10# IPA 2

116 23 0
                                    

Happy reading

___________

"Apa gua bilang. Lo tuh bergurunya sama gue, bukan sama cecunguk dua ini." Aurel mendengus, "tolol sih lo." sahutnya membuang muka.

Setelah kembali dari rooftop, Damar langsung kabur melarikan diri ke kelas, namun naas. Bukannya di beri dukungan dan solusi, di kelas justru dia di omeli habis-habisan.

Ya memang salahnya juga sih.

Naya yang duduk di atas meja, ikut menghela nafas panjang. "Gimana ya. Tapi salah lo juga sih emang." menoleh ke arah Petrik dan Chandra yang menjadi tersangka. "Lagian lo berdua ngapain ngajarain anak orang sembarangan sih!?Jadi ruwet kan nih." tuduhnya, serentak Petrik dan Chandra langsung merapatkan bibir menunduk.

Mirai yang berdiri di sebelah Thian menyenggol cowok itu, "urus tuh temen lo." sahutnya melenggang gantian berdiri di sebelah Naya.

Ketiga cowok itu hanya bisa menghela nafas panjang.

"Lagian gue bilang juga, ajaran mereka tuh sesat. Ngapain di ikutin." dengus Arunika, ikut berpindah kubu, di sebelah Mirai, Naya, dan Aurel.

Zia yang duduk di sebelah Heiwa hanya menggelengkan kepala, tak habis fikir.

Thian melengos pelan, memijat keningnya perlahan. Hari ini Aika sedang ada kegiatan rapat, makanya ia yang sebagai wakil menjadi ganti ketua kelas untuk mengurus seisi kelas.

"Kalian bertiga, gue gak habis fikir lagi otak lo pada dimana. Yang jelasnya kalian bertiga tolol, termasuk lu. Chan sama lu juga Rik." ucapnya menunjuk Chandra, Damar, dan Petrik bergantian.

Damar menghela nafasnya, merapatkan bibir ingin menjawab. "Tapi. Di sini juga dia salah Yan. Dia ngapain coba deket-deket sama si Dewa itu. Apalagi kemaren gue liat dia di lapangan sama Dewa." menatap lurus Thian, sejenak kemudian menunduk.

"Wait. Gue mau kasih tau, kemarin Vio cuman bantuin buat kompresin luka doang. Gue liat, dan mereka fine-fine aja." Ando menyela duluan, membuat Damar mengulum bibirnya kemudian.

"Lo juga cemburuan banget sih Dam. Coba fikir positif lah." Attar ikut berkomentar, bersedekap dada menatap Damar mendengus.

"Ya tapikan ngapain coba tadi di rooftop sender-senderan. Gimana gue gak cemburu." Damar kembali menyangkal, dengan nafas memburu masih tersulut api cemburu.

Raka berdecak kecil. "Wajar dia butuh tempat curhat setelah liat lo pelukan di depan matanya sendiri, itu bukan sesuatu yang bisa lo jadiin alasan." petuahnya.

Aurel mengangguk setuju. "Nah dengerin tuh." sahutnya mendengus kesal.

"Ya terus gue harus apa!?" Damar mengacak rambutnya, putus asa sendiri.

"YA MINTA MAAF LAH GOBSLOK!"


Damar hanya bisa menghela nafas gusar, mengangguk patuh kemudian. Ia menatap tajam Chandra dan Petrik bergantian dengan tajam.

Chandra meneguk ludahnya, menepuk bahu Damar sekali. "Maafin gue Dam..." jeda sebentar, ia melirik Petrik, "lagian salah lo juga sih, mau aja ngikuti saran Petrik."

Petrik yang di sebut namanya langsung mengumpat, mendesis kecil kemudian mendorong Chandra dari samping.

"Lo yang punya ide sialan!" Petrik memaki kasar, mendorong Chandra yang akhirnya terjadi aksi saling dorong mendorong.








||Broken And Cure|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang