Langkahku bersemai dengan tawa

26 20 10
                                    

Suara ombak bergemuruh, terdengar jelas jika mereka ingin berlomba untuk menyentuh pantai. Sama, seperti kakiku yang tak sabar menginjak pasir. Bergandengan tangan bersamanya. Melihat awan yang gelap tanpa ada bintang dan senyum bulan menyapaku seperti hari kemarin.

"Kamu suka pantai?"tanyanya.

"Aku. Suka kamu." Senyumku melengkung sempurna menghiasi bibir merahku, mataku mengisyaratkan hasrat manja ke arahnya.

"Aku tau. Sejak 8 tahun lalu kan!" Tatapnya dengan tawa kecil tersembunyi dengan maksud terselebung.

"Iya, aku mengakuinya." Ku balas tawa itu dengan cubitan di perut sispeknya berulang kali. Membuat ia menahan geli dan tertawa lepas. Sehingga, aku harus mengejarnya di atas pasir putih yang mulai basah karena hujan mulai turun kembali.

Malam sudah terlalu larut untuk perempuan baik-baik seperti kata Ibu .
Tetapi, Dira tak mau meninggalkan pantai yang menenangkan untuknya.
Ia dan aku hanya duduk di atas pasir dengan alas koran yang cukup untukku besandar.
Dira. Ia berbaring di pangkuanku. Mengingatkan saat di sekolah dulu. Dia selalu saja seperti itu di waktu istirahat tiba.

"Sini, elus kepalaku." Tangangnya menarik jemariku. Ia meletakkannya di atas rambutnya yang sudah mengering.

"Iya." Jemariku mengelus satu per satu setiap helai rambut yang ku pegang. Membuatnya terpejam sebentar. Sedangkan, aku hanya membiarkan ia tertidur dengan angin pantai menemaniku.

Subuh pukul 4.

Kulihat jam di tangan. Sudah menunjukan pukul 4 subuh. Dira masih saja tertidur, sedangkan pinggangku mulai mengeluh karena seharian tidak menyuntuh kasur yang empuk.

"Dir." Ku coba membangunkan laki-laki yang tetap tertidur di pangkuanku.

"Rinjani. Maaf menjadikanmu bantal tidurku." Wajahnya masih mengantuk dengan kantung mata hitam menggantung.

"Ayo pulang. Sudah mau pagi,"ucapku. Ku tarik setiap otot tangan ke atas. Terasa sangat menyenangkan duduk denganya di pantai.

"Ayo." Tubuhku dan dia beranjak dari pasir yang menenangkan. Membawa mereka kembali beraktifitas dengan segala  fana dunia yang penuh khayalan.

--****---

Dira. Ia menggerutu kesal. Karena, menungguku terlalu lama bersiap di kamar mandi. Laki-laki itu hanya duduk di sofa ruang tengah dengan Menatap tv flat yang tak menyala. Pandangan kosong seperti pikirannya sudah berkelana kemana mana.

"Kamu lihat apa?"tanyaku.

"Kalau foto nikah kita dipasang di atas TV. Mungkin bagus untuk dilihat," ucapnya dengan pandangan menatap tembok polos di atas TV ruang tengah.

"Hahaha... Ngawur, pacaran baru 2 hari mikirin nikah. Masih jauh." Tatapku dengan bibir menyeringai. Membuat Dira memasang wajah tertekuk kesal.

"Pacaran nya baru 2 hari. Tapi, sukanya kan udah 8 tahun." Lagi-lagi ia menggodaku. Sedangkan nada manja itu keluar dari bibirnya. Membuatku hanya tersenyum melihat pipinya yang merona merah.

"Iya. Udah yuk berangkat,"ucapku sembari menarik jemarinya untuk bangkit dari tempat ia duduk.

Mobil melesat jauh dari appartement. Pagi itu matahari nampak tersenyum dibalik awan putih. Sepertinya, hujan tak akan datang untuk sementara. Membiarkan kami manusia bumi menyapa matahari yang sedari kemarin bersembunyi.

Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang