Hotel Tua

75 44 46
                                    

Malam yang sudah terlalu larut.
Jam sudah menunjukan pukul 8 malam. Sedangkan aku masih saja terjebak macet di perjalanan.

"Gimana nih, macet?"gerutunya. Raut wajahnya terlihat lelah sembari menyandarkan kepala di balik kemudi.

"Istirahat aja."tatapku tak tega melihat wajahnya yang pucat karena lelah.

"Dimana? Vila? Hotel?"ujarnya senang.

"Gila, di pom bensin aja!"cecarku kesal. Dengan wajah menggerutu dan melipat tangan di depan dada.

"Ya kali satu kamar,"ucapnya serius.

"Dua kamar? Sayang duitnya. Cuma istirahat doang."

"Kalau gitu. Satu kamar attuh ya."sahutnya. Dengan senyuman sinis menggodaku.

"Mau gue tampol?"nadaku mulai kesal. Melihat tingkahnya yang tak berhenti menyudutkanku.

Dia hanya terdiam setelah mendengar kekesalanku. Saat jalanan semakin ramai dengan suara bising klakson yang bergema berkali-kali di telinga.
Ku lihat arloji sudah menujukkan pukul 11 malam, terlihat jelas wajahnya yang benar-benar lelah. Sedangkan jalanan tetap saja ramai, bahkan tidak ada cela sedikit pun untuk menerobosnya.

"Huh, lelahnya."eluhnya, menyenderkan kepala di kursi sembari menyilangkan tangan dibelakang kepalanya.

"Mau tidur dimana?"tanyaku. Seketika raut wajahnya senang setelah mendengar ucapanku.

"Hotel, kita dua kamar. Eh maksudnya pesan dua kamar."

"Baik." Jawabku singkat.

Tak jauh dari tempatku berhenti. Ada gedung yang tak terlalu megah. Mungkin, itu Hotel bintang 3 yang sederhana.
"Itu, ada hotel."

"Tapi, gedungnya kayak tua gitu. Kamu ngga apa-apa?"tanyanya, meyakinkanku apakah aku benar-benar mau menginap di gedung tua yang usang seperti itu.

"Kamu sudah lelah, hanya itu yang bisa kita temukan untuk sekarang."tuturku sembari menghela nafas panjang. Mencoba menguatkan iman agar tak begitu terlihat ketakutan di depan Dira.

"Gila, serem banget gedungnya." Gumamku dalam hati. Pandanganku tak bisa lepas melihat gedung tua itu. Dengan daun kering yang sudah lama tak di bersihkan dari halaman. Arsitektur gedung lama, dengan sentuhan pahatan belanda di setiap sudutnya.
  Mobil terparkir di halaman depan Hotel tua. Dengan cat berwarna putih lusuh dan sedikit berdebu saat ku sentuh ganggang tangga yang terbuat dari besi berwarna hitam sedikit berkarat.

"Selamat datang,"ucap seseorang dari  balik meja receptionis. Perempuan tua dengan pakaian merah bercorak bunga-bunga.

"Selamat malam bu, saya pesan dua kamar single,"ucap Dira. Aku hanya melihat sekeliling hotel dari kejauhan. Terlihat menyeramkan memang, sepertinya sudah lama tak dibenahi. Terlihat dari horden dan meja sudah lusuh dan usang.

"Yakin ingin pesan kamar single mas?"ucap perempuan paru baya itu.

"Iya bu, teman saya ngga mau satu kamar." 

"Dir. Ngga usah diperjelas juga."cecarku kesal

"Baik mba. Tapi, kalau malam mendengar suara aneh hiraukan saja ya. Ngga usah didengar."pinta sang Ibu itu sembari berbisik saat mengingatkanku.

"Hah. Suara apa bu?"tanyaku penasaran.

"Suara apa aja."jawabnya santai. Seperti nya beliau sudah terbiasa dengan suara aneh itu.

"Eh, bu kita pesen satu kamar. Kasurnya yang pisah ya bu,"ucapku menahan takut. Aku tak punya pilihan lain sepertinya.

"Loh, katanya ngga mau?"

Tentang Kita (sequel Dari Tentang Rasa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang