13# Bosen idup lo?

113 28 0
                                    

Happy reading

________


Vio menghela nafasnya berat, memilin ujung seragam sekolah yang bahkan belum sempat ia ganti. Jadi berdecak kemudian, berganti dengan menakutkan jari-jarinya.

Ia melirik sekilas Damar, yang kemudian langsung membuang muka saat cowok itu tiba-tiba balik menatapnya juga.

Ia merutuk berkali-kali, langsung mengalihkan pandangannya. Mengambil ponsel di ransel sekolahnya.

Memang ia belum sempat sama sekali pulang ke rumah sekedar mengganti baju, tadi ia terlalu panik sampe lupa kalau sekarang sudah pukul lima sore lewat beberapa menit.

Yang ada kalau pulang sekarang mamanya bisa ngamuk nanti.

Menekan tombol on di sisi ponsel, gadis itu berdecak kesal kemudian saat melihat warna merah bertuliskan angka tujuh di sudut layar.

Sial, ponselnya lowbat.






Damar, cowok itu hanya menatap lurus langit-langit ruangan berwarna putih. Jadi mendengus saat Vio malah membuang mukanya sesaat setelah ia balik menatap cewek itu.



Heh.


Memangnya ia semenjijikkan itu kah?!




Cowok itu mengumpat dalam hati, suasana canggung membuatnya berdehem pelan berusaha mencairkan suasana.

Vio terlihat sibuk dengan ponselnya. Cewek itu bahkan terlalu fokus hingga tidak menyadari saat Damar menegakkan tubuhnya, berganti posisi menjadi duduk.


"Vio." panggil Damar akhirnya, beranikan diri untuk membuka suara.

Dari sudut pandangannya, ia bisa melihat Vio yang tiba-tiba menegak dengan mata melebar. Menoleh menatapnya, lalu tak lama kembali menatap fokus ponsel.






Padahal sekarang layar ponselnya sudah berubah warna menjadi hitam, cewek itu hanya menatap layar yang memantulkan wajahnya yang terlihat kucel dengan rambut berantakan.



"Hm." Vio membalas dengan gumaman, membuat wajah Damar lantas mengeruh. Cowok itu jadi diam sejenak.


Vio benar-benar marah padanya.



Apalagi dia dengan brengsek langsung memeluk cewek itu tadi, ah pasti Vio ilfil dengannya. Damar jadi merutuki sendiri, sikapnya sore tadi.

Vio mengerjap, merasa tidak mendapatkan respon sama sekali. Kenapa cowok itu jadi diam sendiri? Padahal kan dia yang manggil duluan.

"Kenapa?" tanya Vio, menyandarkan tubuhnya di atas sofa rumah sakit. Jadi ikut menoleh menatap cowok itu, berusaha menormalkan ekspresinya.

Vio menahan nafasnya, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Cewek itu mengulum bibirnya kembali merutuk, Damar menatapnya balik, kali ini gadis itu tidak membuang muka.

Damar menipiskan bibirnya. Menghela nafas panjang kemudian menatap Vio serius, "lo be-" ia mengerang lagi, kenapa kalau dengan Vio sangat sulit untuk berbicara lo-gue padahal itu merupakan kebiasaannya. Kenapa bersama cewek itu jadi sesudah ini, "ck. Kamu beneran minta putus?"

Kini gantian Vio yang terdiam. Ia mengalihkan pandangannya tak ingin menatap wajah Damar, "maybe... Yes." sahutnya setelah itu menunduk, sembari menggigit ujung kukunya canggung.

Damar melebarkan matanya, mulutnya agak terbuka ingin mengucapkan beberapa kata namun sialnya terlalu sulit untuk ia ucapkan.

Cowok itu memilih kembali menutup mulutnya, tangannya saling menggenggam satu sama lain. Cowok itu ikut menunduk. "Kenapa?" akhirnya ia hanya mengeluarkan satu kata saja.

||Broken And Cure|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang