11. Bikin Macet Bandung

136 49 3
                                    

      Malam Selasa dengan suasana hati yang rasanya ingin marah-marah saja kurasa. Enggak bagus. Gara-gara kejadian di sekolah, betenya terbawa sampai rumah. Mau tahu kenapa?

"Jane, tungguin sini dulu. Sebentar doang, kok!"

"Iya, udah sana ih. Gue tungguin, Na."

"Awas lo kalo kabur!"

"BAWEL!"

      Aku antar Gina ke ruang guru waktu semua anak-anak, mungkin sebagian guru-guru juga sedang ada di lapangan. Sekolahku mengadakan hari olahraga tahunan yang waktunya bisa sampai semingguan, itu tandanya free class satu minggu. Kata Gina, dia masih ada hutang nilai ke Bu Krystal, jadi dia lunasi sekalian, mumpung lagi enggak ada pelajaran juga.

      Balik ke aku, Gina masuk sendirian sedangkan aku nunggu di depan ruang guru. Enggak di depannya persis sih, aku agak jauhan dekat meja piket. Aku duduk di kursi yang biasa dipakai guru piket, karena enggak ada pelajaran, jadi yang piket juga enggak ada. Setelah itu datanglah penyebab dan orang yang merusak suasana hatiku.

"Jane, kok disini?"

Itu Haikal. Kalau kalian lupa, aku ingatkan kalau dia adalah mantan pacarku.

"Emang ... enggak boleh?" tanyaku balik.

"Ya, enggak apa-apa," sahutnya. Kemudian Haikal tetap berdiri di depanku, tapi di tengah-tengah aku dan dia ada meja piket.

"Jane, lo masih ngira kalo gue selingkuh sama Yonanda?" tanyanya. Aku bingung.

"Bukannya lo emang selingkuh?"

"Gue udah bilang berkali-kali kalo gue enggak selingkuh, Jane."

"Lo bilang berkali-kali doang tapi enggak ada bukti buat apa?" Aku jadi sedikit emosi, padahal kejadiannya sudah lama juga.

Tapi memang emosiku selalu tersulut kalau sudah bahas hal itu.

DI. SE. LING. KUH. IN.

"Udah lah, Kal. Udah lama juga, buat apa dibahas?" tanyaku sambil berdiri dari duduk. Biarin aja kalau nanti Gina marah gara-gara aku enggak nunggu dia, daripada aku emosi.

"Gue mau buktiin kalau gue enggak selingkuh, tapi lo selalu keras kepala dan menghindar—"

"Ya udah. Gue 'kan keras kepala, kenapa harus dilanjut? Enggak apa-apa juga kan kalau putus—"

"Gue enggak mau kita selesai dengan keadaan yang kayak gini, Jane. Terlebih lo yang ngecap gue sebagai tukang selingkuh padahal gue berani sumpah cuma lo satu-satunya."

"Lo satu-satunya bahkan sampai sekarang."

      Rasanya aku mau meledak, marah-marah, tapi enggak tahu untuk siapa. Mungkin untuk diriku sendiri? Aku mau coba dengar dan lihat buktinya, dengerin semua penjelasan Haikal, tapi egoku selalu bilang kalau hal itu enggak perlu. Setelahnya bicara seperti itu, Gina ke luar dari ruang guru dan aku yang langsung pergi tanpa bilang apa-apa.

"AH LIEUR!"

Selanjutnya adalah aku merasakan getaran ponselku di atas bantal, tepat di sampingku. Waktu aku buka aplikasi chat, aku kaget.

Asa: Jane (1)
Haikal: besok bisa ngobrol? (1)

***

"Jane, ayo ih! Si Gina udah duluan nanti nungguin dia."

"Kamana si, ah? Mager!"

"Ke lapangan atuh belegug ai sia! Lo mau di kelas juga enggak bakal boleh."

      Aku udah bilang 'kan kalau sekolahku sedang mengadakan Hari Olahraga waktu itu? Jadi semua anak-anak enggak boleh ada yang di kelas, semuanya harus ada di lapangan. Riweuh lah!

      Jadi aku dan Kana keluar dari kelas, kemudian turun ke bawah. Kata Kana, Gina ada di pinggir lapangan bawah pohon mangga yang ada di sudut kanan. Jadi waktu sampai ke lapangan, aku bisa langsung lihat gadis itu yang sedang duduk di kursi panjang. Sisi kanan dan kirinya ia letakkan sepasang sepatu. Maksudnya pasti nempatin buat aku dan Kana.

"Lama banget, anjir!" omel Gina ke aku dan Kana saat sampai.

"Noh, si Jane. Males katanya ke bawah."

"Ngaduan banget si lo!"

"Jane, lo bakal nyesel kalo enggak nonton futsal hari ini!" kata Gina excited. Aku mengernyit.

"Emang kenapa?" tanyaku sambil duduk di kanan Gina. Sepatunya sudah diambil dan dipakai sang pemilik.

"Yang tanding anak IPS 5 lawan IPA 1," sahut Kana. Aku masih bingung.

"Terus?"

"Aduh lemot banget kesel," gumam Gina sambil geleng-geleng kepala.

"Angkatan kita, Jane. IPA 5 ada Dery, Lucas, sama Haikal!"

"Terus IPA 1 nya ada Arjuna."

Entah kenapa, aku malah mau pulang.

***

"Kalian duluan aja, nanti gue nyusul."

      Setelah itu, Gina dan Kana kompak senyum-senyum meledek. Dari tatapannya kayak berisik banget CIE CIE gitu. Aku melebarkan mata galak untuk mengusir Kana dan Gina cepat. Hingga akhirnya mereka benar-benar berbelok ke arah koridor IPS, meninggalkan aku dan laki-laki berambut cokelat yang berdiri di depanku. Tinggal aku dan ia, di ujung tangga lantai dua.

"Kenapa Sa?" tanyaku.

"Saya bau keringat ya?" tanyanya. Aku enggak langsung jawab pertanyaannya, bingung. Soalnya walaupun habis main bola, Asa enggak bau kayak anak laki-laki di kelasku kalau habis jam olahraga. Asli.

"Hah? Enggak kok!"

"Jauh banget. Saya mau ngomong," lanjutnya. Aku yang mengerti langsung mendekat.

"Semalem kenapa chat manggil doang? Udah gue balas, malah enggak lo balas!" tanyaku agak kesal.

"Oh iya. Saya lupa kalau chat kamu semalam," katanya sambil terkekeh kecil. Aku berdecih pelan jadinya.

"Jadi, kenapa?" tanyaku kepada Asa yang masih menggunakan baju futsalnya itu.

"Kenapa buat yang mana?"

"Buat chat yang semalam sama yang sekarang."

Dia ketawa kecil. "Sama aja."

"Gimana?"

"Yang kamu mau tahu buat semalam dan sekarang, sama."

Aku menganggukkan kepala dua kali, mengerti.

"Terus, apa?"

"Kamu boleh pulang sekolah telat?" tanyanya.

"Gue pulang sekolah, Ayah belum ada di rumah. Selalu lembur," jawabku.

"Kalau gitu pulang sama saya, ya?"

KOK AKU DEG DEGAN?!


"Ngapain?" kutanya dia.

"Bikin macet Bandung."



******************************

📝 :

asa jane kalian ini apasih aku ga paham.........

📝 2021:

semua notes di sini gaada yg aku rubah dan aku tambah yaa (karena sama-sama nggak penting)

aku cuma mau bilang, ini direvisi tanpa ada alur yg diubah. aku revisi tata bahasa sama penulisannya aja. jalan cerita dan ending akan tetap sama seperti pertama kali aku post di tahun 2020.

Sorai [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang