11# Putus?

133 24 10
                                    

Happy reading

__________

Mendecak sekilas, Vio mempercepat langkahnya melihat Damar yang berlari mengikutinya dari ujung koridor, ia mendengus sebelum akhirnya berhenti di ujung parkiran.

Ia menoleh menatap parkiran motor yang ada di depannya, mencari motor beat hitam dengan stiker keropi di belakangnya.

Vio merutuk, menepuk jidat setelah sadar dari amnesia sesaatnya.

Ck.

Ya jelaslah motornya gaada, orang tadi berangkat ke sekolah dia bareng Damar kok.

Menghembuskan nafasnya kasar, Vio menoleh melirik sekilas Damar yang sudah ada di sebelahnya, cowok itu menarik nafas tersengal-sengal.

Dalam hati, Vio berdecak kecil. Menyumpah serapah Damar yang kenapa malah gak berhenti buat minta maaf mulu. Yang ada nanti Vio jadi cepet luluh.

Dia jadi membuang muka, malas menatap cowok itu.

"Yang. Pulang bareng ayok," ucapnya dengan nada santai, berdiri di sebelah Vio kemudian menatap gadis itu lama. Ia tersenyum sesaat, membuat matanya menyipit.

Vio mendengus pelan, tuh 'kan. Kenapa cowok ini jadi tiba-tiba lupa sama kejadian tadi, malah dia bertindak seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Padahal 'kan, hatinya kenapa-kenapa.

Ia menggeram sebentar, kemudian akhirnya memilih melangkah lebih dulu, meninggalkan cowok itu.

Damar tak tinggal diam, ikut menyusul Vio dari belakang. Pokoknya ia harus mendapatkan maaf Vio hari ini, apapun caranya. Jarang sekali Vio marah dengannya, apalagi ngancem putus pake nada serius.

Vio kembali mendengus, mengeratkan cengkramannya di tali ransel. Cewek itu mempercepat langkahnya, berusaha menghindari Damar yang mulai kembali menyamai langka kakinya.

Pintu gerbang sudah di depan mata, tapi sebelum ia melangkah keluar, tangannya sudah di cekal erat lebih dulu.

Tidak seerat itu memang, tapi cukup membuat Vio berhenti melangkah, menoleh menatap malas sang pelaku.

"Yang maafin aku lah. Aku ngaku aku salah, iya aku minta maaf. Jadi tolong lah maafin aku." ucap Damar lagi, memasang wajah memelas minta di maafkan.

Nafas gadis itu kian memburu, mendengar ucapa Damar barusan. Ia berdiri, menatap cowok itu serius sebelum akhirnya menarik nafas panjang. "Dam, dari cara lo ngomong aja gue bisa langsung narik kesimpulan." Vio menipiskan bibirnya, kembali menatap manik gelap cowok itu.

"Lo gak beneran tulus minta maafnya." sambungnya, membuat Damar terdiam begitu saja. Tercenung lama, mendengar suara Vio seakan terngiang-ngiang.

Cowok itu merasa tertohok dengan ucapan Vio barusan, dengan apa yang sudah ia lakukan, mengemis meminta maaf dan gadis itu dengan mudahnya bilang kalau ia sama sekali tak tulus untuk meminta maaf?!

Ia menggeram pelan, melepaskan tangannya menjauh dari gadis itu. Ia tersenyum masam sekilas, ucapan gadis itu terlalu menyinggung egonya. Oke fine dengan ucapan Vio di kelas, ia mungkin sedikit sakit hati. Tapi kali ini, ini terlalu berlebihan.

Vio sama sekali tidak perduli 'kah dengan yang ia lakukan dari waktu di kelas sampai sekarang? Bahkan saat melihat gadis itu berdua duduk bersama Dewa di rooftof, bahkan senderan ia masih memaklumi sikap Vio.

Tapi kenapa disaat ia hanya berusaha membuat gadis itu cemburu, kenapa malah marah hingga mengatainya tak ikhlas meminta maaf!?

Keterlaluan sih.

"Jadi kamu bilang aku gak tulus minta maafnya? Setelah apa yang aku lakuin gitu?" Damar bertanya lagi, ia menahan nafasnya menatap lurus Vio.

Gadis itu jadi meneguk ludahnya, menunduk merasa aneh dengan ucapan Damar yang terkesan dingin. Ia jadi diam bergeming.

Apakah yang dia ucapkan terlalu berlebihan?

Sungguh, ia cuman ingin mengeluarkan unek-uneknya kali ini.

Ia melirik sekeliling area parkir yang mulai kosong, kemudian menatap Damar perlahan. "Ya. Gue simpulin gitu." menarik nafasnya sejenak, Vio kembali menunduk. Tangannya kembali mencengkram erat tali ranselnya.

Damar mendecih, membuang mukanya. Ia merapatkan bibirnya, berusaha untuk tidak melampiaskan pada gadis itu.

"Kamu bukan Damar yang aku kenal, Damar yang sama aku enam bulan kebelakang. Dam, asal kamu tau. Damar yang dulu itu gak kayak gini, yang aku tau Damar yang dulu itu minta maafnya gak gini. Gak bilang, 'iya aku salah aku minta maaf' itu udah keliatan kalau kamu gak ikhlas minta maafnya." jelasnya setengah menjerit, masih menunduk tak berani menatap cowok itu.

Damar tertegun sejenak. "Gaada yang berubah, aku yang dulu itu aku yang sekarang. Ini cuman masalah kamu yang terlalu sensitif nanggepin sikap aku." katanya, mencoba menjelaskan.

Damar mengangkat kedua tangannya hendak memegang bahu Vio yang langsung di tepis begitu saja. Ia memundurkan tubuhnya, jadi mengulum bibir saat tatapan malas Vio berganti.

Vio melebarkan matanya. Mencengkram erat tali tasnya, menatap Damar dingin. Ia benar-benar tidak menyangka cowok itu akan mengatakan hal ini.

"Aku main game bentaran doang, kamu udah diemin aku seharian, aku lupa bales chat kamu aja, kamu udah minta blokir. Ini cuman perasaan kamu yang terlalu sensitif sama sikap aku. Gaada dari aku yang berubah." kata cowok itu melanjutkan.

Mengepalkan tangannya, Vio menatap Damar mendongak, membuang muka saat menyadari setetes air mata hendak meluncur deras di pipinya.

Ia mengusap air matanya kasar. Menatap Damar lagi, "kamu nyalain aku? Aku sensitif? Emang, dari awal sikap aku emang gini. Kamu gak suka sikap aku? Yaudah kenapa gak minta putus aja? Kenapa milih diam? Kamu ngerasa aku terlalu ngekang kamu, posesifin kamu, terlalu ngelarang kamu ini itu, maksa kamu buat terus bales chat aku lah apa lah. Jadi kenapa gak minta putus aja?  Ohh atau kamu nunggu aku bilang putus? Oke fine." katanya beruntutan.

Menarik nafas panjang, Vio mendongak sebelum mengucapkan kata sakral hari ini. Ia benar-benar merasa tak suka dengan cap sensitif yang di berikan Damar. seakan semua ini hany salahnya seutuhnya.

"Kita putus."

Refleks Damar membulatkan matanya, menegak begitu saja. Ia  menghela nafas kemudian, meraih bahu Vio yang bergetar hebat, menariknya masuk ke dalam pelukannya.

Vio membeku seketika, ini pertama kalinya ia di peluk sama cowok lain selain papanya. Enam bulan terakhir ini, bisa di bilang mereka berdua pacaran sehat.

Hanya pegangan tangan, rangkulan, dan ngomong sayang doang. Dan...

Apa ini?!!

DI PELUK COEGG!!!

Vio jadi pengen pingsan jadinya.

"Kan aku udah

Eh bentar.

Kok makin berat sih.

"Dam. Gue mau pulang, lepasin gak." Vio menyahut, mencoba membalas dengan nada dingin.

Bahunya memberat sesaat merasa tubuhnya di timpa oleh badan tegap cowok itu, refleks ia termundur. Ingin mengumpati cowok itu, sebelum akhirnya bola matanya membulat penuh.

Mata Damar terpejam erat, di panggil gak nyaut.

Berarti...




Damar gak kesurupan kan?

_________

TBC

nghogey👍🏿

||Broken And Cure|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang