Danau dengan Rindu

39 22 10
                                    

"aku mau ngajak kamu ke suatu tempat,"ucapnya dengan bibir tak berhenti mengunyah sandwich yang sudah habis di lahap.

"Mau kemana?"

"Udah ikut aja!"wajahnya terlihat serius, sedangkan aku hanya mengangguk untuk memberi jawaban.

Sore datang sebelum aku menyelesaikan berkas yang harus ku serahkan ke Pak Dermawan. Sedangkan, laki-laki itu sudah menungguku di loby appartement dengan seperangkat tenda dan alat barbeque.

"Kita mau kemah?"tanyaku dengan alis berkerut resah.

"Dikira anak pramuka?"gerutunya.

"Ya kali kita anak SMA,"ucapku. Sedangkan tangan tak sengaja merangkul pundaknya pelan.

"Jadi inget kita dulu. Kita tersesat saat kemah di Hutan."tuturnya, ia mengingatkan kejadian itu. Saat aku masih dengan rasa yang tak bisa dikendalikan. Membuat rona pipiku memerah karena malu.

"Yuk, malah nostalgia kamu nya."ku tarik lengannya, agar ia berhenti mengungkit lagi hal-hal di masa lalu.

Dira sudah ada dikursi kemudi, sedangkan aku duduk disamping dengan keranjang makaanan yang ku taruh diatas paha.
Ia membawa sekotak penuh dengan sandwich kesenangannya. Tidak lupa Bir dan jus jeruk di dalamnya.
Aku, hanya menatap dari bangkuku. Ia tetap mengawasi jalan tanpa tau aku sedang memandangi wajahnya.

Jalanan berliku dengan deretan kebun teh setiap sudut mata memandang. Angin sejuk masuk melalui jendela yang ku buka setengah. Dira, masih asyik dengan rokok yang ia sulut. Bibirnya tak berhenti mengeluarkan asap seperti cerobong kereta api.
"Apa masih jauh?"tanyaku dengan mata melihat sekeliling dari balik jendela.

"Berapa lama kamu ngga ke Danau?"ia menatapku dengan alis kanan berkerut ke atas.

"Hah?"

"Danau, masa kamu lupa?"tatapnya, ia memandang wajahku lekat. Mencoba memojokkanku untuk mengingat danau yang sudah lama tak ku kunjungi itu.

"Sudah lama, semenjak aku mau melupakanmu,"ucapku dengan wajah tersenyum melengkung ke atas.

Dira. dua katub bibirnya terbungkam seketika, sesaat mendengar ucapanku. Wajahnya tak berpaling dan terus memperhatikan jalanan yang berliku dari balik kemudinya. Raut kecewa itu muncul kembali dengan tatapan kosong dari sorotan bola mata nya.

Sepanjang jalan ia terdiam, hanya ada suara pemandu arah dari gogle maps yang ia nyalakan.
Ku pandangi wajah sayu itu. Apakah ia benar-benar marah karena ucapanku. Atau, dia berusaha mengerti apa yang ku rasakan selama ini. Ku biarkan laki-laki itu dengan segala pemikiran yang ia rahasiakan. Hingga akhirnya mobil terparkir di depan gerbang kayu estetik menyambut kami.
Dira turun dengan tergesa-gesa. Membuka kap mobil belakang untuk menurunkan semua peralatan kemah dan berbeque.

"Dir tunggu!"seruku memanggilnya. Ia tetap berjalan tanpa menghiraukanku.

"Dir!"teriakku lantang, dengan susah payah ku bawa keranjang makanan yang terasa berat. Sedangkan, ia hanya melihatku sebentar "apa,"ucapnya.

"Kamu kenapa?"tanyaku, sedangkan kaki kecilku berusaha menyamai langkahnya yang sedikit berlari.

"Sudah mau hujan,"ucapnya singkat.

Dira berlari menuju tanah datar, sedikit masuk ke dalam dan bersanding dengan dermaga danau. Seingatku, dermaga kayu sudah berubah menjadi dermaga besi. Tapi, danau tetap sama. Hanya, besi menggantikan kayu yang rapuh karena rayap. Masih ada lampu dengan bentuk lentera di sisinya.

Awan sudah menjadi abu-abu meski bola bercahaya sedikit sembunyi di baliknya.
Malam datang dengan angin berbau hujan. Hanya ada 3 tenda terpasang di sekitarku. Mungkin jaraknya sekitar per 3meter jauhnya. Ada yang hanya sepasang dan beramai ramai.

Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang