7. Kantor Yara

201 33 0
                                    

Setelahnya Yara mengajakku ke kantornya untuk melakukan hal yang sama denganku kemarin. Aku selalu merasa gugup ketika bertemu orang banyak apalagi aku belum kenal. Takut ini berdampak juga untuk Yara. Kalian tau maksudku? Tidak semua orang punya pemikiran yang sama dan hati yang sama.

Dimobil aku menggerakkan terus tangan dan memegangi hidungku terus. Yara tau dan memegang tanganku dan meremasnya.

"Disana semuanya baik, sayang. Jangan khawatir, aku tidak akan menerima karyawan yang tidak punya attitude baik," ucapnya dengab muka yang penuh ketenangan. Gugup ku sedikit menghilang. Memang hanya dia yang bisa mengendalikan aku.

"Kamu yakin?" tanyaku memastikan. Yara mengangguk. "Kalau pun ada tidak mungkin aku diam."

Seharusnya aku bisa menempatkan diri, sebagai suami dari pemimpin mereka tapi aku juga merasa aku bukan apa apa. Pernah merasakan dibawah dan tak pantas untuk merasa diatas. Dikantor pun aku menganggap semua karyawan ku sebagai teman seperjuangan. Tanpa mereka juga apa artinya usahaku?

Sesampainya disana Yara mendorong kursi rodaku masuk dan di sapa oleh semua yang dilewati Yara. Aku menatap semua mata sehabis menatap Yara adalah menatapku. Aku berusaha tersenyum walaupun gugup, rasanya jantung tidak bisa di ajak kompromi.

Di ruangan Yara aku membuang nafas besar. Yara hanya tertawa melihatku. "Kamu kenapa gugup banget sih, sayang? Sampai buang nafas gusar."

"Aku memang begitu kan ketika ketemu orang banyak dan tidak kenal?"

Yara menghampiriku dan berdiri di hadapanku. "Ya, waktu di kampus dulu pun kamu cerita, aku suka kalau diandalkan kamu. Sekarang ada aku jadi gak usah gugup gitu. Mereka tau kamu suamiku pasti bisa menghargai."

Aku tersenyum, mengingatkan aku akan hal pertama kali masuk kampus. Ya, mata tertuju padaku semua, kapanpun aku lewat tak ada habisnya tatapan dan bisikan yang aku dengar maupun tidak.

Beruntunglah dulu aku ada teman seorang pria yang mengerti disabilitas sepertiku. Namanya adalah Kevin, dia mempunyai seorang adik dengan keterbatasan fisik. Kami banyak bercerita tentang aku dan adiknya. Ternyata Kevin juga mempunyai seorang adik perempuan lagi yang hilang dan tidak tau dimana sejak umur tiga bulan. Hilang karena penculikan bayi lagi marak detik itu.

Ngomong ngomong aku jadi merindukan Kevin serta Haris adiknya yang disabilitas.

Ah, sudah.

Yara sudah didepan laptop, mengecek berkas yang sudah di selesaikan oleh sekretaris nya. Tiba tiba pintu terbuka, sekretaris Yara muncul di depan pintu.

"Maaf, pak, bu. Pesanan sudah berada di bawah."

Yara mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Ditutup laptopnya dan file yang sempat dibukanya tadi.

"Ayo, sayang, kita turun. Makan makannya di aula kantor."

Gugupku muncul lagi.

***

Aku dan Yara sudah sampai di aula dan melihat mereka sudah menunggu di kursi yang disediakan. Yara dan aku berada di depan mereka berniat untuk mengucapkan beberapa kata.

"Baiklah, selamat pagi menjelang siang. Saya disini ingin menjelaskan maksud saya mengundang kalian berkumpul di aula. Anggap saja ini perayaan pernikahan saya di kantor. Oh ya, perkenalkan ini suami saya, Pak Heridson Andi."

Yara memegang bahuku sebagai penunjuk. Aku mengangguk seperti menyapa mereka. Mereka tersenyum melihatku.

"Sekalian saja saya kenalkan suami saya ini. Suami saya juga lah pengusaha bagian souvenir dan aksesoris. Perusahaan SouAc. Sangat berbanding terbalik ya dengan saya yang dibidang kecantikan ini hahaha," ucapnya diikuti karyawan Yara tersenyum.

"Baiklah, apakah ada pertanyaan seputar acara ini?"

"Tidak ada bu."

"Kalau begitu silahkan di nikmati makannya. Sehabis itu kalian bisa istirahat dan bekerja kembali. Terimakasih semuanya."

Kami dipersilahkan untuk mengambil terlebih dahulu baru di susul mereka semua.

Ada karyawan yang menghampiriku dan mengajak ngobrol seputar perusahaan yang aku jalani.

"Jadi bapak adalah pengusaha juga? Saya tertarik dengan usaha yang bapak jalani. Boleh saya minta kartu nama bapak? Karena saya sebentar lagi akan menikah, bisa saja saya memakai produk bapak."

Aku pikir akan mengobrol apa. Ku ambil kartu nama di dompetku dan memberikannya kepadanya. "Baiklah pak, maaf mengganggu dan membuang waktu bapak. Permisi."

"Ya, sama sama."

Setelahnya Yara datang dan menanyakan tentang pria itu. Aku menjawab hanya sekedar minta kartu nama.

Acara ini berjalan lancar, banyak karyawan Yara menyapa dan dugaanku belum ada saat ini, semoga setelah aku pergi tidak ada omongan yang tidak mengenakkan.


***
Terimakasih, Sonara cepet banget untuk sampai sini. Gak nyangka sequel ini juga bisa diterima kalian.

Enjoy,
H.

SonaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang