"Eh, Jane!"
Padahal yang punya nama aku, tapi gadis yang sedang berjalan di sampingku waktu itu ikut berhenti dan menoleh ke belakang. Ada Miss Windy, guru di sekolahku yang ngajar pelajaran musik.
"Oh, sama Kana," kata Miss Windy waktu sudah sampai di depanku dan Kana.
"Kenapa, Miss?" tanyaku.
"Nanti abis istirahat jadwal kelas kalian, 'kan?" tanya Miss Windy. Aku sama Kana mengangguk kompak.
"Gini, tadi Miss abis ngajar praktek anak IPA 1, buku absen Miss jadinya ketinggalan di ruang musik. Miss boleh minta tolong ambilkan bukunya, enggak?"
Aku sama Kana bertukar pandang. Niatnya 'kan mau ngantin!
"Emang nanti kita enggak praktek juga, Miss?" tanya Kana setelah bertukar pandang denganku.
"Miss mau ke Walkot, jadi kalian materi aja hari ini," jawab Miss Windy atas pertanyaan Kana.
"Yahhh!" seruku kecewa bersamaan dengan Kana.
"Yah, yah, padahal mah seneng!"
"Dih, enggak gitu," elak Kana. Aku nahan tawa aja.
"Ya udah, Miss. Diambilin nanti," kataku. Miss Windy tersenyum senang.
"Thank you! Eh, tapi sekarang yah, soalnya Miss mau ada perlu. Miss ada di ruang guru kalau mau ngasih."
"Siap, Miss!"
"Okay, thank you so much, Anindhita and Kanaya!"
"Gue yang ke ruang musik, lo langsung ke kantin aja, Na. Sumpah ya gue lagi bm banget sospy, nanti kehabisan lagi kayak kemarin," ujarku saat Miss Windy sudah pergi ke gadis berponi di depanku ini.
"Ya udah. Lo langsung nyusul ke kantin ya, kalo udah selesai," sahutnya. Aku mengangguk mengerti, kemudian kita lanjut jalan turun ke lantai satu, kemudian berpisah. Kana belok kiri ke arah kantin, sedangkan aku belok ke kanan di mana ruang musik berada.
Aku langsung masuk aja setelah sampai di depan pintu ruang musik. Hafal dengan tabiat Miss Windy yang enggak pernah ngunci ruangannya setiap ada kelas yang habis praktek.
Keningku berkenyit bingung saat menemukan punggung seseorang di balik kursi yang jaraknya sekitar satu meter dari tempatku berdiri di ambang pintu. Pria itu memangku gitar, memetiknya pelan sehingga menimbulkan melodi yang lembut kudengar. Disebelahnya ada meja dan di atas meja sana ada buku absen Miss Windy.
"Permisi," kataku pelan sambil masuk ke dalam. Sesuai harapan, manusia itu menoleh.
Mau tahu dia siapa? Laki-laki Hujan yang aku pinjamkan payung lipat beberapa hari lalu. Padahal setelah aku lihat dia dari depan Indomart malam itu, aku enggak pernah lihat lagi. Sama sekali.
Bisa saja, Semesta!
Laki-laki itu meletakkan gitar yang semula dipangkunya ke tempat yang memang kuhafal itu tempatnya. Dia sepertinya hendak pergi.
"Lo tahu tempat duduk gue darimana?" tanyaku menembak langsung. Laki-laki itu berhenti di depanku.
"Apa?"
"Lo yang balikin payung gue ke kelas, kan? Tahu darimana tempat gue? Gue cuma ngasih tahu nama sama kelas waktu itu."
"Denah kelas yang ada fungsinya untuk apa?" tanyanya balik. Aku mengernyit bingung.
Loh, memangnya ada denah tempat duduk ya di kelasku? Kok aku enggak tahu?
"Terima kasih," katanya tiba-tiba. Aku jadi merasa kayak bunglon, cepat banget berubahnya. Tadi bingung, kemudian senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorai [✓]
Teen FictionTentang segala yang gagu Kamu yang kaku dan rasa yang semu Karena kamu Aku tetap bersorai, walau segalanya berakhir pilu. Ditulis untuk laki-laki yang bernama Arjuna Asa Baskara. Sebab aku merasa senang, walau ia hanya bertandang.