. Zhou sebenarnya paham, masalah satu ini sangat sensitif untuk sean.
"Just a little Zhou. I'm fine, and you always know that". Sean selalu menghindari kontak mata dengan zhou saat membicarakan masalah ini. Seakan-akan jika dia menatapnya, Zhou bisa kapan saja membaca ekspresinya.
"you miss him?". Tepat sekali. Zhou selalu tepat dengan apa yang dia lihat pada sean.
"I do not know. but somehow today i remember it again" Sean bersandar pada meja dan menutup kedua mata dengan tangannya. Dan sesuatu telah menetes dari matanya. Dia menangis..
Zhou sangat terkejut melihat sahabat yang dia kenal sejak kecil, hari ini menangis di depan matanya. Dia tidak menganggap sean sangat kuat, hanya saja dia tidak pernah melihat sean menangis karna seseorang seperti ini. Zhou selama ini selalu melihat sean tersenyum. Bahkan saat dia mengejek sean dengan kata-kata yang menyakitkan saja, sean selalu tertawa. Hari ini pertahanan yang sean bangun dengan rapih sejak dulu, akhirnya runtuh.
"take it off if it hurts" Zhou tidak tahu harus berbuat apa. Dia bukan tipe yang bisa menghibur seseorang, apalagi menangis seperti ini.
"Gue juga pengen lepasin ini zhou. Tapi.. " Dia tidak melanjutkan perkataannya.
"Gue emang ngga tau masalah kalian berdua. Tapi kalo itu nyakitin lo, kenapa lo pertahanin sih" Dia menatap sahabatnya, selalu menepuk pundaknya, berharap bisa menenangkan sedikit rasa sakit.
"Gue pengen ketemu dia zhou. Tapi gue ngga tau dia dimana sekarang. Bahkan namanya gue ngga tau". Dia menenggak satu minuman kaleng yang dia beli tadi
Zhou terkejut dan meraih minuman itu "sejak kapan lo minum beginian Sean..!!!"
"Baru ini ko. Biarin gue minum hari ini ya zhou, pliss.. " Dia mengerjapkan mata nya beberapa kali, memohon pada zhou.
"Oke oke gue kasih lo hari ini. Tapi kalo suatu hari gue liat lo minum kaya begini lagi, gue bunuh lo hari itu juga" Zhou menyilangkan kedua tangannya di dada, dia mendengus sangat kesal.
"Uuww gue sayang ama lo Zhou" Sean hendak menyandarkan kepalanya pada pundak zhou, tapi Zhou dengan cepat menepak kepala itu.
"Stop nempel-nempel. Gue ama jiput dari tadi laper. Lo pulang telat banget, ngapain aja lo sama bocah itu". Zhou sibuk memilih-milih makanan yang Sean bawa, dia menyiapkan piring dan gelas-gelas kecil untuk tempat makanan itu.
"Nothing special. Cuma ngobrol biasa doang. Terus gue suruh dia balik duluan, gue rebahan dulu deh di taman. Mencoba menyatu dengan alam". Sean menyesap minumannya kembali
"Cih.. Buruan bawain tuh makanan. Kasian tuh anak orang kelaperan nungguin lo". Zhou pergi mendahului sean yang masih duduk dengan tenang di atas kursinya. "Sean Alexa buruan..!!!"
Sean dengan cepat menimpali dan membawa piring-piring itu "Baik tuan, segera datang".
Sean selalu berpikir, apa yang di katakan sahabatnya ini terkadang masuk akal. Kenapa dia harus mempertahankan semua ini jika menyakitkan, bahkan sudah selama ini dia menyimpan perasaan nya itu hanya untuk 1 orang. Bukan berarti dia tidak pernah membuka hati untuk orang lain, hanya saja dia tidak pernah merasa cocok dengan orang baru. Dia tidak ingin menyakiti perasaan yang sudah tulus untuknya, tetapi hati nya sendiri tidak mau mendukung perasaan itu. Dia sangat sadar, suatu hubungan akan berjalan dengan baik jika kedua belah pihak saling menginginkan.
Tapi dia sampai saat ini masih setia menggantung perasaan nya hanya pada 1 orang yang bahkan tidak jelas dimana. Dia selalu yakin hati ini akan menemukan rumahnya kembali yang telah hilang, bahkan hilang di saat pertemuan pertama mereka.
Percayalah, sejauh kemana kamu pergi, sebanyak apa kamu menemukan rumah. jika yang membuka pintu itu bukan pemiliknya, maka kamu tidak akan betah menempatinya.Sean kembali membatin pada hatinya dan tersenyum "Suatu hari, hati ini bakal pulang kepada pemiliknya"..
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hate
Non-FictionSean Alexa 25th, mahasiswa seni suara semester akhir yang sedang sibuk mengurus semua persiapan untuk sidang mempertanggung jawabkan dari 4thn masa study. Terbilang cukup cepat bagi seorang Sean Alexa menyelesaikan study nya. Sampai suatu hari, dia...