; 14

16K 1.4K 53
                                    







Saat ini Metawin, Dew dan Khaotung sudah sampai di lokasi kejadian. Di pesisir pantai terlihat ramai sekali oleh pria berseragam oranye yang sedang berlarian kesana kemari untuk mengevakuasi korban kecelakaan pesawat semalam.

Setelah memikirkan motornya asal, mereka bertiga mulai menyusuri tepi pantai yang di penuhi oleh beberapa corpse body bag yang berisi korban-korban kecelakaan yang tidak lagi selamat.

Beberapa dari keluarga korban pun terlihat ada yang datang untuk mencari dan mengambil jasad tersebut.

Melihat hal itu membuat Win tidak sabaran untuk segera menemukan Bright. Win tanpa berfikir panjang mulai membuka resleting yang menyatukan kedua sisi tas tersebut tidak sabaran satu per satu.

"Win lo ngapain?!" Dew menahan lengan Win saat menyadari apa yang sedang dilakukan oleh temannya ini.

"Gue mau cari Bright lah, apalagi?" Balas Win dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Tapi, ini ngga sopan—"

"Persetan, yang penting gue bisa ketemu Bri,"

Dew dengus pelan. "Tenang, oke? Kita tanya dulu sama petugas ada ngga nama Bright, kalau nyarinya begini buang waktu doang tau," Usul Dew.

Khaotung mengangguk tanda setuju atas ucapan Dew barusan. "Gue setuju, sekarang samperin dulu petugas SAR nya," Kata Khaotung.

Winpun mengangguk lemah. "Yaudah deh, ayo—"

Kriing kriing

Lagi-lagi ponselnya berdering. Demi apapun Win capek menyumpah serapahi orang iseng yang daritadi menelfonnya. Kalau itu dari Bright sih pasti langsung diangkat—

Eh tunggu.

Bright?

Ah rasanya mustahil, tapi tidak ada salahnya mencoba. Win lekas merogoh ponselnya yang ada di dalam saku, kemudian menggeser tombol hijau di ponselnya.

"Halo? Siapa? Gapenting gue tutup,"

Tidak ada jawaban.

"Siapa, Win?" Tanya Dew penasaran.

"Ngga tau orang iseng, udahlah matiin aj—"

Tidak. Belum sampai Win selesai bicara, ia mendengar suara yang familiar di sebrang sana. Tidak mungkin kalau indra pendengarannya salah. Ia sudah hafal betul dengan suara orang ini.

"Mas, jangan dicubit,"

"Sorry sorry ga sengaja—"

"Bright?"

Dew sama Khaotung yang denger Win menyebut nama itu buru-buru mendekatkan telinganya di handphone Win. 

"Hah? Mana Bright, ngigo ya lo Win," Celetuk Dew setelah mendengar tidak ada suara apapun dari handphone Win.

"I-itu tadi gue denger suara Bright, sumpah gue ga bohong," Kata Win dengan nada frustasinya.

"Halo, Win? Lo masih disana? "

Mereka bertiga langsung menatap ponsel Win secara bersamaan ketika mendengar suara itu. Kebetulan Win menyalakan loudspeaker pada panggilan tersebut, sehingga membuat suara yang ada di sebrang sana terdengar cukup kencang dan jelas.

Dew menatap Win dengan tatapan terkejutnya walau Win tidak kalah terkejut. Namun, Khaotung langsung segera menyadarkan mereka berdua untuk segera menyahuti panggilan Bright.

"Bright? Bright? Ini lo? Serius? Bukan prank 'kan? Ini bukan rekaman suara 'kan? Jawab nyet!" Cerocos Dew.

"Bukan, ini gue asli. Gue Bright."

"Hiks...anjing lo! Gue takut bangsat, kenapa lo ga bilang-bilang kalo masih idup hah?! Gila lo!" Hardik Win habis-habisan yang membuat Bright terkekeh di sebrang sana.

Bright tau pasti Win nangis, terbukti dari suaranya yang parau. Tapi, Bright merasa senang karena tau Win takut kehilangan dirinya. Ah, Bright jadi penasaran liat wajah Melawan kalau lagi nangis kaya gimana. Soalnya, seumur-umur ia tinggal dengan Win, ia sama sekali tidak pernah melihat bocah itu menangis barang sedikitpun.

"Ngga usah nangis, gue baik-baik aja. Tapi sorry ya gue gabisa pulang dalam waktu dekat—Barang-barang gue semua di jambret. Include passport gue, jadi kalau gue gabisa nemuin barang gue, terpaksa harus bikin passport baru. Kalau udah jadi, nanti gue baru bisa pulang,"

Win menghela nafas lega. Setidaknya ia mendengar bahwa Bright baik-baik saja membuat hatinya tenang. Tapi,

"Lama ngga? Kalo lama gue nyusul ya, gue pengen deh ke singapur—aw sakit monyet!" Umpat Win ketika mendapatkan cubitan kecil di pinggangnya oleh Khaotung.

"Gausah ngada-ngada lo ya! Kuliah inget."

"Ngga usah nyusul, gue pasti ga lama kok, doain gue, kabarin ke bokap gue ya, gue mau hubungin beliau tadi, tapi lupa nomernya hehe,"

Dew yang denger itu barusan cuma mendengus remeh, "Cih, yang diinget nomer ehem ehem doang sih,"

Win sontak menyikut pinggang Dew, "Apasih anjing, diem."

"Iya, nanti gue sampein ke beliau, sekarang lo gimana disana?"

"Ya gitu deh, being confused all of time. Gue ga kenal siapa-siapa disini, gue cuma punya satu kenalan yang baru kenal kemaren juga, pengen pulang aja, ini gue nelfon lo aja pake modal handphonenya dia,"

Tidak sadar mereka melakukan panggilan tersebut selama lebih dari dua jam dengan temannya yang gabut mendengarkan obrolan mereka.

Win dan kedua temannya masih ada di kawasan pantai, by the way. Dew sama Khaotung lagi minum es kelapa sambil dengerin Win yang asik mengobrol dengan calon *piip* nya.

"Win kalo bucin bawel juga ya, nyerocos mulu deh tu bocah daritadi, perasaan gue dia kalo telfonan gapernah lebih dari sepuluh menit langsung dimatiin. Ini sampe dua jam, gila lumutan gue nungguin," Keluh Dew.

"Iya, anjir. Tapi lucu ga sih, Win tiap hari ngakunya ga pernah suka cowo, eh ini malah naksir cowo, Bright lagi,"

"Ga heran gue sih, orang kan suka banget namanya jilat ludah sendiri, gausah munafik gue sendiri pernah kok," Kata Dew.

"Bentar—lo dulu pernah bilang ga pernah suka gue 'kan? Dew—Jangan bilang—"

"Woy! Ayo balik, udah mau hujan," Perkataan Khaotung terpotong dengan Win yang tiba-tiba menghampiri mereka yang lagi asik berbincang di bawah pohon kelapa.

Dew mengangguk, kemudian ia bangkit dari duduknya seraya menepuk-nepukkan pantatnya dari pasir yang menempel saat duduk. Kemudian tangannya refleks terulur buat bantuin Khaotung yang masih duduk untuk berdiri.

"G-ga u-usah gue bisa bangun sendiri kok, hehe,"































To be continued.

Hlo apakabar smuaa???

Bosen ga sama ceritanya? :D

Anw, Happy Holiday🧞‍♀️

brisexual ; brightwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang