"Lihat, bukankah itu putri keluarga Seo?"
"Sst! Jangan dilihat. Dia aneh."
Haechan berjalan dengan dagu terangkat. Cuitan dan bisik orang-orang sudah biasa berlalulalang di telinga. Lagipula, Haechan tidak menyalahkan mereka.
Ia memang aneh.
Bersenandung pelan sembari memasuki toko buku besar yang sudah berdiri di sana sejak ia baru belajar berjalan.
"Selamat siang," sapanya ramah," Bagaimana kabarmu hari ini?"
"Selamat siang juga, Haechan."
Haechan mengeluarkan isi tasnya. Semangkuk sup dilengkapi nasi dan lauk ditata apik di atas meja kecil.
"Aku membawakan makanan untukmu, Kak. Kau harus menghabiskannya."
Yuta terkekeh ringan. Seo Haechan, satu-satunya pengunjung wanita di toko buku miliknya ini.
Hafal tata ruang di luar kepala, Haechan mulai bergerak membantu Yuta menata buku-buku yang baru didatangkan dari Seoul dan negeri-negeri barat.
Yuta sama sekali tak keberatan. Haechan memperlakukan buku-bukunya seolah mereka adalah barang rapuh yang berharga.
Sebuah anomali kala mayoritas perempuan seumurannya lebih tertarik pada anak-anak tampan dari keluarga aristokrat dan perhiasan berkilau asal mancanegara.
"Apa ada yang baru untukku?"
"Sebentar," sebuah buku tipis bersampul beludru diberikan, "Kumpulan puisi terbaru dari Lee Taeyong."
Binar cerah menghiasi manik hitam Haechan. Ia memeluk Yuta tanpa ragu. Lagi-lagi sikap melenceng lainnya.
Gosip beredar. Tentu saja.
Berpindah dari bibir ke bibir wanita-wanita berotak udang (kata Haechan) yang gemar mencari sensasi.
Tapi bungsu Seo itu acuh. Tetap menerjang Yuta kapanpun mereka tak sengaja berpapasan.
"Oh, iya. Haechan, tolong cek rak nomor dua di depan untukku."
"Tentu. Lebih baik kau makan dulu, Kak."
Yuta bergumam menanggapi. Terhibur karena setelahnya, pekik antusias Haechan terdengar.
Gadis itu kembali. Mengangkat tinggi-tinggi sebuah buku bersampul merah hati dengan ekspresi bahagia yang begitu kentara.
"Ini...astaga!"
"Ya, itu bukumu."
Tubuh Yuta ditubruk begitu saja. Diam-diam ia mengukir senyum bangga.
"Ini serius? Dan di rak depan?"
"Aku tidak mungkin meletakkan buku adik kesayanganku di tempat terpencil. Aku bukan kakakku."
Mendiang Tuan Nakamoto, ayah Yuta, menyayangi Haechan bak putrinya sendiri. Menurunkan sifat hangatnya pada Yuta.
Tapi tidak dengan kakak Yuta. Ia menentang keras keinginan Haechan untuk menulis.
Untunglah pria itu pindah ke Seoul setelah berhasil menikahi seorang wanita kaya tahun lalu.
Mewariskan toko buku Nakamoto pada Yuta yang menerima dengan senang hati.
"Kau sudah membacanya?"
"Bukumu?" pria asal Jepang itu balas memeluk Haechan, "Sudah. Aku menyukainya. Aku selalu menyukai hasil karyamu, Haechan."
Haechan tersipu. Melepaskan diri dari dekap Yuta hanya untuk merapikan gaunnya yang kusut.
"Aku harus memberitahu kakakku tentang ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/249319056-288-k466139.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender (Nohyuck)✔️
Fanfiction𝘞𝘩𝘦𝘯𝘦𝘷𝘦𝘳 𝘺𝘰𝘶'𝘳𝘦 𝘳𝘦𝘢𝘥𝘺, 𝘸𝘩𝘦𝘯𝘦𝘷𝘦𝘳 𝘺𝘰𝘶'𝘳𝘦 𝘳𝘦𝘢𝘥𝘺 𝘊𝘢𝘯 𝘸𝘦, 𝘤𝘢𝘯 𝘸𝘦 𝘴𝘶𝘳𝘳𝘦𝘯𝘥𝘦𝘳? ■GS■ ■probably kinda short chapters■ ■latarnya back in the old times■