luka yang akan membaik.

58 32 13
                                    

"iya, aku masih ingat."jawabku dengan senyuman ke arahnya. Ia hanya tertawa kecil sembari menyeruput coklat yang ada di genggaman jemarinya.

....
Dira, ia tetap menatap layar laptop. Dengan keripik singkong tetap setia memenuhi bibirnya.
"Makan dulu."ajak Ibu.

"Nanti bu, Dira harus menyelesaikan pekerjaan Dira."ucapnya, ia menolak lembut ajakan Ibu untuk makan bersama di meja makan.

"Yaudah, biar Rinjani yang nyuapin kamu ya."pinta Ibu kepadaku.

"Kemarin di hot...."kata-katanya terputus. Kubungkam bibirnya agar tak melanjutkan cerita tentang di hotel kemarin.

"Di hot ? Hotel? "tanya Ibu penasaran, sembari memberiku sepiring nasi dengan lauk ayam goreng kesukaan Dira.

"Bukan Bu, eh ini ayam goreng?"timpal Dira, ia mencoba mengalihkan pembicaraan Ibu.

"Yaudah, kamu makan,"ucap Ibu, tubuhnya meninggalkanku dengan wajah bingung ke arah Dira. "Kamu ngga bisa jaga ucapan ya!"seruku, menggerutu di setiap lekukan mukaku.

"Ya maap, keceplosan. Habis kamu'Hot'." godanya, kelopak matanya berkedip berkali-kali ke arahku. Membuat ku sedikit tertawa melihat tingkah konyolnya itu.

"Emang aku kompor. Panas!"ucapku kesal dengan tangan menyendoki segumpal nasi ke bibir Dira.

"Ngga, kamu cantik."sanjungnya. Aku hanya tersipu malu dengan pipi merah merona memandangnya.

"Aku ngerjain tugas kamu dulu."

"Tugasku?"tanyaku, kelopak mataku tak lepas menatap layar laptopnya.

"Eh. Ngga maksudnya...."kata-katanya terhenti, saat aku merebut laptop yang ia pegang. Ku tatap layar kotak di depanku dengan berkas yang seharusnya ku kerjakan sebelum berangkat.

"Ini berkas yang harus ku selesaikan kemarin? Kenapa kamu yang ngerjain?"tatapku bingung. Dira hanya melihatku yang sedang marah karena nya.

"Kamu cantik. Aku rindu...." Hanya kata-kata itu yang terucap dari bibirnya. Ia hanya memandangku dengan teduh. Kelopak matanya tak berkedip sedikitpun.

Ku ambil laptop yang ada di pangkuannya itu. Ku bawa masuk ke dalam kamar untuk ku selsaikan sendiri. Mungkin saja Pak Dermawan mengizinkanku pergi, karena Dira berjanji akan menyeselsaikan berkas yang seharusnya ku serahkan besok pagi.
"Kenapa bisa Dira berbohong sih."gerutuku kesal. Tanganku masih mengetik keybord laptopnya.

....
Satu jam sudah ku selseaikan berkas itu. Dan ingin mengirimnya melalui email Dira.
Saat ku buka Gmailnya, ada surel dari gadis cantik menyapanya. "Hai, mantan. Apa kabar?" Kata-kata di pesan itu membuatku tercengang. Dira mempunyai mantan saat di Jerman? Saat itu aku mencoba menjaga hatiku untuk dia. Kenapa ia dengan santainya berpacaran dengan gadis lain disana.

Pikiranku membuat suasana hatiku berubah menjadi buruk, aku memikirkan banyak hal. Setelah menemukan surel dari mantanya.

"Kamu, lagi apa?"Dira tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu dahulu.

"Aku, ngga ngapa-ngapain."jawabku. Dengan Wajah yang masih saja kesal, apalagi orang yang ku kesalkan itu datang tib-tiba tanpa mengetuk pintu.

"Maaf, aku mau ambil laptop."ia menunjuk laptop yang ada di meja. Lalu, melihat Gmail dari mantanya yang ku buka.

"Itu .... "Kata-katanya terhenti saat ia menatapku.

"Iya. Mantan kamu di Jerman,"ucapku, langkahku pergi meninggalkannya. Ia terus saja mengikutiku di belakang.

"Tunggu, aku bisa jelaskan."Dira menarik lengan kananku. Berusaha menghentikan langkahku yang menggebu marah.

"Apa yang harus kamu jelaskan?"tatapku, nada suaraku mulai meninggi saat melihat wajahnya.

Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang