Saat di perjalanan pulang. Dira hanya memandang jendela besar di depannya. Sedangkan aku tertarik dengan lampu lampu kota yang menyala. "Mampir supermarket dulu ya,"ucapnya.
"Mau beli apa?"
"Laper. Kita makan hotpot di rooftop pasti seru."
"Ok. " Aku menunggunya di luar supermarket. Duduk di bawah payung besar dengan kopi ekspresoo di meja.
Setelah setengah jam Dira datang dengan se kantong berisi sayur sawi,jamur, daging slace dan bahan lainnya. Aku hanya melihat aneh ke arahnya. Untuk ukuran 2 orang saja ia beli bahan begitu banyaknya.
"Banyak amat." Gumamku.
"Buat persediaan aja,"ucapnya.
Langkahku masuk ke dalam appartement dengan dia yang memegang dua kantong besar berwarna putih. Sedangkan, aku hanya mengikutinya dari belakang. Mengekor seperti anak ayam kepada indungnya. "Hai." Sapa Devan tiba-tiba datang dari balik pintu lift yang terbuka.
"Hai," ku sapa balik tetanggaku itu.
"Mau ikut ke rofftop?" Ajakku.
"Boleh." Jawabnya senang. Sedangkan, Dira hanya memandang kesal ke arahku. Mungkin, aku lupa jika waktu itu Dira adalah pacar yang baru 2 hari mengungkapkan perasaannya. Bahkan malam itu adalah kencan pertama kita setelah resmi berpacaran dengannya.
Sesampainya di rofftop Dira duduk dengan bibir mengerecut kesal. Bahkan, aku asyik dengan Devan di balik kompor kecil dan panggangan yang sedang memanggang daging dan sayuran.
"Sini ku bantu,"ucap Devan tanpa tau jika Dira sudah menjadi kekasihku. Bahkan, pandangan Dira tak mengusik laki-laki putih yang sedang memandang wajahku dengan tawanya.
"Ekhemm-" berkali-kali suara sindiran itu keluar dari bibir Dira.
"Bapak batuk?"tanya Devan dengan wajah polosnya.
Laki-laki yang sedang marah itu tak menghiraukan pertanyaan Devan. Ia berlalu meninggalkan ku dengan wajah cemburu. Melangkahkan kedua kakinya bersamaan menuruni tangga. Bahkan, saat suaraku mengejarnya ia tak menaatapku sedetikpun.
"Dira!"seruku. Jemarinya ku genggam sehingga ia terpaksa memberhentikan langkahnya.
"Apa!"
"Mau kemana?" Tanyaku dengan mata berbinar.
"Kamu lebih senang jika Devan bersamamu kan?!"
"Hmm, kamu cemburu?" Tanyaku dengan sedikit menggodanya.
"Aku cuma ngga suka ada laki-laki lain dekat denganmu!" Serunya dengan tatapan memerah. Sedangkan, aku hanya menahan tawa karena melihat wajah cemburunya.
Terhenti di balik tangga darurat dengan Dira yang masih saja marah. Sedangkan, aku hanya menatapnya dengan perasaan bersalah karena mengajak Devan tanpa ijin nya dahulu. "Maaf."ku kecup pipinya. Untuk meredamkan amarah laki-laki itu.
"Aku marah." Serunya dengan tangan menyilang di dada. Membuatku mengecup bibirnya. Hanya sedetik, lalu wajahnya berubah menjadi senyum yang melengkung sempurna.
"Dasar!" Gerutuku saat ku lihat senyum yang menyeringai itu.
Akhirnya ia kembali denganku ke atap. Namun, Devan hanya melihat aneh kearahku. Saat tangganku dan tangannya melekat sempurna. Menyatukan setiap jemari yang tergenggam. "Kalian?" Tatapnya dengan alis kanan ke atas.
"Iya, Dira. Laki-laki ini kekasihku."
"Oh, maaf. Aku mengganggu kalian." Devan hanya menatapku dengan wajah kecewa. Seakan ia telah kehilangan harapan untuk mendapatkan wanita impiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)
RomansaSetelah empat tahun lamanya. tanpa ingin menyapa ketika kamu ingin bertemu, hanya mendengarkan suaramu tanpa berbicara dan melihatmu dari kejauhan saat kamu datang mengujungi rumah saat itu. Ya, walaupun Ibu selalu menyuruh mu duduk di teras. Aku ha...