Chapter 9 ; A Thoughts.

1.2K 217 14
                                    

Yeonjun memandangi dirinya di cermin kamarnya. Lebam pada permukaan kulitnya masih terlihat segar, karena luka itu baru saja dibuat semalam. Ia melihat lehernya yang berwarna keunguan. Yeonjun tertegun mengingat kejadian semalam. Kedua kakaknya bahkan tidak jadi menelfon polisi karena memikirkan keselamatan adiknya yang bisa saja dihilangkan nyawanya kala polisi dalam perjalanan menuju mansion tersebut. Apapun akan Soobin lakukan, dugaan mereka begitu.

Yeonjun, menemukan sisi lain dari Soobin. Ia tau ia adalah buronan komplotan Mafia yang dipimpin oleh Soobin, pemimpin dingin dengan darah dan tangan ringan. Ia bahkan bisa memecahkan kepala Yeonjun hanya dengan tangannya saja, namun, kenapa ia masih membiarkan Yeonjun tersiksa? Karena batin Soobin pun tersiksa tiap kali manik mata mereka bertemu.

Ia mengusap keunguan pada tubuhnya. Ia merasa tubuhnya tidak dapat bergerak setelah beberapa hari berturut turut mendapatkan hantaman keras. Ia berjalan perlahan sambil memegangi nakas dan memegangi perutnya agar bisa berjalan menuju kasurnya.

"Jun? kau tidak usah keluar. Kumohon? aku bahkan tidak bisa melaporkan polisi karena aku takut jika nanti kau akan ditembak oleh bajingan itu.", Jelas Namjoon diikuti sorot mata Taehyung yang terlihat sedih dengan keadaan adiknya saat ini.

"Baiklah, tidak apa apa hyung, memang aku yang bersalah? dia memang berdarah dingin, kemarin saja ketika kalian mau memanggil polisi, ia menghujaniku dengan ratusan pukulan." Yeonjun merangkai cerita, agar kedua kakaknya benar tidak berkutik untuk mencampuri urusannya. Ia memilih untuk tetap melanjutkan buronan-siksaan dengan Soobin, demi membayar dosa yang pernah ia perbuat pada Soobin dan keluarganya.

Menit berikutnya ia mendengar teriakan diluar kamarnya. Teriakan kedua kakaknya yang berdebat perihal menjaga Yeonjun dari Komplotan Mafia yang paling ditakuti itu, Namjoon meminta Taehyung namun Taehyung merasa tak berdaya untuk menjaga Yeonjun. Ia memejamkan kembali kelopak matanya mendengarkan argumen kedua kakaknya itu. Dari sorot bicara mereka, hanya putus asa dan emosi yang menguasai. Karena, jika mereka bergerak, nyawa Yeonjun menjadi taruhannya. Walaupun sebenarnya Yeonjun tidak memusingkan perkara nyawanya, ia lebih memikirkan orang orang yang ia sayangi.

***

Soobin termenung di meja makan sambil mengaduk ngaduk sarapan yang disediakan oleh pelayannya. Ia masih memikirkan kejadian yang terjadi semalam. Soobin masih berusaha mencari titik terang dari perkataan Taehyun padanya, perkataan yang menyatakan bahwa ia tidak bisa sekeji itu pada sosok Yeonjun.

Tiba tiba pintu utama rumahnya terbuka dan munculah 3 anak yang amat sangat dikenali oleh Soobin. Taehyun, Hyunjin dan Beomgyu? Ah. kenapa harus beomgyu yang berkunjung. Ia bahkan tidak ingin dikunjungi oleh siapapun.

Menit berikutnya, ia membanting piring beserta alat makannya ia lemparkan melewati ketiga tamunya. Dadanya bergemuruh kala melihat ketiga orang yang ia kenal tersebut.

"Bin, tenanglah." Pinta Hyunjin. Soobin mendengus menunjuk Beomgyu.

"Diluar saja.", ketus Soobin sambil melangkahkan kakinya keluar ruangan.

***

"Itu sudah 4 tahun lamanya bin!!" jerit Beomgyu frustasi. Taehyun memandangi kekasihnya miris. Ia bahkan tak mau berurusan dengan Soobin terkait temannya atau siapapun, tetapi sekarang? Kekasihnya justru berurusan dengan Choi Soobin perkara Yeonjun dan masa lalunya. Hyunjin menatap Soobin.

"Bin... aku tau kejadian itu membekas padamu, tapi tolong? bisakah kau menyelesaikannya dengan kemanusiaan? bahkan Yeonjun hyung tak bisa mengingat, ia amnesia, apa yang kau harapkan?"

"Dia mati?", celetuk Taehyun. Mendapati tatapan terkejut dari Beomgyu dan Hyunjin. Taehyun mengangkat bahunya melirik Soobin.

Soobin mengedarkan pandangannya kesamping, melihat sekitarnya yang hening dan hanya ada bunyi angin dan pergerakan dari ketiga orang didepannua saat ini.

Dare To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang