Dia yang menemaniku

39 24 22
                                    

"sudah?"tanyanya, ia mematikan putung rokok dengan kakinya.

"Sudah, ayo pulang,"ucapku.

"Kenyang?masih mau pizza?"ia bertanya sembari membuat Ujung bibir menyeringai ingin mengejekku.

"Nyindiiir....."ucapku dengan bola mata memutar malas karenanya.

"Ngga. Bercanda doang,"tuturnya dengan tangan mengelus pelan rambutku yang sedikit basah karena terkena hujan.

Dira melangkah hingga kakinya menyentuh genangan berwarna coklat. Membasahi sepatu casualnya. "Sial, genangan kotor ini merusak sepatu mahalku!"gumamnya. Tanganya berusaha membersihkan sepatu putihnya dengan tisu basah.

"Ya kali yang salah genangannya. Dia juga ngga akan mau di injak dengan sepatu mahalmu."cecarku kesal. Meninggalkan ia yang menggerutu di balik pintu mobil.

---***---

Perjalanan malam yang ku lalui, dengan deretan pohon menjulang tinggi di setiap mata memandang dari balik kaca jendela. Dingin masih setia datang. Ia menemani hujan yang turun dari peraduannya.
Langit gelap dengan sedikit penerangan yang hanya ada berberapa meter ke depan. Dira, hanya menggerutu sepanjang jalan. Ia, hanya mengomel karena hujan datang. Ditambah lagi, sepatu putihnya harus berubah menjadi sandal swaloow yang ia kenakan.

"Tambah keren aja pakai swaloow,"sindirku. Membuat tawaku bersembunyi dibalik bibir, takut ia akan membalasku dengan beribu kata yang keluar dari mulutnya.

"Aku mah pakai apa aja tetep keren,"ucapnya seakan senang membuatku terdiam.

Derasnya air yang turun membuat Dira memperlambat laju mobilnya. Pandangannya tak lepas dari kaca cembung bagian depan, ia tetap mengawasi jalan dan sesekali melihat ku yang duduk gelisah di sampingnya
"Kenapa ngga bisa diem amat sih,"gumamnya yang kesal melihatku tak bisa duduk dengan tenang.

"Mau pipis,"tatapku dengan wajah lesu karena menahan buang air sejak 30 menit lamanya.

"Bentar, mana ada toilet di hutan seperti ini."peliknya, ia tetap memperlambat laju mobil sembari melihat jalan.

....

Setelah 20menit menyusuri jalan, akhirnya aku menapati warung remang-remang. Terdapat sepasang wanita dan laki laki renta menunggu kami turun dengan hangatnya senyuman yang muncul dari bibir mereka. Wajah teduh terpasang jelas dari tatapan nya.
"Selamat malam mba,"ucap perempuan paruh baya itu.

"Malam bu, maaf. Boleh saya menumpang kamar mandi?"tanyaku. Rasanya ingin langsung memasuki kamar mandi tanpa mendengar kata 'boleh' dari sang empu warung.

"Silahkan,"ucapnya mempersilahkanku masuk ke dalam warung. Warung berukuran kecil dengan minuman botol berderet dibalik jendela nya.

Dira menungguku di luar. Berbincang dengan pasangan renta itu.

"Bapak sama Ibu jam segini masih jualan?"ku dengar pertanyaan itu keluar dari bibir Dira.

"Ibu tinggal disini nak, siapa tau ada yang ingin berkunjung di warung Ibu seperti kalian," ujar nya dengan senyuman yang manis. Lesung pipinya terlihat saat beliau melebarkan bibirnya.

"Ibu sama Bapak ngga takut di gelapnya hutan seperti ini?"tanyaku setelah selesai memakai kamar mandi.

"Dari awal pernikahan, kami sudah tinggal disini. Jadi, kami sudah terbiasa,"ucap, sang Ibu yang datang dari dalam warung sembari membawakan dua gelas kopi pesenan ku.

Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang