"untuk apa menyulitkan orang lain jika kenyataannya justru kita yang kesulitan?"
(^o^)
Pandemi sudah berlalu dan kini sekolah mulai beroperasi. Walaupun malas untuk bertegur sapa, Kaisar tetap harus pergi. Karena kalau tidak, bunda akan menyita kamera-kamera koleksinya.
Namanya Kaisar, pria yang paling terkenal di antara para gadis. Dengan postur tubuh yang tinggi serta bahu yang lebar tentu bukan hambatan bagi pria ini untuk mendekati gadis. Hanya saja, satu yang kurang dalam dirinya. Sifat hangatnya hilang tertekan bumi.
Back to story. Kaisar sudah terbiasa dengan tatapan serta bisikan memuja.
Meski begitu, ia belum terbiasa dengan penuhnya loker. Berusaha sabar, pria ini mengeluarkan semua surat serta coklat. Dan dengan tanpa perasaan membuangnya begitu saja.
"Kalau besok, masih ada yang ngasih gua coklat..." terjeda dengan dentuman loker yang keras. "Rasakan akibatnya!"
Benar saja, suasana yang awalnya sudah dingin menjadi lebih dingin. Beberapa gadis yang meletakkan coklat bergidik, tapi ada juga yang berusaha biasa saja.
"Kaisar!" celetuk Karsa begitu saja tanpa membaca situasi terlebih dahulu.
Akarsana, satu-satunya siswa yang bisa berbicara oleh Kaisar. Bisa dibilang lelaki ini adalah sahabat karib Kaisar sejak kecil.
"Mau apa lagi lo?"
Karsa tersenyum penuh arti. Entah ada kabel apa yang menghubungkan kedua sahabat ini, bisa-bisanya Kaisar langsung paham dengan senyuman itu.
Dengan tanpa merasa bersalah, ia menumpahkan isi bak sampah kepada Karsa. Ya... Kalian tau lah, di bak sampah tadi ada banyak coklat.
Anehnya lagi, Karsa tanpa jijik memunguti itu.
(^o^)
Kata-kata itu bukan hanya sekedar ucapan. Karena terkadang, apa yang kita lisankan berupa sebuah janji. Tapi dengan tanpa dosanya kita acuh dan menyakiti orang lain.
Ibarat batu yang sudah lapuk, apa yang ia ucapkan terlanjur menjadi sebuah mindset seseorang.
'Oh, ternyata ia tak mampu menepati janji' atau 'Oh, selama ini yang ia ucapkan hanya bulan ternyata'
Begitulah seterusnya, semua orang bisa langsung menganggap kita buruk hanya dengan apa yang kita pernah ucapkan kepada mereka.
Kaisar menghela nafas. Kata-kata itu sudah kesekian kalinya ia dengar.
Tapi entah kenapa, apa yang disampaikan oleh wanita dari balik mp3 ini tidak membuatnya tersentuh. Ia hanya mendengar untuk mengisi kekosongan saja.
Ding... Dong... Ding... Dong...
Bel istirahat berbunyi. Guru yang mengajar baru saja keluar. Dan Kaisar juga baru saja selesai mendengarkan mp3 nya.
Seperti sebelum pandemi. Selama istirahat, kantin bukan tempat yang bagus untuk Kaisar. Ia lebih memilih menyendiri di ruang olahraga.
Tapi, kali ini berbeda. Ruang olahraga itu sudah sedikit terbuka. Seperti ada yang masuk sebelum dirinya.
Karena merasa tidak ada orang, Kaisar masuk dan mengunci pintu dari dalam. Tak lupa pula untuk mengantongi kembali kunci itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐀𝐈𝐒𝐀𝐑 [end]
Teen Fiction𝑵𝒂𝒎𝒂𝒏𝒚𝒂 𝑲𝒂𝒊𝒔𝒂𝒓 𝑺𝒂𝒎𝒖𝒅𝒓𝒂 𝑯𝒂𝒅𝒆𝒗, 𝒉𝒐𝒃𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒔𝒆𝒌𝒊𝒕𝒂𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒘𝒂 𝒅𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏. 𝑱𝒖𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒂 𝒑𝒂𝒓𝒂 𝒔𝒊𝒔𝒘𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 "𝑬�...