Dira datang disaat badai. Ia mengkhawatirkanku. Dia tau bahwa aku takut dengan badai dan petir yang selalu beriringan saat hujan deras.
"Dira. Mau kubuatkan sesuatu?"
"Makasih, aku mau pulang," ucapnya lirih, setelah ku lihat lagi bibir nya yang pucat. Keringatnya mulai membasahi sebagian kening dan pipi kanannya.
"Aku antar." Ku genggam jemarinya, menopang tubuhnya yang hampir saja jatuh .
"Kamu yakin?" Tatapnya, meyakinkan ku untuk kesekian kali nya.
"Iya." Jawabku dengan sedikit ragu.
"Apa kamu masih takut?"tanyanya. Ia menatap lekat wajahku, seakan mengerti jika aku masih saja takut dengan gelap.
"Pulanglah. Aku baik-baik saja."jawabku. Aku menyembunyikan rasa takut karena tak ingin membuat laki-laki itu khawatir. Tapi, sepertinya aku tak pandai membuat Dira percaya dengan apa yang ku ucapkan.
"Baik, aku pulang." Dira hanya menatapku dengan wajah nya yang sayu lalu ia beranjak pergi melewati pintu apartemenku. Tapi, ia tak menoleh ke arahku. Memastikan lagi, apa benar aku akan baik-baik saja setelah ia pergi.
Sosoknya sudah menghilang. Di tengah malam saat hujan datang. Ketika lampu belum saja menyala, ia datang sebentar. Hanya ingin tau keadaanku dan melihatku baik-baik saja.
Karena Dira merasa bersalah telah meninggalkan ku sendiri di taman."Sampai kapan lampu mati ya Allah."gerutuku kesal. Menatap lilin yang tinggal setengah di atas meja.
Aku moncoba memejamkan mata. Tubuhku terbaring di sofa tengah, menatap bintang di langit-langit rumah.
Susah untuk tertidur, disaat hati masih saja gusar. Ketika aku masih memikirkan Dira yang tiba-tiba datang mengkhawatirkanku. Tapi, seketika juga dia pergi tanpa mau melihatku seperti tadi. "Ah. Dir, kenapa kamu menjadi manusia rumit seperti ini. Buatku bingung saja!"sepertinya, pikiranku tak berhenti berputar. Membuatku benar-benar kesaal karenanya.Gelap masih menemani malamku. Jam sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari. menyisakan aku yang melamun sendiri Di ruang sepi dengan setitik cahaya lilin di tengah.
Aku hanya membolak-balikan badan ke kanan lalu ke kiri. Malam sudah terlalu larut, jam sudah menunjukkan pukul 02.30 dan aku masih terjaga di ruang tv....
Pagi sudah menyapaku. Dengan kantung hitam pekat melingkar di bawah kelopak mata.
Aku menyapa setiap orang yang tersenyum kearahku. Menyapa mereka dengan uapan kantuk dari bibir kecilku."Mba, hati-hati dikira kuntilanak." tegur seorang satpam yang ku kenal di lobby appartement.
"Bapak nih. Cantik gini kok ya dibilang kuntilanak." gerutuku kesal. Kakiku tetap berjalan sembari mengomeli pak satpam yang mengataiku Kuntilanak. Setidaknya, aku lebih cantik dari pada makhluk yang suka nangkring di pohon itu.
..
Bis sudah nampak dari kejauhan. Sedangkan, aku bersiap di halte. Berdiri dengan segerombol orang yang melirikku. Bahkan tak sedikit dari mereka menertawakanku.
Aku melihat apa yang salah denganku pagi ini.' apa aku memakai baju terbalik?' atau ' ada yang aneh dengan riasanku?'. Mataku mengawasi setiap mata yang melihatku. Mencari tau apa yang salah denganku pagi itu."Maaf, kenapa pada liatin ya?"tanyaku, kepada seorang pelajar disamping.
"Kantung matamu. Seperti panda." ia terlihat menahan tawanya. Karena, manik matanya tak lepas dari lingkaran panda dibawah mataku.
Aku hanya menunudukan kepala, melihat sepatu ku dengan pita hitam di tengah. Hingga, akhirnya bis berhenti di halte depan kantorku. Membuat langkahku bergegas menuruni tangga bis dengan derap langkah yang cepat.
"Rinjani."sapa temanku.
"Hai," tatapanku, sedangkan wajahku masih tertunduk melihat lantai. Saat masuk ke dalam kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)
RomanceSetelah empat tahun lamanya. tanpa ingin menyapa ketika kamu ingin bertemu, hanya mendengarkan suaramu tanpa berbicara dan melihatmu dari kejauhan saat kamu datang mengujungi rumah saat itu. Ya, walaupun Ibu selalu menyuruh mu duduk di teras. Aku ha...