0.4 | Masa lalu dan rahasia

474 137 18
                                    

Saat masih kecil──kira-kira saat usianya masih menduduki angka delapan dan Seokjin berada di angka dua belas──rasanya adalah kali terakhir ia membuat Mama marah besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat masih kecil──kira-kira saat usianya masih menduduki angka delapan dan Seokjin berada di angka dua belas──rasanya adalah kali terakhir ia membuat Mama marah besar. Sudah sangat lama dan sejauh ini tidak pernah terulang.

Kalau tidak salah kemarahan Mama waktu itu karena Seokjin bersikukuh untuk memilih mainan lego yang dibelikan Papa sepulang bekerja. Tidak, yang lebih tepat Jeongyeon-lah yang bersikukuh menginginkan mainan lego milik Seokjin. Hingga jadilah mereka bertengkar. Sebenarnya Papa membelikan dua mainan yang berbeda untuk Jeongyeon dan Seokjin; satu mainan lego dan satunya boneka kuda berwarna coklat dengan rambut yang lembut.

Mereka bertengkar memperebutkan mainan. Yang bungsu tidak mau boneka kuda, justru ingin merebut lego milik si sulung. Sedang yang sulung tidak ingin bertukar, biar bagaimanapun anak laki-laki memang tidak akan mungkin menerima boneka.

Dan jadilah kakak beradik tersebut bertengkar, dari aksi saling pukul hingga berujung perusakan mainan. Yah, si bungsu merebut lego di tangan sang sulung, menghancurkannya lalu melemparnya ke jendela.

Saat itu Mama marah besar. "Kalau tidak mau bonekanya ya sudah. Kalau mau legonya juga, kan bisa beli lagi! Kenapa malah rusak punya kakakmu? Ya Tuhan! Kenapa kau begini?!"

Pada hari itu amarah yang Mama tunjukkan benar-benar menyeramkan. Entah hanya karena masalah mainan atau memang sudah ada masalah lain yang lebih dahulu, hingga membuat amarah Mama seketika mencuat. Mama bahkan sampai pergi ke kamar meninggalkan kakak beradik itu, juga merajuk selama dua hari.

Andai saja si sulung Gu Seokjin tidak memulai perdamaian, mungkin situasi yang menengahi antara Mama, adik dan dirinya akan terus-terusan tidak selesai. Jadi waktu itu Seokjin datang ke kamar Mama, mengajak Mama keluar bersama dialog manis berisi bujukan.

Semenjak saat itu Jeongyeon takut membuat Mama emosi. Pikirnya ia lebih baik melihat Mama memarahinya habis-habisan dari pada diam menahan semuanya dan berujung canggung. Jadi sekarang ia takut saat mengambil langkah di hadapan Mama, takut salah, takut membuat Mama kecewa.

Dalam hidup ini, memang ada beberapa orang yang kurang beruntung. Dilihat dari luar Gu Jeongyeon terlihat nyaris punya segalanya, meski kenyataannya jiwanya terguncang.

"Sejauh ini Mama berusaha berlagak tidak tahu apa pun. Tapi sekarang ... tidak bisa. Mama mendengar semua berita itu."

Tanpa suara Jeongyeon terkekeh, sekarang Mama pun menuding hal yang sama seperti orang-orang lainnya. Bahkan Mama sampai mempertanyakan tentang apa yang telah ia lakukan sejauh ini untuk mengambil Tifone jika pada akhirnya dirinya mencoba mengakhiri hidup. "Ma, mungkin saat itu aku kehilangan kendali. Tapi aku sudah baik-baik saja. Dan yang terjadi malam kemarin cuma kecelakaan. Lihat, siku dan lututku juga terluka." Ia masih mencoba membela diri meski dengan sedikit bumbu kebohongan, kini menyingkap lengan baju hingga siku dan celana juga hingga bagian lutut.

Kalopsia: Lonely Sailing Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang