1.3 | Trauma dan cerita rahasia

233 75 27
                                    

Bagian ini aku kasih rate 19+
Mohon bijak, tapi setiap
bahasanya udah aku bikin sehalus
mungkin, dan gaada bahasa
bersifat 'kotor' atau ga pantas.
Selagi kamu bijak, itu bukan
apa-apa. Tapi kalo merasa
kurang nyaman boleh-boleh
saja kalau mau skip🙏🏻

Apa pun yang terjadi saat ini, hanya Jimin yang menjadi satu titik fokus bagi Jeongyeon, tidak dengan pesan dari Lim yang semakin banyak ataupun dering ponsel dari panggilan Mama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa pun yang terjadi saat ini, hanya Jimin yang menjadi satu titik fokus bagi Jeongyeon, tidak dengan pesan dari Lim yang semakin banyak ataupun dering ponsel dari panggilan Mama. Karena pada hari ini yang dia inginkan hanyalah melakukan semua yang dirinya inginkan tanpa memedulikan siapa pun lagi, sebab hari belakangan yang terjadi sudah terlanjur rusak akibat ulah orang lain. Impian indah sebagai tokoh publik yang mempunyai nama baik itu telah terenggut dari sisinya.

Bahkan jikapun Jimin menginterupsi, "Angkat saja dulu," dia tetap tidak ingin keluar dari rengkuhan Jimin yang hangat. Tapi setelah lama dibiarkan dan tetap begitu saja, dengan terpaksa dia mengangkat panggilan tersebut lalu berkata bahwasanya dirinya baik-baik saja dan sedang bersama dengan Jimin, sekiranya itu dapat membuat Mama sedikit lebih tenang.

Setelah itu pun Jeongyeon tidak ingin membiarkan dunia mengalihkannya dari Jimin, karena sekarang mereka telah pulang ke apartemen dan terbakar oleh kekacauan masing-masing. Meski sempat terdiam setelah memperhatikan Jeongyeon yang baru mematikan kembali ponselnya, Jimin tidak ingin kehabisan waktu hanya dengan melihatnya saja. Maka, tanpa memberi jeda lebih lama lagi, dia kembali menarik Jeongyeon untuk semakin merapat padanya.

Sorot itu, tatapan yang Jimin beri semakin menggelap seolah dirinya tenggelam semakin jauh dalam diri Gu Jeongyeon. Dia memaksa Jeongyeon meletakkan ponselnya ke sofa, kemudian meletakkan tangan perempuan tersebut pada bahunya agar dapat berpegang di sana.

Tertawa, Jeongyeon menarik dasi Jimin yang sudah kacau hingga terlepas dari lehernya. Jas yang sudah terlempar mengenaskan di bawah kakinya pun kini disusul oleh kemeja malang dan potongan-potongan pakaian lainnya yang teronggok sembarang. Jimin yang sudah lebih dahulu dilucuti Jeongyeon seketika itu balas tertawa juga seraya membalas perlakuan perempuan tersebut padanya. Sempat bertatapan cukup lama, Jimin kembali menciumnya, ingin menguasai satu tempat di sana hingga mencapai sebuah titik di mana dirinya ingin merasakan lebih.

Jeongyeon mengalungkan tangannya pada leher Jimin sembari terus membiarkan pria tersebut kian dekat padanya, lalu dengan cepat Jimin mengangkat badannya menuju kasur dan meletakkannya di atas sana dengan sangat lembut seolah-olah perempuan yang satu ini adalah barang berharga yang tidak boleh sampai tergores sedikit pun.

Jimin menatap Jeongyeon dengan sorot dalam dari atas, tangannya yang kini bertumpu di samping kepala si perempuan berusaha keras agar tidak benar-benar menimpakan beban terhadap badan di bawahnya. Dari sorotnya yang kian menggelap, terselip sedikit keraguan yang membuatnya membeku dan terkurung dalam keheningan untuk sesaat. "Ada apa?" tanya Jeongyeon seraya mengalihkan sebelah tangannya dari pundak Jimin ke rahang pria tersebut.

Kalopsia: Lonely Sailing Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang