Merasa Diikuti

37 0 0
                                        

Hari ini keluarga besar kami mengadakan acara musyawarah di rumah Nenek. Tentu semua adik dan kakak mama akan hadir. Aku yang selalu senang berkumpul dengan keluarga besar tak ingin ketinggalan, meskipun statusku hanya keponakan dari mereka semua. Dari rumah aku pergi sepagi mungkin menuju rumah mama, agar ada waktu lebih untuk bernapas.

Aku ikut suami setelah menikah untuk tinggal di daerahnya, karena usaha yang kami bangun masih ditempatkan di rumah mertuaku. Kami belum memiliki toko atau ruko di pinggir jalan, promosi pun masih secara online.

Tibalah aku di rumah Mama. Aku memboyong salah satu anakku, Rayyan, karena dia masih minum ASI. Sedangkan Shanum dia asyik main sama teman-temannya dan suamiku juga ada di rumah, jadi aku lega meski tidak membawa serta denganku.

Berangkat ke rumah Nenek aku menaiki taksol (taksi online) untuk menghemat waktu. Rumah Nenek ada di Desa yang sama dengan Desa Mamaku namun akses menuju ke sana tidak dijangkau angkutan umum. Kalau pun mau menaiki angkutan umum kami harus dua kali naik, cukup risih untukku yang menggendong balita.

Apalah aku ini yang orangnya gak mau ribet. Sejak ada aplikasi ojek online, aku selalu mengandalkan jasanya untuk bepergian. Bahkan ketika malam-malam ingin ngemil atau makan pun aku akan memakai jasa antar makanan online. Kalau saja anak-anakku sudah besar, mungkin aku akan bepergian dengan kendaraan sendiri.

Seperti biasa aku masuk aplikasi taksol. Aku masukkan alamat tujuan dan lansung kutekan "order now".

Tak lama, seorang driver sudah dicocokkan dengan akunku. Hanya perlu menunggu maksimal sepuluh menit, tibalah taksol yang ku order di hadapanku.

Aku tak meneliti siapa driver yang akan mengantarkan kami. Aku hanya memastikan itu bukan Tio, itu saja. Kami pun menaiki mobil itu dan segera meluncur menuju kediaman Nenek.

💙💙💙

Selesai musyawarah sesuai rencana sebelumnya aku, Mama dan Bibiku akan pergi ke pusat kota. Kami akan membeli beberapa meter kain dan khimar yang sama untuk pengajian. Ini memang sudah menjadi rutinitas kami, selalu membuat baju seragam. Tidak resmi, cuma kami selalu suka berpakaian samaan.

Bibi-bibiku dan Mama sangat kompak, kadang aku iri dengan kekompakan dan kedekatan mereka. Aku tak memiliki saudara perempuan, karena aku anak pertama dan kedua adikku adalah laki-laki.

Mereka sudah mempunyai model baju dan tinggal membeli kainnya saja. Aku yang mengetahui itu tak ingin ketinggalan. Aku selalu ikut nimbrung bersama Mama dan Bibiku. Meskipun paling muda, aku selalu bisa mengikuti kemana arah pembicaraan mereka dan aku tak pernah luput untuk tidak mengambil setiap pelajaran dari apa yang tengah meteka bicarakan.

Seperti biasa aku order taksol. Jika kami harus menaiki angkutan umum, kami harus berjalan kaki terlebih dahulu kurang lebih 500 meter, karena itulah aku selalu inisiatif untuk order taksol, gendong balita dengan bobot 10 kilogram dan jarak 500 meter akan sukses membuat punggungku sakit. Dan aku tak bisa mengandalkan Mama atau Bibi karena usia mereka sudah lebih dari empat puluh tahun, tak tega jika harus gendong anakku.

Untuk sekali ini aku mendapatkan driver yang cukup dekat. Jaraknya hanya 50 meter, lebih mempersingkat waktu.

Sebuah Nissan Serena berwarna grey berhenti tepat di depan kami. Aku sedikit heran sebenarnya, driver ini tidak mengirim chat terlebih dahulu untuk menanyakan alamat seperti biasanya.

"Ah mungkin dia sudah paham betul bagaimana menggunakan maps," batinku.

Selama di perjalanan Bibiku yang bernama Zakiya ini selalu heboh. Kemana pun pergi jika bersamanya selalu ramai dengan topik-topik pembicaraan. Sampai sebuah suara yang tak asing di telinga membuat perasaanku berubah menjadi kehilangan rasa nyaman.

Terjerat MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang