8. Asa, Aku, dan Tali Sepatu

167 58 1
                                    

      Kira-kira sudah sebulan sejak aku bertemu dengan laki-laki yang aku pinjamkan payung lipat saat hujan kala itu. Di depan sekolah, tepatnya di halte. Laki-laki yang menurutku paling kaku dari semua laki-laki yang pernah kutemui. Bagaimana tidak? Di zaman sekarang, aku hanya menemukan dia, orang yang saat berbicara menggunakan saya-kamu. Selain saat di organisasi atau sedang berada di keadaan yang mengharuskan berbicara formal, tapi laki-laki itu selalu menggunakannya bahkan dengan teman sebaya. 

Lucu sekali. 


      Kalian pasti tahu tepat siapa yang aku bicarakan. Iya, Arjuna Asa Baskara, yang biasa aku panggil Asa. Sejak aku mengenalnya, aku jadi merasa punya teman baru. Enggak tahu sih, dia anggap aku begitu atau tidak, tapi aku mulai menganggapnya teman. Kalaupun di sini hanya aku yang menganggapnya teman ya tidak apa-apa. Aku tidak terlalu peduli juga. 


      Asa itu anaknya suka tiba-tiba. Tiba-tiba hilang, tiba-tiba ada. Dulu pertama, kedua, dan ketiga kali aku masih selalu terkejut dengan kebiasaannya itu, tapi sekarang enggak lagi. Aku sudah tidak terkejut lagi kalau anak itu muncul mendadak, tapi anehnya aku masih tidak terbiasa dengan kebiasaannya di opsi yang kedua, yang suka menghilang tiba-tiba. Karena aku masih suka mencarinya jika sehari saja aku tidak melihat kehadirannya. 


      Seperti pagi itu, aku baru saja tiba di sekolah. Setelah meletakkan tas di kelas, aku pergi ke toilet. Selesainya dari toilet, aku bertemu Asa di koridor saat aku ingin kembali ke kelas. Setelah dua hari aku tidak melihatnya di sekolah ataupun di luar sekolah. 


      Aku menghentikan langkah saat jarak Asa dan aku berjarak kira-kira lima meter. Pun ia yang berhenti melangkah, malah balas menatapku. Asa itu ... selain suka muncul dan hilang tiba-tiba, dia suka kelahi juga ya? Sudah kali kedua aku melihat wajahnya babak belur.


"ASA!"


      Laki-laki itu berbalik, kemudian melangkah seperti menghindariku padahal aku tahu arah jalan sebelumnya adalah menuju ke arahku karena posisi kita yang berpapasan. Asa berhenti, kemudian berbalik menghadap depan. Menghadapku kembali. 

"AYO KE ROOFTOP SEKOLAH!"

***

"Saya enggak hobi kelahi—aduh!"


"Makanya diem dulu! Lagi gue obatin ini."


      Setelah menutulkan kapas yang sudah kutetesi dengan obat merah ke luka Asa yang terakhir di pelipisnya, aku membereskan kotak obat yang sempat kubawa dari UKS sebelum sampai di atap sekolah. 


"Udah," kataku. Laki-laki itu menatapku. 


"Makasih."


Aku mengangguk. "Lo enggak takut?" tanyaku sambil berpindah jadi ke sebelahnya karena sebelumnya aku ada di depannya tepat. 


"Takut apa?"


Sorai [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang