BAB XVI - PENGAKUAN SAKA

134 27 2
                                    

Sejak hari pertama tiba di Budur, Wong Chun telah meminta Aji dan Sura mengirim orang ke Pati. Kirana harus segera tahu berita memilukan gugurnya Gao Huan dan Tejo. Dua orang bekas murid Perguruan Silat Naga langsung berangkat memenuhi tugas itu.

Sembilan hari kemudian sang Perempuan Naga tiba di Budur bersama Saka dan Ma Wanfu, juga kedua utusan itu. Perasaan sedih bercampur geram terpancar dari wajahnya. Langsung dimintanya semua bekas murid Perguruan Silat Naga di Budur serta lima desa sekitarnya untuk berkumpul. Dia juga memintaku menggambar denah Markas Kalapati. Kuberikan padanya sesuai apa yang kuingat.

Keesokan harinya, bersama Wong Chun dan lainnya, mereka mengadakan pertemuan tertutup di kediaman Aji. Aku dan Dipo belum diperkenankan ikut. Kami hanya boleh menunggu di Pendopo Desa Budur yang terletak di depan rumah Aji.

"Perempuan Naga itu jauh lebih cantik dari gambar-gambar di papan pengumuman," desis Dipo tiba-tiba. Kami sedang diam melamun saja ketika itu. Kirana membuatku kembali teringat pada Paman Truno dan Damar.

"Dan jauh lebih mematikan dari yang bisa kau bayangkan," sahutku, membayangkan bagaimana Perempuan Naga merobohkan empat penantangnya di Alun-alun Pati dulu. Gambaran batok kepala yang remuk serta batang leher yang tembus oleh sarung pedang, masih membuatku takjub.

"Bagaimana mungkin?" tanyanya.

Lalu kuceritakan peristiwa duel maut di alun-alun Kota Pati waktu itu. Mata Dipo terbelalak, tak percaya pada ceritaku.

"Perempuan secantik itu?!" tanyanya bercampur seruan.

"Cantik? Apa tadi dia tersenyum padamu?" Aku balik bertanya.

Jelas pemuda Melayu ini masih terlalu hijau dalam dunia asmara antara lelaki dan perempuan. Padahal selama di kapal dia mengaku sudah punya istri, juga seorang putra yang masih kecil, di Negeri Aceh. Itu belum terhitung dengan beberapa budak wanita yang dipeliharanya. Namun dari ceritanya juga aku tahu bahwa istrinya itu adalah hasil dari perjodohan yang sudah diatur antara putra-putri para bangsawan dan pejabat kesultanan. Mendapatkan wanita melalui perjodohan dan perbudakan dengan memendam rasa cinta yang menggelora tentu lain rasanya.

"Tidak juga sih. Dia tadi hanya mengangguk sedikit padaku. Sepertinya dia angkuh. Tapi justru itu membuatnya semakin cantik..."

"Ha ha ha ha..." Aku tertawa mendengar jawabannya, membuat roman mukanya jadi merah jambu. "Mungkin perempuan angkuh itu terlihat cantik. Tapi lebih cantik lagi bila dia berbisik, Kakangmas Dipooo..." godaku menahan tawa.

"Ah... Abang bisa saja..." ujarnya. Mukanya semerah daging semangka busuk.

Kemudian lama kami kembali terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Pikiranku melayang-layang, mencoba menebak apa yang hendak diputuskan oleh Kirana. Apakah dia cukup berani untuk langsung melabrak Tohpati di Kotaraja?

"Apakah di antara kalian sudah saling mengobrol banyak?" tanya Dipo tiba-tiba. Rupanya pikirannya masih belum dapat lepas dari pesona Perempuan Naga.

"Tidak banyak, hanya yang penting-penting saja... Kan sudah kukatakan sebenarnya kami tidak saling kenal, hanya aku mengenal beberapa murid senior Perguruan Silat Naga saja," jawabku.

Memang selama pelarian dari Kotaraja kami sempat menyinggung perihal Perempuan Naga. Waktu itu Dipo bertanya-tanya bagaimana aku bisa mengenal para Pendekar Naga, juga perihal Rengganis dan Kalacakra. Semuanya kujawab ringan-ringan saja karena situasinya sedang tidak memungkinkan kami mengobrol panjang.

"Sewaktu di Kotaraja, kulihat Rengganis begitu dekat dengan Abang. Kukira, Perempuan Naga ini pun tak jauh beda..." ujarnya.

Aku tertawa mendengar perkataannya. "Maksudnya bagaimana?"

Legenda NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang