15. Sorai

189 46 8
                                    

"JANEEEE!"

      Aku yang baru saja turun dari boncengan motor Aru langsung menoleh. Melihat Kana sudah berlari kecil ke arahku, kemudian gadis itu tersenyum ceria pada adikku.

"Halo, adik!" sapa Kana sok akrab. Aslinya benar akrab sih, sebab Kana sering main ke rumahku, jadi Aru dan Kana memang sering interaksi juga.

Aru membalas senyum, "halo, Teh Kana. Baru nyampe, ya?" tanya Aru. Kana mengangguk.

"Dah sana. Kalau mau kemana-mana chat Teteh. Kabarin," kataku ke Aru. Laki-laki itu mengangguk menurut.

"Duluan, Teh," pamitnya ke Kana.

"Hati-hati!"

      Setelah Aru pergi, aku dan Kana langsung berjalan memasuki area sekolah. Waktu itu hari Sabtu, lalu sekolahku mengadakan hari ekskul. Jadi walaupun di hari libur, sekolah jadi ramai karena para murid dari berbagai ekstrakulikuler datang untuk latihan. Alasannya juga sebagai persiapan untuk pensi yang akan diadakan beberapa minggu lagi.

"Ekskul apa aja yang dateng?" tanyaku ke Kana.

"Dance, band, teater, sama futsal," jawab Kana. Aku mengernyit bingung.

"Hah? Kok futsal?"

"Bukan buat pensi. Mereka emang latihannya hari Sabtu," sahut Kana. Aku bergumam panjang, mengerti.

"Oiya, sama anak OSIS juga pada dateng," kata gadis berponi ini menambahkan.

"Si Gina? Udah dateng?"

"Belom. Tadi gue telpon baru bangun katanya. Blegug pisan punya temen teh."

Aku ketawa kecil.

"Eh, lo duluan ke ruang dance aja. Gue mau nyamperin Mark dulu di RO," kata Kana waktu kita udah sampai di lantai dua. Aku mengangguk menurut kemudian akhirnya aku pisah sama Kana.

      Kana lurus sampai ujung di mana ruang OSIS berada sedangkan aku naik dua lantai lagi buat sampai ke tempat latihan. Iya, aku, Gina, dan Kana ikut dance sekolah yang nanti bakal tampil buat pentas seni. Terakhiran juga kayaknya soalnya nanti semester dua aku dan semua siswa kelas akhir sudah tidak diperbolehkan terlalu aktif di ekskul untuk fokus pada ujian kelulusan.

Begitu aku masuk ke ruang latihan, aku kaget.

"Asa?"

Laki-laki itu menoleh.

Di ruang latihan hanya ada Asa dan aku benar-benar bingung kayak ... ngapain? Ini ruang dance. Lantas aku berjalan mendekatinya.

"Kok bisa di sini?" tanyaku sambil duduk di samping laki-laki yang sedang memangku gitar ini.

"Saya nanti latihan futsal. Ke sini karena ruang musik dikunci," jawab Asa. Oh, aku paham.

"Lo emang suka gitaran gitu, ya?" tanyaku lagi. Asa mengangguk.

"Saya selalu suka musik sebenarnya. Biasanya saya kalau iseng banget di sekolah ya pasti perginya ke ruang musik. Hari ini ruang musiknya malah di kunci," ujarnya. Aku mengangguk mengerti. Ingat waktu kejadian saat aku disuruh Miss Windy ambil sesuatu lalu aku ketemu Asa di ruang musik.

"Gue juga suka banget sama musik. Tapi kalau mainin alat musik, gue belum bisa. Gue suka nyanyi," kataku memberi tahu. Asa menoleh, menatapku.

"Mau saya iringin gitar?" tawarnya. Aku tersenyum senang, menyukai idenya.

"Mau!"

"Lagu apa?" tanya Asa. Aku mengambil handphone di saku hoodie kemudian membuka musik.

"Lo tahu lagu ini, enggak? Sorai. Lagunya Nadin Amizah."

Aku memutar lagu tersebut.

"Tahu. Kebetulan saya juga penikmat lagu-lagu Teh Nadin."

Aku langsung excited.

"Serius? Gue juga suka banget sama Teh Nadin!"

"Hm. Dia cantik, lagu-lagunya indah, bahkan di stage juga kata-katanya selalu nyentuh."

Aku mengangguk setuju.

"Pengen deh, jadi Teh Nadin."

"Mau jadi penyanyi?"

Aku menggeleng, "bukan karena itu."

"Terus?"

Aku menelan ludahku kasar, kemudian menggeleng sambil tersenyum.

Menyimpan kalimat, "karena dia bisa disukai sama lo." di dalam hati.

***

      Aku ingat sekali, waktu itu merupakan hari dimana seharusnya pentas seni di sekolahku terjadi. Aku baru saja masuk ke area sekolah, tapi aku melihat Hendery berlari ke luar dengan wajah panik. Diikuti Lucas, Mark, bahkan Haikal juga. Intinya banyak orang-orang yang kukenal sebagai teman seangkatan berlari ke luar sekolah.

Aku mengernyitkan kening bingung tak mengerti.

"JANE!"

      Aku menoleh, melihat Kana dan Gina berlari ke arahku. Kedua gadis itu tampak terengah. Mereka menatapku dengan ekspresi yang benar-benar membuatku tidak mengerti. Seperti ekspresi sedih, tapi ada takut juga.

"Juna ...,"

Aku langsung menegang.

"Juna ditemui tewas di rumahnya. Katanya, pelakunya Ayahnya sendiri ...." Perkataan Gina yang sedikit bergetar membuatku blank.

"Jangan bercanda."

"Jane—" Kana mulai nangis, dia coba buat meraih tanganku, tapi langsung aku tepis.

"GUE BILANG JANGAN BERCANDA!!"

FIN

***********************************

📝 :

sayangnya aku ga bercanda. ini bener-bener udah selesai huhuhu lagi-lagi maaf.... aku ngga jago bikin ending??

aku harap kalian menikmatinya, ya? terima kasih banyak sudah membaca karyaku sampai sini. aku bersyukur banget kalau kalian bisa suka. jangan lupa, berikan banyak cinta untuk jane, arjuna, dan mungkin tokoh lain yang kalian suka di sini.

khususnya tolong banyak berikan cinta  buat orang ini, yg bikin cerita sorai akhirnya lahir dan bisa sampai sejauh ini, Xiao De Jun❤

khususnya tolong banyak berikan cinta  buat orang ini, yg bikin cerita sorai akhirnya lahir dan bisa sampai sejauh ini, Xiao De Jun❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sorai [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang